Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Abetnego Tarigan terpilih menjadi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) periode 2012-2018 dalam pemilihan yang berlangsung di Balikpapan, Selasa pagi.
Tarigan mengumpulkan 261 suara di ajang pemilihan yang menjadi momen puncak Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XI Walhi di Asrama Haji Batakan, Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Abetnego Tarigan mengungguli dua kandidat Eksekutif Nasional (EN) lainnya yaitu Riza Damanik dan Ali Akbar. Damanik mendapat 164 suara sementara Ali Akbar mendapat 15 suara.
Sebelumnya juga dilangsungkan pemilihan Dewan Nasional (DN) Walhi. Terpilih sebagai DN yang baru Dadang Sudarja, Dede Sineba, Risma, Irsyad, dan Ibrahim.
Abetnego Tarigan selama ini dikenal sebagai aktivis Sawit Watch, lembaga swadaya masyarakat yang mengkhususkan diri pada pengawasan perkebunan kelapa sawit dengan segala dampaknya.
Sawit Watch juga mendampingi masyarakat yang menjadi korban dampak pengadaan atau perluasan perkebunan kelapa sawit yang memang begitu massif tahun-tahun terakhir ini di Indonesia.
Dalam kampanye saat menjadi kandidat, Tarigan di antaranya menyoroti hal pengkaderan aktivis lingkungan hidup.
"Saya akan mengembangkan dan meningkatkan kapasitas aktivis melalui pendidikan, pelibatan, dan pertukaran," paparnya.
Tarigan sendiri menjalani dan matang dalam apa yang disebutkannya itu. Ia banyak mendapat pengalaman dalam berbagai kegiatan, acara seminar dan diskusi di Malaysia, Filipina, dan beberapa negara Eropa.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia berdiri tahun 1980. Ini adalah wahana, wadah, yang didirikan oleh organisasi-organisasi non pemerintah (ornop) yang kemudian sekarang disebut lembaga swadaya masyarakat atau LSM. Kebanyakan ornop pendirinya saat itu bergerak di bidang lingkungan hidup.
Terlepas dari Walhi sekarang yang menjadi kelompok penekan dan biasa berseberangan dengan pemerintah, dalam sejarahnya upaya pendirian Walhi banyak difasilitasi pemerintah, yaitu Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim.
Cita-cita Emil agar masyarakat bisa mandiri, terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan lingkungan ketika itu.
Sebelum pemilihan eksekutif nasional (eknas, atau EN), digelar sidang laporan pertanggungjawaban (LPJ) dari Eksekutif Nasional dan Dewan Nasional (DN) periode 2008-2012.
Pertanggungjawaban Berry Nahdian Furqan sebagai Direktur Walhi banyak mendapat sorotan dan kemudian hampir saja mengalami penolakan.
Menurut Ubus dari Kompas Borneo Banjarmasin, Eksekutif Nasional dan Dewan Nasional kebanyakan menggelar program yang tidak pernah menyentuh kepentingan anggota dan kampanye persoalan lingkungan dan hak asasi manusia yang mengendur daripada periode sebelumnya.
Berry membantah dengan berargumen bahwa wilayah kerja eksekutif nasional seperti dirinya dan eksekutif daerah (direktur Walhi Kaltim, misalnya) sangat jelas.
"Kita harus meletakan semua hal sesuai dengan porsinya. Jika yang terjadi di Mesuji, Ambon, NTB, dan berbagai daerah lain harus diurusi oleh Eksekutif Nasional, untuk apa ada Eksekutif Daerah di 27 Provinisi," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Tarigan mengumpulkan 261 suara di ajang pemilihan yang menjadi momen puncak Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XI Walhi di Asrama Haji Batakan, Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Abetnego Tarigan mengungguli dua kandidat Eksekutif Nasional (EN) lainnya yaitu Riza Damanik dan Ali Akbar. Damanik mendapat 164 suara sementara Ali Akbar mendapat 15 suara.
Sebelumnya juga dilangsungkan pemilihan Dewan Nasional (DN) Walhi. Terpilih sebagai DN yang baru Dadang Sudarja, Dede Sineba, Risma, Irsyad, dan Ibrahim.
Abetnego Tarigan selama ini dikenal sebagai aktivis Sawit Watch, lembaga swadaya masyarakat yang mengkhususkan diri pada pengawasan perkebunan kelapa sawit dengan segala dampaknya.
Sawit Watch juga mendampingi masyarakat yang menjadi korban dampak pengadaan atau perluasan perkebunan kelapa sawit yang memang begitu massif tahun-tahun terakhir ini di Indonesia.
Dalam kampanye saat menjadi kandidat, Tarigan di antaranya menyoroti hal pengkaderan aktivis lingkungan hidup.
"Saya akan mengembangkan dan meningkatkan kapasitas aktivis melalui pendidikan, pelibatan, dan pertukaran," paparnya.
Tarigan sendiri menjalani dan matang dalam apa yang disebutkannya itu. Ia banyak mendapat pengalaman dalam berbagai kegiatan, acara seminar dan diskusi di Malaysia, Filipina, dan beberapa negara Eropa.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia berdiri tahun 1980. Ini adalah wahana, wadah, yang didirikan oleh organisasi-organisasi non pemerintah (ornop) yang kemudian sekarang disebut lembaga swadaya masyarakat atau LSM. Kebanyakan ornop pendirinya saat itu bergerak di bidang lingkungan hidup.
Terlepas dari Walhi sekarang yang menjadi kelompok penekan dan biasa berseberangan dengan pemerintah, dalam sejarahnya upaya pendirian Walhi banyak difasilitasi pemerintah, yaitu Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim.
Cita-cita Emil agar masyarakat bisa mandiri, terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan lingkungan ketika itu.
Sebelum pemilihan eksekutif nasional (eknas, atau EN), digelar sidang laporan pertanggungjawaban (LPJ) dari Eksekutif Nasional dan Dewan Nasional (DN) periode 2008-2012.
Pertanggungjawaban Berry Nahdian Furqan sebagai Direktur Walhi banyak mendapat sorotan dan kemudian hampir saja mengalami penolakan.
Menurut Ubus dari Kompas Borneo Banjarmasin, Eksekutif Nasional dan Dewan Nasional kebanyakan menggelar program yang tidak pernah menyentuh kepentingan anggota dan kampanye persoalan lingkungan dan hak asasi manusia yang mengendur daripada periode sebelumnya.
Berry membantah dengan berargumen bahwa wilayah kerja eksekutif nasional seperti dirinya dan eksekutif daerah (direktur Walhi Kaltim, misalnya) sangat jelas.
"Kita harus meletakan semua hal sesuai dengan porsinya. Jika yang terjadi di Mesuji, Ambon, NTB, dan berbagai daerah lain harus diurusi oleh Eksekutif Nasional, untuk apa ada Eksekutif Daerah di 27 Provinisi," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012