Pengamat intelijen Suhendra Hadikuntono menilai penunjukan Irjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah tepat dilihat dari kapasitasnya dan sudah sesuai dengan ketentuan yang ada.


"Boy Rafli sebagai Kepala BNPT sudah tepat bila dilihat dari kapasitas, prestasi, integritas dan track records (rekam jejaknya)," katanya, melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, prosedurnya pun sudah sesuai dengan ketentuan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Suhendra menerangkan bahwa dalam Pasal 25 ayat (1) UU No 2/2002 disebutkan setiap anggota Polri diberi pangkat yang mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.

Pada Pasal 25 ayat (2) UU No 2/2002, kata dia, disebutkan juga bahwa ketentuan mengenai susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat-pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Suhendra membantah Kapolri mengintervensi, menyerobot kewenangan Presiden, atau pun mendikte (faith accomply) Presiden, apalagi melakukan maladministrasi.

Ia mengatakan pengangkatan Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT pada akhirnya akan dilakukan oleh Presiden Jokowi melalui keputusan presiden (keppres).

"Mutasi melalui telegram itu hanya semacam usulan belaka. Tentu sebelum Kapolri menerbitkan telegram sudah berkonsultasi dulu dan mendapat green light (lampu hijau) dari Presiden. Tanpa green light Presiden, mana mungkin Kapolri akan berani?" ujarnya.

Sebelumnya, Kapolri menunjuk Irjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala BNPT menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius melalui Surat Telegram Kapolri No ST/1378/KEP/2020 tertanggal 1 Mei 2020, bersamaan dengan mutasi ratusan perwira menengah dan perwira tinggi lainnya.

Sejumlah pihak menilai pengangkatan itu menabrak Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2010 tentang BNPT yang menyatakan pengangkatan Kepala BNPT dilakukan oleh Presiden. Bahkan, Kapolri dinilai mengintervensi kewenangan Presiden, bahkan melakukan maladministrasi.

Suhendra menengarai dengan polemik itu ada kelompok kepentingan yang lebih besar yang patut diduga ingin membuat kegaduhan dan mengambil keuntungan di tengah kondisi bangsa Indonesia yang tengah dilanda wabah virus Corona.

"Harus diwaspadai pihak-pihak yang hendak membenturkan Kapolri dengan Presiden di tengah situasi rawan pandemik COVID-19," ujarnya.

Di tengah kondisi bangsa yang sedang rawan akibat pandemik COVID-19 sekarang ini, Suhendra mengimbau agar pihak-pihak yang menginginkan instabilitas politik berhenti beropini.

"Yang baik menurut Presiden, tentunya terbaik bagi Polri. Beliau (Kapolri) pasti sudah memperhitungkan harmonisasi eksternal antarlembaga negara maupun kebutuhan internal organisasi di tubuh Polri," tutur Suhendra.

Pewarta: Zuhdiar Laeis

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020