Menyusul pengusaha penyewa mal meminta kompensasi berupa keringanan pajak atas banjir yang terjadi di Jakarta, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah balik bertanya akan bagaimana apabila tidak ada dalam APBD.
"Kompensasi bagaimana? Kalau APBD itu ada uang, ada nama nomenklatur, artinya ada angka. Bagaimana kami bisa membayar sesuatu yang tidak ada (dalam APBD)," kata Saefullah di Balai Kota Jakarta, Selasa.
Ketika ditanyakan kembali mengenai kemungkinan para penyewa mal tersebut mendapat keringanan pajak menyusul tidak kunjung beroperasinya mal karena banjir yang terjadi, Saefullah mengatakan hingga kini dirinya belum menerima surat permintaan akan hal itu.
"Belum ada suratnya. Kalau ada surat, dibaca, didiskusikan, ditanya kiri-kanan. Karena penyelenggara pemerintah kan enggak hanya satu orang. Ada kepala daerah, ada organisasi samping kepala daerah, seperti BKPP, BPK, dan lainnya, kita bisa bertanya. Bisa meminta advice dan sebagainya," ujarnya.
Lebih lanjut, terkait permintaan DKI agar mengkaji keberadaan mal itu apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang ada, Saefullah mengatakan pihaknya akan mencoba melihat dokumen-dokumen perizinan mereka.
"Kalau perizinan enggak sesuai ya kita tegakkan saja. Enggak sesuai RDTR kita tegakkan saja. Kunci awalnya tata ruang. Cocok enggak tata ruangnya. Kemudian proses perizinannya benar atau tidak," ucap Saefullah.
Sebelumnya, Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas banjir yang menyebabkan berhentinya operasional sejumlah mall.
Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah di Jakarta, Sabtu (11/1) mengatakan pihaknya telah bersurat kepada Pemprov DKI agar membahas kompensasi kerugian akibat banjir.
"Kita mau 'fair' sajalah untuk kompensasi banjir ini. Sejauh ini kita tuntutnya beberapa kebijakan yang menghambat bisa dicabut, seperti pajak," ujar Budihardjo.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020
"Kompensasi bagaimana? Kalau APBD itu ada uang, ada nama nomenklatur, artinya ada angka. Bagaimana kami bisa membayar sesuatu yang tidak ada (dalam APBD)," kata Saefullah di Balai Kota Jakarta, Selasa.
Ketika ditanyakan kembali mengenai kemungkinan para penyewa mal tersebut mendapat keringanan pajak menyusul tidak kunjung beroperasinya mal karena banjir yang terjadi, Saefullah mengatakan hingga kini dirinya belum menerima surat permintaan akan hal itu.
"Belum ada suratnya. Kalau ada surat, dibaca, didiskusikan, ditanya kiri-kanan. Karena penyelenggara pemerintah kan enggak hanya satu orang. Ada kepala daerah, ada organisasi samping kepala daerah, seperti BKPP, BPK, dan lainnya, kita bisa bertanya. Bisa meminta advice dan sebagainya," ujarnya.
Lebih lanjut, terkait permintaan DKI agar mengkaji keberadaan mal itu apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang ada, Saefullah mengatakan pihaknya akan mencoba melihat dokumen-dokumen perizinan mereka.
"Kalau perizinan enggak sesuai ya kita tegakkan saja. Enggak sesuai RDTR kita tegakkan saja. Kunci awalnya tata ruang. Cocok enggak tata ruangnya. Kemudian proses perizinannya benar atau tidak," ucap Saefullah.
Sebelumnya, Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas banjir yang menyebabkan berhentinya operasional sejumlah mall.
Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah di Jakarta, Sabtu (11/1) mengatakan pihaknya telah bersurat kepada Pemprov DKI agar membahas kompensasi kerugian akibat banjir.
"Kita mau 'fair' sajalah untuk kompensasi banjir ini. Sejauh ini kita tuntutnya beberapa kebijakan yang menghambat bisa dicabut, seperti pajak," ujar Budihardjo.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020