Keberadaan jalan tol Balikpapan-Samarinda diperhitungkan akan memberikan dampak ikutan yang luar biasa


“Yang dapat saya sebutkan di sini terutama penghematan waktu di jalan dan penghematan BBM,” kata Direktur Keuangan dan Administrasi PT Jasamarga Balikpapan-Samarinda (JBS) Adik Suprianto.

PT JBS adalah pengelola jalan tol yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 19 Desember 2019.

Dengan fisik jalan yang relatif lurus dan pandangan yang lapang, sesuai namanya, kendaraan dapat melaju kencang di jalan tol dengan aman. Pada kecepatan tinggi yang konstan, kendaraan akan hemat bahan bakar. Tentu saja tujuan akan lebih cepat dicapai.

“Kalau cepat sampai, artinya juga hemat waktu, hemat tenaga. Waktu yang sudah dihemat bisa digunakan untuk mengerjakan hal lain atau ke tujuan lain. Efisien,” lanjut Suprianto.

Apalagi kalau sedang perlu waktu. Karena keterbatasan rute saat awal wabah COVID-19 lalu, misalnya, sejumlah penumpang tujuan Banjarmasin terpaksa memilih mendarat di Bandara APT Pranoto di Samarinda, dan melanjutkan dengan penerbangan sore hari ke Banjarmasin dengan pesawat terakhir.

“Tiba di Samarinda pukul 11.00, pesawat di Balikpapan berangkat pukul 15.30, hanya ada waktu sekitar 3 jam untuk mencapai Balikpapan,” kata Naina, manajer perusahaan produk makanan dari Banjarmasin yang pulang dari rapat perusahaanya di Surabaya.

Dengan kemacetan di awal masuk Samarinda dari arah bandara, dan kemudian di Jembatan Mahakam, maka hampir tidak mungkin mencapai Balikpapan tepat waktu untuk check in dan ikut terbang.

“Untung ada tol. Lebih kurang 2 jam saya sudah di Bandara Sepinggan, pukul 14.30. Dari Bandara Samarinda pukul 12.00 naik travel-Avanza,” kenang Naina. Waktu tempuh di jalan tol sendiri kurang dari satu jam, dari Gerbang Tol di Palaran hingga Samboja. Tiket pesawat beharga dua kali lipat dari biasanya pun bisa dimanfaatkan. Setelah itu Bandara Sepinggan pun ditutup.

Sebab jalannya yang bebas hambatan, datar, dan tikungan-tikungan yang mengikuti gaya lebam, kendaraan jadi lebih awet. Kendaraan yang awet biaya perawatannya jadi lebih murah.

“Apalagi kalau sudah terbuka akses oleh tol ini, bisa dikembangkan kawasan pemukiman baru di sekitarnya. Kalau sudah bicara pemukiman, dengan sendirinya semua mengikuti. Perumahan akan perlu tenaga kerja di masa pembangunannya, perlu bahan bangunan, sudah jadi nanti akan perlu listrik, air, telepon, internet, perlu toko dan warung untuk kebutuhan sehari-hari. Membuka kesempatan dan peluang baru,” lanjut Suprianto.

Singkatnya, tegas dia, jalan tol adalah pendorong pertumbuhan ekonomi, juga meningkatkan pendapatan daerah antara lain dengan pembayaran PBB dan pajak reklame.

Kemudian, jalan tol Balikpapan-Samarinda dibangun dengan sebagian besar dana investasi dan tidak hanya mengandalkan APBN. PT JBS berinvestasi pada Seksi II, III, dan IV sementara pemerintah mengerjakan Seksi I dan V dengan total sepanjang 33,11 km.


Masjid di kawasan rehat Tol Balikpapan-Samarinda, tak jauh dari Pintu Tol Samboja (novi abdi)
 

Suprianto menuturkan, mulanya biaya pembangunan Seksi II, III, dan IV sebesar Rp10 triliun, namun belakangan meningkat karena melewati lahan yang tanahnya lunak, sehingga perlu pengerasan jalan berkali-kali dan menyebabkan tambahan investasi.

Dengan asumsi lalu lintas di tol mencapai 10.000 kendaraan per hari, lalu masa konsesi yang 40-45 tahun, plus tambahan investasi karena kondisi tanah lunak, dengan tarif Rp1.000 per km untuk kendaraan Golongan I (sedan, minibus, truk kecil), maka tingkat pengembalian investasinya tidak mungkin sesuai dengan rencana.

Jalan Tol Balikpapan - Samarinda (Antaranews Kaltim/HO/Jasamarga)

"Setelah beroperasi juga bukan tanpa risiko. Risiko yang dihadapi dalam investasi infrastruktur yang tingkat pengembaliannya memerlukan jangka waktu yang panjang seperti jalan tol adalah arus kas operasi negatif yang disebabkan hasil pendapatan tol tidak mencukupi untuk menutup biaya operasional dan bunga pinjaman. Kondisi ini biasanya berlangsung di 5-7 tahun pertama tergantung jumlah kendaraan yang lewat.," tutur Adik Suprianto saat dihubungi.

Adik menambahkan, sebagaimana disyaratkan dalam Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), biaya pembangunan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda adalah minimum 30% dari ekuitas yang berasal dari para pemegang saham, dan 70% dari pinjaman dari kreditur.

"Dengan kondisi asumsi lalu lintas harian di awal beroperasi adalah sekitar 10.000 kendaraan saja dan masa konsesi yang 40-45 tahun serta adanya tambahan investasi BUJT karena kondisi tanah lunak, maka jika tarif Rp.1.000/Km untuk kendaraan Golongan I, tingkat pengembalian investasinya tidak mungkin sesuai dengan rencana yang tertuang dalam PPJT," terangnya.

Di sisi lain, keberadaan Jalan Tol Balsam memberikan multiplier effect bagi Kalimantan Timur dan masyarakat pada umumnya. Mulai dari efisiensi transportasi yang memangkas waktu tempuh, konsumsi bbm dan biaya pemeliharaan kendaraan, pengembangan kawasan pemukiman baru di sekitar jalan tol, penyerap tenaga kerja, pendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi beban APBN untuk pembangunan jalan tol serta meningkatkan pendapatan daerah melalui pembayaran PBB dan pajak reklame.

”Meskipun dengan berbagai risiko yang sangat tinggi bagi BUJT untuk merampungkan proyek ini, Jasa Marga tetap berkomitmen menyelesaikan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda tepat waktu agar dapat mendukung konektivitas di Ibu Kota Negara baru sehingga dapat mendukung pengembangan ekonomi dan wilayah,” tegasnya.

Sebagai informasi, Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Seksi II, III, dan IV sepanjang 64,87 km telah diresmikan oleh Presiden Joko widodo pada tanggal 17 Desember 2019 dan mulai memasuki masa uji coba (beroperasi tanpa tarif) pada 19 Desember 2019 pukul 06.00 WITA. Keberadaan tol tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan akses serta mampu memicu pertumbuhan ekonomi di sekitar kawasan yang dilalui.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020