Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) "mengharamkan" lembaga itu menerima dana asing dari sejumlah lembaga donor yakni United States Aid (USAID), Australia Aid (AusAID) dan Departement For International Development (DFID).
"Lembaga-lembaga tersebut adalah bagian dari kekuatan yang menopang neoliberalisme melalui pendanaan yang mereka miliki," kata Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Walhi 2008-2012, di Balikpapan, Rabu.
USAID adalah lembaga yang menyalurkan dana dari para pembayar pajak di Amerika Serikat, AusAID dari Australia, dan DFID dari pemerintah Kerajaan Inggris.
"Tidak hanya itu. Kami juga mengharamkan diri menerima dana dari Bank Dunia (World Bank), IMF (International Monetary Fund), IFI`s (International Finance Institutions), dan lembaga-lembaga pemberi utang luar negeri lainnya," tegas mantan Direktur Eksekutif Walhi yang baru diganti itu.
Penolakan menerima dana dari lembaga-lembaga donor tersebut diputuskan dalam sidang pleno di Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) di Asrama Haji Manggar, Batakan, Balikpapan, Kalimantan Timur yang berakhir Selasa (17/4).
Penolakan itu dimasukkan dalam pasal 36 statuta Walhi dan disahkan pleno.
Menurut catatan Walhi, USAID terlibat dalam pendanaan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
UU ini sangat terasa membawa liberalisme dimana kekuasaan terhadap sumber daya alam sepenuhnya ada di tangan pemilik modal bukan oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti ditegaskan UUD 1945.
Oleh Mahkamah Konstitusi beberapa UU produk DPR RI yang bertentangan UUD 1945 tersebut telah dinyatakan inkonstitusional.
Menurut Berry, upaya penyelamatan lingkungan hidup dalam rangka pemenuhan keadilan ekologis tidak akan berhasil tanpa upaya menghentikan praktik neoliberal di Indonesia.
"Sebab neoliberalisme menempatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup hanya sebagai komoditi semata demi meraup keuntungan ekonomi melalui mekanisme pasar dan mengabaikan aspek sosial dan ekologi," papar Berry yang kampung halamannya di Kalimantan Selatan diobrak-abrik tambang-tambang batubara itu.
Selanjutnnya Walhi akan lebih mengintensifkan penggalangan dana publik untuk membiayai semua kegiatannya selain mengoptimalkan dana dari lembaga donor lain.
"Indonesia kaya, kita sama sekali tidak khawatir," tegas Berry. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Lembaga-lembaga tersebut adalah bagian dari kekuatan yang menopang neoliberalisme melalui pendanaan yang mereka miliki," kata Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Walhi 2008-2012, di Balikpapan, Rabu.
USAID adalah lembaga yang menyalurkan dana dari para pembayar pajak di Amerika Serikat, AusAID dari Australia, dan DFID dari pemerintah Kerajaan Inggris.
"Tidak hanya itu. Kami juga mengharamkan diri menerima dana dari Bank Dunia (World Bank), IMF (International Monetary Fund), IFI`s (International Finance Institutions), dan lembaga-lembaga pemberi utang luar negeri lainnya," tegas mantan Direktur Eksekutif Walhi yang baru diganti itu.
Penolakan menerima dana dari lembaga-lembaga donor tersebut diputuskan dalam sidang pleno di Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) di Asrama Haji Manggar, Batakan, Balikpapan, Kalimantan Timur yang berakhir Selasa (17/4).
Penolakan itu dimasukkan dalam pasal 36 statuta Walhi dan disahkan pleno.
Menurut catatan Walhi, USAID terlibat dalam pendanaan proses pembentukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
UU ini sangat terasa membawa liberalisme dimana kekuasaan terhadap sumber daya alam sepenuhnya ada di tangan pemilik modal bukan oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti ditegaskan UUD 1945.
Oleh Mahkamah Konstitusi beberapa UU produk DPR RI yang bertentangan UUD 1945 tersebut telah dinyatakan inkonstitusional.
Menurut Berry, upaya penyelamatan lingkungan hidup dalam rangka pemenuhan keadilan ekologis tidak akan berhasil tanpa upaya menghentikan praktik neoliberal di Indonesia.
"Sebab neoliberalisme menempatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup hanya sebagai komoditi semata demi meraup keuntungan ekonomi melalui mekanisme pasar dan mengabaikan aspek sosial dan ekologi," papar Berry yang kampung halamannya di Kalimantan Selatan diobrak-abrik tambang-tambang batubara itu.
Selanjutnnya Walhi akan lebih mengintensifkan penggalangan dana publik untuk membiayai semua kegiatannya selain mengoptimalkan dana dari lembaga donor lain.
"Indonesia kaya, kita sama sekali tidak khawatir," tegas Berry. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012