Biro Humas Setprov Kaltim kembali memfasilitasi kunjungan jurnalistik dalam rangka sosialisasi Program Kampung Iklim (Proklim) + yakni pelaksanaan program pengurangan emisi berbayar Forest Carbon Partnership Fasility (FCPF) Carbon Fund 2020 - 2024.


Lokasi yang dipilih Kampung Tanjung Soke, Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat. Bila melihat agenda yang dirilis kunjungan akan berlangsung selama empat hari, 26-29 November 2019.

Tanjung Soke merupakan salah satu lokasi pelaksanaan Proklim+ dengan ekosistem dataran tinggi dan pedalaman, awak media akan diajak melihat komitmen masyarakat membangun kampung dengan tetap menjaga kelestarian hutan.

"Di sana kita akan lihat bagaimana peran aktif masyarakat menjaga tutupan hutan, maksudnya mereka memanfaatkan SDA yang ada tanpa merusak kawasan berhutan," ujar Kabag Kehumasan atas nama Kepala Biro Humas Setprov Kaltim melalui Kasubag Publikasi Inni Indarpuri saat pengarahan sebelum keberangkatan kunjungan jurnalistik ke Kabupaten Kutai Barat,  di Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (26/11).

Inni didampingi Kasubag Hubungan Internal dan Eksternal, Murni dan Kasubag Data dan Informasi, M Huseni Labib, dan Konsultan Sosial FCPF Carbon Fund, Wijaya, serta perwakilan Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim.

Tanjung Soke menjadi tujuan kunjungan karena karakteristik kampungnya, daerah tersebut banyak menyimpan peninggalan kuno yang khas sehingga bisa dieskplorasi dan diulas dalam tulisan apik melalui media massa.

Hasil diskusi penentuan lokasi bersama tim mengungkap bahwa daerah itu bisa digolongkan "Benteng Terakhir Suku Dayak" di Kutai Barat.

Alasannya, Tanjung Soke merupakan daerah yang masih mempertahankan budaya khas Suku Dayak setempat dan lokasinya terbilang sulit diakses karena keterbatasan infrastrktur jalan, sehingga termasuk jarang dikunjungi.

Sementara saat rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) direalisasikan, Tanjung Soke termasuk daerah penyangga secara geografis lokasinya berdekatan dengan lokasi pemindahan IKN di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara diperkirakan hanya butuh waktu sekitar 60 menit dari IKN.

"Itu makanya dikatakan "Benteng Terakhir Suku Dayak" karena disana lah nanti yang menentukan apakah budaya dan kearifan lokal tetap dipertahankan kemudian apakah masyarakat adatnya tetap menjaga hutan, kalian akan jadi saksi wajah Tanjung Soke sebelum dan sesudah Kaltim jadi IKN," sebutnya.

Terpenting, kata dia, tujuan kunjungan jurnalistik ingin mensosialisasikan Proklim + dan FCPF Carbon Fund tercapai.sama seperti lokasi kunjungan sebelumnya dengan karakteristik masing-masing, yakni Kampung Muhuran, Kota Bangun, Kukar ekosistem rawa gambut, Kelurahan Mentawir, Sepaku, PPU ekosistem mangrove, dan kampung di Berau ekosistem pesisir dan karts.

Sependapat dengan itu, Wijaya menyebut kunjungan jurnalistik dimaksudkan memberikan ruang bagi jurnalis mengangkat isu lingkungan dan sosial.

Sedangkan penetapan Tanjung Soke sebagai tujuan kunjungan karena merupakan pelaksanaan Kampung Iklim+ dengan komitmen masyarakat adat di dalamnya dengan kearifan lokal mengelola SDA.

"Selain itu, Tanjung Soke memiliki banyak kekhasan bahkan mitosnya kampung ini yang memberikan wasiat pemindahan lokasi IKN," ungkapnya.

Dia menyebut banyak kekhasan Tanjung Soke yang bisa dieksplorasi sebagai "Benteng Terakhir Kebudayan Dayak" yang menonjol kebudayaan masyarakat memakamkan jenazah cara-cara kuno, di sana ada Keriring Kubur yang menggunakan satu tiang, Tempelaq dengan dua tiang, kubur lungun, dan kubur tanam biasa.

"Paling unik informasinya di sana masih ada mumi. Makanya mari kita liat sama-sama," ajaknya.

Selepas mengunjungi kampung di Kutai Barat ini, rombongan rencananya akan pulang ke Samarinda melalui Petung, Penajam Paser Utara sekaligus meninjau akses jalan menuju IKN.

Pewarta: Arif Maulana

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019