Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Dr Yon Machmudi menilai terpilihnya Mohammed Morsi sebagai Presiden Mesir akan berdampak positif bagi proses demokratisasi Mesir dan negara-negara Arab lainnya.
"Morsi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin mendapatkan dukungan suara terbanyak melawan kelompok pendukung rezim Mubarak dan militer. Ini artinya rakyat Mesir mendambakan perubahan sosial politik yang lebih demokratis di tengah-tengah tekanan pendukung rezim lama dan militer yang ingin kembali berkuasa," ujar dosen Program Studi Arab Universitas Indonesia itu melalui surat elektronik kepada ANTARA, Senin.
Munculnya Ikhwanul Muslimin sebagai pemenang pemilu setelah dalam kurun waktu yang sangat lama hidup dalam tekanan politik rezim penguasa menunjukkan bahwa suara rakyat memang ingin menentukan masa depan negaranya sendiri, yang bebas dari tekanan rezim otoriter dan pengaruh asing.
Ke depan, ujar Koordinator Riset Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu, dinamika politik di Timur Tengah akan berkembang terus dan tuntutan rakyat untuk membebaskan negara-negara mereka dari dominasi rezim minoritas akan menguat.
"Kekuasaan politik di negara-negara di Timur Tengah itu kan ditandai oleh dua hal yaitu berkuasanya rezim minoritas dan kuatnya politik kesukuan. Nah, sekarang nampaknya rakyat di Timur Tengah menginginkan monopoli kekuasaan oleh kelompok minoritas itu diakhiri," katanya.
Maka, lanjut Yon, agar proses demokratisasi berjalan alamiah tanpa gejolak maka para rezim di Timur Tengah harus secara serius melakukan reformasi politik.
Artinya, ujar peraih gelar PhD dari Australian National University (ANU) pada 2007 itu, para penguasa harus mengakomodasi rakyat mereka dalam bentuk pembagian kekuasaan atau power sharing.
"Apa yang terjadi di Mesir memberikan pelajaran kepada rakyat di negara-negara Arab bahwa segala bentuk penindasan politik harus diakhiri dan saatnya rakyat ikut menentukan masa depan negara mereka yang selama ini hanya dimonopoli oleh rezim yang didukung oleh militer dan kepentingan asing," katanya.
Konsekuensinya, kata Yon, negara-negara asing pemegang kepentingan di Timur Tengah, seperti Amerika Serikat dan Israel, juga akan bersikap realistis menghadapi perubahan-perubahan politik di Timur Tengah.
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohammed Morsi terpilih menjadi Presiden Mesir sebagaimana diumumkan Minggu (24/6).
Morsi lahir di provinsi Sharqiya, dekat delta sungai Nil. Dia lulus dengan gelar sarjana teknik dari Universitas Kairo pada tahun 1975. Lalu dia mendapat gelar PhD dari University of Southern California pada tahun 1982. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Morsi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin mendapatkan dukungan suara terbanyak melawan kelompok pendukung rezim Mubarak dan militer. Ini artinya rakyat Mesir mendambakan perubahan sosial politik yang lebih demokratis di tengah-tengah tekanan pendukung rezim lama dan militer yang ingin kembali berkuasa," ujar dosen Program Studi Arab Universitas Indonesia itu melalui surat elektronik kepada ANTARA, Senin.
Munculnya Ikhwanul Muslimin sebagai pemenang pemilu setelah dalam kurun waktu yang sangat lama hidup dalam tekanan politik rezim penguasa menunjukkan bahwa suara rakyat memang ingin menentukan masa depan negaranya sendiri, yang bebas dari tekanan rezim otoriter dan pengaruh asing.
Ke depan, ujar Koordinator Riset Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu, dinamika politik di Timur Tengah akan berkembang terus dan tuntutan rakyat untuk membebaskan negara-negara mereka dari dominasi rezim minoritas akan menguat.
"Kekuasaan politik di negara-negara di Timur Tengah itu kan ditandai oleh dua hal yaitu berkuasanya rezim minoritas dan kuatnya politik kesukuan. Nah, sekarang nampaknya rakyat di Timur Tengah menginginkan monopoli kekuasaan oleh kelompok minoritas itu diakhiri," katanya.
Maka, lanjut Yon, agar proses demokratisasi berjalan alamiah tanpa gejolak maka para rezim di Timur Tengah harus secara serius melakukan reformasi politik.
Artinya, ujar peraih gelar PhD dari Australian National University (ANU) pada 2007 itu, para penguasa harus mengakomodasi rakyat mereka dalam bentuk pembagian kekuasaan atau power sharing.
"Apa yang terjadi di Mesir memberikan pelajaran kepada rakyat di negara-negara Arab bahwa segala bentuk penindasan politik harus diakhiri dan saatnya rakyat ikut menentukan masa depan negara mereka yang selama ini hanya dimonopoli oleh rezim yang didukung oleh militer dan kepentingan asing," katanya.
Konsekuensinya, kata Yon, negara-negara asing pemegang kepentingan di Timur Tengah, seperti Amerika Serikat dan Israel, juga akan bersikap realistis menghadapi perubahan-perubahan politik di Timur Tengah.
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohammed Morsi terpilih menjadi Presiden Mesir sebagaimana diumumkan Minggu (24/6).
Morsi lahir di provinsi Sharqiya, dekat delta sungai Nil. Dia lulus dengan gelar sarjana teknik dari Universitas Kairo pada tahun 1975. Lalu dia mendapat gelar PhD dari University of Southern California pada tahun 1982. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012