Anggota KPK periode 2010-2015, Busyro Muqoddas, mendukung hakim memutuskan bebas terhadap dua orang terdakwa yang disebut sebagai penyerang penyidik KPK Novel Baswedan.
"Mudah-mudahan hakim memutus bebas dengan dengan divonis bebas maka akan dilakukan penyelidikan ulang," kata dia, dalam diskusi virtual "Sengkarut Persidangan Penyerang Novel Baswedan" yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, Jumat.
Baswedan diserang di dekat rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Selang dua tahun kemudian, Kepolisian Indonesia mengumumkan dua orang penyerang dia, yaitu oknum polisi bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam sidang 11 Juni 2020 lalu menuntut satu tahun penjara kepada keduanya. Hal ini kemudian menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
Baswedan melalui akun twitternya, @nazaqistsha, pada 15 Juni 2020 lalu juga mengusulkan pembebasan Mahulette dan Bugis.
Baswedan menuliskan "Saya juga tidak yakin kedua orang itu pelakunya. Ketika saya tanya penyidik dan jaksanya mereka tidak ada yang bisa menjelaskan kaitan pelaku dengan bukti. Ketika saya tanya saksi-saksi yang melihat pelaku dibilang bukan itu pelakunya. Apalagi dalangnya? Sudah dibebaskan saja dari pada mengada-ngada".
Melanjutkan ucapannya, Muqoddas menyatakan, "Tapi menyerahkan penyelikan ke kepolisian, maaf sulit sekali dilakukan dalam proses ini. Jalan keluarnya jangan kasih ke polisi, kasihan banyak polisi yang masih jujur dan berintegritas, jadi bagaimana menelisik pelaku sesungguhnya adalah menggedor Presiden Jokowi untuk membentuk TGPF."
Menurut dia, sejak Novel diserang pada 11 April 2017 lalu, suara mengenai pembentukan TGPF sudah digaungkan. Namun menurut dia, tak ditanggapi Jokowi.
"Ini seperti usulan bersama tiga tahun lalu yang tidak pernah digubris, karena bila hakim menggunakan nalar hukum berdasarkan analissi fakta dan hati nurani maka jelas menimbulkan keragu-raguan berat terhadap proses itu," kata dia.
Selain berharap pada majelis hakim yang mengadili kasus penyerang Baswedan, dia juga berharap pada majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan uji materi UU KPK.
"Mudah-mudahan MK mengabulkan permohonan uji materi semua pihak sehingga kembali ke UU KPK yang lama, dan berdasar UU KPK yang lama pimpinan KPK yang sekarang kita gugat keabsahananya karena tidak mencerminkan UU KPK lama, tapi hal ini tergantung moralitas hakim MK, di satu sisi kita berharap tapi sisi lain khawatir berat karena proses pemilihan hakim MK lewat DPR politis, lewat MA dan istana juga politis," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
"Mudah-mudahan hakim memutus bebas dengan dengan divonis bebas maka akan dilakukan penyelidikan ulang," kata dia, dalam diskusi virtual "Sengkarut Persidangan Penyerang Novel Baswedan" yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, Jumat.
Baswedan diserang di dekat rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Selang dua tahun kemudian, Kepolisian Indonesia mengumumkan dua orang penyerang dia, yaitu oknum polisi bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam sidang 11 Juni 2020 lalu menuntut satu tahun penjara kepada keduanya. Hal ini kemudian menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
Baswedan melalui akun twitternya, @nazaqistsha, pada 15 Juni 2020 lalu juga mengusulkan pembebasan Mahulette dan Bugis.
Baswedan menuliskan "Saya juga tidak yakin kedua orang itu pelakunya. Ketika saya tanya penyidik dan jaksanya mereka tidak ada yang bisa menjelaskan kaitan pelaku dengan bukti. Ketika saya tanya saksi-saksi yang melihat pelaku dibilang bukan itu pelakunya. Apalagi dalangnya? Sudah dibebaskan saja dari pada mengada-ngada".
Melanjutkan ucapannya, Muqoddas menyatakan, "Tapi menyerahkan penyelikan ke kepolisian, maaf sulit sekali dilakukan dalam proses ini. Jalan keluarnya jangan kasih ke polisi, kasihan banyak polisi yang masih jujur dan berintegritas, jadi bagaimana menelisik pelaku sesungguhnya adalah menggedor Presiden Jokowi untuk membentuk TGPF."
Menurut dia, sejak Novel diserang pada 11 April 2017 lalu, suara mengenai pembentukan TGPF sudah digaungkan. Namun menurut dia, tak ditanggapi Jokowi.
"Ini seperti usulan bersama tiga tahun lalu yang tidak pernah digubris, karena bila hakim menggunakan nalar hukum berdasarkan analissi fakta dan hati nurani maka jelas menimbulkan keragu-raguan berat terhadap proses itu," kata dia.
Selain berharap pada majelis hakim yang mengadili kasus penyerang Baswedan, dia juga berharap pada majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan uji materi UU KPK.
"Mudah-mudahan MK mengabulkan permohonan uji materi semua pihak sehingga kembali ke UU KPK yang lama, dan berdasar UU KPK yang lama pimpinan KPK yang sekarang kita gugat keabsahananya karena tidak mencerminkan UU KPK lama, tapi hal ini tergantung moralitas hakim MK, di satu sisi kita berharap tapi sisi lain khawatir berat karena proses pemilihan hakim MK lewat DPR politis, lewat MA dan istana juga politis," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020