Nunukan (ANTARA News Kaltim) - Puluhan ribu hektare lahan persawahan di Kelurahan Tanjung Harapan Kecamatan Nunukan Selatan Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur dibiarkan "tertidur" oleh pemiliknya.
Lurah Tanjung Harapan, Ramlan Apriyadi, di Nunukan, Rabu, membenarkan banyaknya lahan persawahan di wilayahnya tidak tergarap akibat sebagian besar warganya yang memiliki lahan tersebut beralih profesi menjadi pembudidaya rumput laut.
Ia menyatakan dari sekitar 20 ribu hektare lahan persawahan di Kelurahan Tanjung Harapan yang tergarap hanya sekitar 5.000 hektare saja. Jadi terdapat sekitar 15 ribu hektare lagi yang tidak digarap.
Kondisi ini telah berlangsung sejak rumput laut mulai dibudidayakan di Kabupaten Nunukan tahun 2009 silam. Karena warga, lanjut dia, beralasan rumput laut lebih menjanjikan hasilnya dibandingkan dengan menanam padi.
"Sesuai data yang kami miliki, luas lahan persawahan di kelurahan kami sekitar 20 ribuan hektar. Berhubung masyarakat banyak yang beralih mengolah rumput laut jadi hanya sekitar lima ribuan itu kita lihat sendirilah kondisinya," ujar Ramlan.
Selama ini, dirinya seringkali mengarahkan warganya untuk tetap mengolah lahan persawahannya meskipun menekuni rumput laut. Namun, diakuinya masyarakat memang tidak berminat mengolah lahannya karena dianggap hasilnya kurang dibandingkan dengan sekali panen rumput laut.
Di samping itu, dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan melalui penyuluh lapangan telah banyak memberikan pemahaman kepada warga yang memiliki lahan persawahan.
"Sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap banyaknya lahan persawahan yang dibiarkan "tidur" itu maka Bupati Nunukan sendiri menginstruksikan PPL yang turun tangan menggarap sawah," ujar Ramlan.
Jadi, lanjut Ramlan, ada beberapa lokasi persawahan yang tampak sekarang ini merupakan hasil kerja bagian PPL dengan menyewa lahan persawahan masyarakat.
Langkah ini terpaksa dilakukan, agar masyarakat yang memiliki lahan tertarik untuk mengolah kembali lahannya.
Ia mencontohkan, tingginya minat masyarakat melakoni budidaya rumput laut karena lebih menguntungkan. Dengan modal hanya Rp 10 juta, maka dalam dua atau tiga bulan, modalnya bisa bertambah lebih dari dua atau tiga kali lipat.
"Gara-gara itulah sehingga masyarakat berbondong-bondong menginvestasikan modalnya ke rumput laut dan meninggalkan profesi sebelumnya sebagai penggarap sawah," katanya.
Secara terpisah, Ketua RT 08 Kelurahan Tanjung Harapan, Aje Manjagani, Rabu menjelaskan, sekitar 100 hektare lahan persawahan di wilayahnya hanya sebagian kecil atau sekitar 10 persen saja yang tergarap.
Itupun, kata dia, lahan yang tergarap tersebut hanya disewakan kepada Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan dengan sistem bagi hasil.
Yaitu semua kebutuhan selama pemeliharaan padi tersebut menjadi tanggungan pemerintah Kabupaten Nunukan dan hasilnya diberikan kepada warga yang mengolah 1:3.
Artinya satu bagian diberikan kepada warga yang mengolah dan tiga bagian untuk Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan, jelas Aje Manjagani. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Lurah Tanjung Harapan, Ramlan Apriyadi, di Nunukan, Rabu, membenarkan banyaknya lahan persawahan di wilayahnya tidak tergarap akibat sebagian besar warganya yang memiliki lahan tersebut beralih profesi menjadi pembudidaya rumput laut.
Ia menyatakan dari sekitar 20 ribu hektare lahan persawahan di Kelurahan Tanjung Harapan yang tergarap hanya sekitar 5.000 hektare saja. Jadi terdapat sekitar 15 ribu hektare lagi yang tidak digarap.
Kondisi ini telah berlangsung sejak rumput laut mulai dibudidayakan di Kabupaten Nunukan tahun 2009 silam. Karena warga, lanjut dia, beralasan rumput laut lebih menjanjikan hasilnya dibandingkan dengan menanam padi.
"Sesuai data yang kami miliki, luas lahan persawahan di kelurahan kami sekitar 20 ribuan hektar. Berhubung masyarakat banyak yang beralih mengolah rumput laut jadi hanya sekitar lima ribuan itu kita lihat sendirilah kondisinya," ujar Ramlan.
Selama ini, dirinya seringkali mengarahkan warganya untuk tetap mengolah lahan persawahannya meskipun menekuni rumput laut. Namun, diakuinya masyarakat memang tidak berminat mengolah lahannya karena dianggap hasilnya kurang dibandingkan dengan sekali panen rumput laut.
Di samping itu, dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan melalui penyuluh lapangan telah banyak memberikan pemahaman kepada warga yang memiliki lahan persawahan.
"Sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap banyaknya lahan persawahan yang dibiarkan "tidur" itu maka Bupati Nunukan sendiri menginstruksikan PPL yang turun tangan menggarap sawah," ujar Ramlan.
Jadi, lanjut Ramlan, ada beberapa lokasi persawahan yang tampak sekarang ini merupakan hasil kerja bagian PPL dengan menyewa lahan persawahan masyarakat.
Langkah ini terpaksa dilakukan, agar masyarakat yang memiliki lahan tertarik untuk mengolah kembali lahannya.
Ia mencontohkan, tingginya minat masyarakat melakoni budidaya rumput laut karena lebih menguntungkan. Dengan modal hanya Rp 10 juta, maka dalam dua atau tiga bulan, modalnya bisa bertambah lebih dari dua atau tiga kali lipat.
"Gara-gara itulah sehingga masyarakat berbondong-bondong menginvestasikan modalnya ke rumput laut dan meninggalkan profesi sebelumnya sebagai penggarap sawah," katanya.
Secara terpisah, Ketua RT 08 Kelurahan Tanjung Harapan, Aje Manjagani, Rabu menjelaskan, sekitar 100 hektare lahan persawahan di wilayahnya hanya sebagian kecil atau sekitar 10 persen saja yang tergarap.
Itupun, kata dia, lahan yang tergarap tersebut hanya disewakan kepada Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan dengan sistem bagi hasil.
Yaitu semua kebutuhan selama pemeliharaan padi tersebut menjadi tanggungan pemerintah Kabupaten Nunukan dan hasilnya diberikan kepada warga yang mengolah 1:3.
Artinya satu bagian diberikan kepada warga yang mengolah dan tiga bagian untuk Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan, jelas Aje Manjagani. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012