Polisi Diraja Malaysia (PDRM) melakukan penggeledahan terhadap tiga stasiun televisi secara terpisah yakni Al Jazeera, Astro dan UnifiTV.
Direktur Kantor Penyelidikan Kriminal PDRM, CP Dato' Huzir Bin Mohamed mengemukakan hal itu dalam keterangannya kepada media di Kuala Lumpur, Selasa.
Penggeledahan tersebut sesuai dengan perintah yang dikeluarkan Mahkamah Majistret Kuala Lumpur, Sepang dan Selangor.
Penggeledahan dilakukan bersama-sama dengan pihak Komite Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM) yang turut membawa kertas penyelidikan atas stasiun penyiaran tersebut.
Mereka turut merampas komputer dan semua rampasan dibawa ke SKMM untuk penyelidikan lebih lanjut.
Keterangan saksi-saksi lain turut diambil ketika penggeledahan tersebut untuk membantu penyelidikan dan diangkat ke kejaksaan dalam waktu terdekat.
PDRM menegaskan tindakan yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dan tidak ada individu atau entitas yang terlepas dari semua tindakan jika melanggar undang-undang.
Pada kesempatan terpisah Al Jazeera dalam pernyataannya mengatakan peristiwa tersebut terjadi setelah pihak berwenang mengumumkan mereka sedang menyelidiki Al Jazeera untuk hasutan, pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia negara sehubungan dengan program tentang perlakuan terhadap pekerja asing ilegal selama pandemi COVID-19.
Dalam peristiwa tersebut tujuh staf Al Jazeera sudah diperiksa oleh polisi.
Pejabat Malaysia dan televisi pemerintah mengkritik laporan Al Jazeera yang dinilai sebagai tidak akurat, menyesatkan dan tidak adil.
Al Jazeera menolak klaim-klaim ini dan mendukung kualitas dan ketidakberpihakan jurnalismenya
Staf Al Jazeera di Malaysia juga menjadi sasaran pelecehan online yang berkelanjutan, termasuk ancaman kematian dan pengungkapan detail pribadi mereka secara online.
Dalam pernyataan tersebut Al Jazeera menyerukan pihak berwenang Malaysia untuk menghormati kebebasan media dan berhenti memperlakukan wartawannya sebagai "penjahat".
Al Jazeera memandang ini tidak hanya sebagai serangan terhadap dirinya sendiri tetapi pada kebebasan pers secara keseluruhan.
Peristiwa ini terjadi setelah polisi Malaysia menanyai tujuh anggota staf Al Jazeera sebagai bagian dari penyelidikan yang diluncurkan setelah siaran laporan investigasi 101 Timur, "Locked Up in Malaysia’s Lockdown" pada 3 Juli 2020.
Program tersebut mengamati perlakuan pemerintah terhadap pekerja asing ilegal selama pandemi COVID-19.
"Al Jazeera menyerukan kepada pihak berwenang Malaysia untuk menghentikan penyelidikan kriminal ini ke jurnalis kami," kata Managing Director Al Jazeera English, Giles Trendle.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
Direktur Kantor Penyelidikan Kriminal PDRM, CP Dato' Huzir Bin Mohamed mengemukakan hal itu dalam keterangannya kepada media di Kuala Lumpur, Selasa.
Penggeledahan tersebut sesuai dengan perintah yang dikeluarkan Mahkamah Majistret Kuala Lumpur, Sepang dan Selangor.
Penggeledahan dilakukan bersama-sama dengan pihak Komite Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM) yang turut membawa kertas penyelidikan atas stasiun penyiaran tersebut.
Mereka turut merampas komputer dan semua rampasan dibawa ke SKMM untuk penyelidikan lebih lanjut.
Keterangan saksi-saksi lain turut diambil ketika penggeledahan tersebut untuk membantu penyelidikan dan diangkat ke kejaksaan dalam waktu terdekat.
PDRM menegaskan tindakan yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dan tidak ada individu atau entitas yang terlepas dari semua tindakan jika melanggar undang-undang.
Pada kesempatan terpisah Al Jazeera dalam pernyataannya mengatakan peristiwa tersebut terjadi setelah pihak berwenang mengumumkan mereka sedang menyelidiki Al Jazeera untuk hasutan, pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia negara sehubungan dengan program tentang perlakuan terhadap pekerja asing ilegal selama pandemi COVID-19.
Dalam peristiwa tersebut tujuh staf Al Jazeera sudah diperiksa oleh polisi.
Pejabat Malaysia dan televisi pemerintah mengkritik laporan Al Jazeera yang dinilai sebagai tidak akurat, menyesatkan dan tidak adil.
Al Jazeera menolak klaim-klaim ini dan mendukung kualitas dan ketidakberpihakan jurnalismenya
Staf Al Jazeera di Malaysia juga menjadi sasaran pelecehan online yang berkelanjutan, termasuk ancaman kematian dan pengungkapan detail pribadi mereka secara online.
Dalam pernyataan tersebut Al Jazeera menyerukan pihak berwenang Malaysia untuk menghormati kebebasan media dan berhenti memperlakukan wartawannya sebagai "penjahat".
Al Jazeera memandang ini tidak hanya sebagai serangan terhadap dirinya sendiri tetapi pada kebebasan pers secara keseluruhan.
Peristiwa ini terjadi setelah polisi Malaysia menanyai tujuh anggota staf Al Jazeera sebagai bagian dari penyelidikan yang diluncurkan setelah siaran laporan investigasi 101 Timur, "Locked Up in Malaysia’s Lockdown" pada 3 Juli 2020.
Program tersebut mengamati perlakuan pemerintah terhadap pekerja asing ilegal selama pandemi COVID-19.
"Al Jazeera menyerukan kepada pihak berwenang Malaysia untuk menghentikan penyelidikan kriminal ini ke jurnalis kami," kata Managing Director Al Jazeera English, Giles Trendle.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020