Penanganan dan pencegahan stunting (tubuh pendek) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Provinsi Kalimantan Timur dilakukan secara terpadu melibatkan lintas sektor karena penyebab kelainan tersebut antara lain faktor kemiskinan, pola asuh, dan buruknya sanitasi.

"Jumlah stunting di Kabupaten PPU saat ini sebanyak 525 kasus yang tersebar pada 10 desa. Jumlah ini tergolong tinggi sehingga kami terus melakukan penanganan secara terpadu dengan melibatkan pihak lain," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten PPU Arnold Wayong di Penajam, Jumat.

Sebaran stunting pada 10 desa yang mencapai 525 kasus tersebut adalah di Desa Labangka Barat, Babulu Laut, Api-Api, Gunung Makmur, Sumber Sari, Sri Raharja, Binuang, Sukaraja, Karang Jinawi, dan Desa Tengin Baru.

Sejumlah pihak yang telah dilakukan kerja sama dalam penanganan stunting antara lain Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), kemudian Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) setempat.

Peran DPMD dalam hal ini antara lain karena di desa-desa tersedia anggaran yang bisa digunakan untuk konvergensi stunting baik melalui dana desa maupun alokasi dana desa (ADD).

Bahkan DPMD juga memiliki tenaga pendamping hingga tingkat desa baik pendamping yang direkrut pemerintah pusat, yakni Pendamping P3MD maupun hasil rekrutan Pemkab PPU, yakni Pendamping Pro-P2KPM sehingga dua pendamping ini turut mendampingi kader di tiap desa.

Sedangkan peran DP3AP2KB antara lain terkait mencegah jangan sampai terjadi ledakan penduduk, menjaga jarak kehamilan antara anak pertama maupun anak berikutnya, karena jarak kelahiran yang rapat bisa menyebabkan berbagai dampak negatif, termasuk stunting.

"Untuk menjaga jangan sampai ada stunting lagi, maka terus dilakukan sosialisasi pemenuhan gizi 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) bagi anak, yakni mulai ibu hamil harus mengkonsumsi gizi seimbang dan imunisasi lengkap, kemudian hingga umur anak sekitar 3 tahun harus dipastikan asupan gizinya tercukupi," ucapnya.

Selain itu, pemberian ASI eksklusif bagi bayi pun harus diperhatikan, kemudian terus menjaga lingkungan tetap bersih, memperhatikan sanitasi, secara berkala anak dibawa ke Posyandu hingga umur 5 tahun untuk mengetahui perkembangannya, termasuk pemberian gizi tambahan oleh Posyandu.

"Untuk konvergensi stunting di tingkat desa/kelurahan, kami optimalkan peran Puskesmas. Dalam hal ini, dokter maupun tenaga kesehatan Puskesmas terus berkoordinasi dengan Pusban, Posyandu, hingga pemerintah desa guna menangani anak stunting, kemudian menjaga jangan sampai ada muncul kasus stunting baru," tutur Wayong.

 

Pewarta: M Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020