Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur jelang akhir 2019 akan bergegas memulai aktif pada penanganan kasus stuntinng dengan melakukan aksi "jemput bola" melalui Gerakan Keluarga Peduli Pencegahan & Atasi Stunting (RaGaPanTas).


Hal itu dikemukakan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kukar dr. Aulia Rahman Basri ketika dihubungi di Tenggarong, Sabtu sembari mengatakan, hal itu wajar karena Kabupaten Kukar menjadi salah satu lokus program penanganan dan pencegahan stunting di Indonesia dan khusus di Kaltim juga meliputi di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kutai Barat, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur.

"Kini saatnya kita mempersiapkan serius dengan melibatkan peran serta seluruh lapisan termasuk warga masyarakat melalui program RaGaPanTas yang rencananya diluncurkan pada 12 November 2019 persis pada peringatan Hari Kesehatan," kata dr. Aulia.

Ketika disinggung prevalensi stuntinng di Kukar, dikatakan saat ini pada kisaran 19,1% sehingga angka itu di bawah angka nasional yang berada dikisaran 30%.

Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek pernah menyampaikan, angka stunting 2019 turun menjadi 27,67 persen, penurunan tersebut berdasarkan Prevalensi Data Stunting Tahun 2019 dari hasil riset studi status gizi balita di Indonesia.

Kabar angka stunting yang turun dinilai sangat menggembirakan jika dibandingkan data stunting berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang angkanya mencapai 30,8 persen.

"Sebelumnya, Riskesdas 2018 kan stuntingnya 30,8 persen, sekarang kita sudah turun ya 27,67 persen," ungkap Menkes Nila saat konferensi pers Launching Prevalensi Data Stunting Tahun 2019 di Kantor Kementerian Kesehatan RI, Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut dr. Aulia, melalui program RaGaPanTas pihaknya akan mendorong keluarga terlibat aktif memantau pertumbuhan anak dilingkungan mereka terutama pada 1000 hari masa pertumbuhan anak dengan cara memberikan asupan gizi yang baik serta mendeteksi kesehatan anak secara sempurna.

"Perbaiki perilaku hidup keluarga dengan meningkatkan kepedulian keluarga  terhadap pertumbuhan anak-anak dengan selalu memperhatikan atau melihat pertumbuhan anak dengan cara mengukur tinggi badan dengan perbandingan umur anak," katanya.

Stunting menurut dia, adalah satu kondisi kekurangan gizin kronis dalam waktu lama terhadap anak yang mengakibatkan terjadi gangguan pertumbuhan antara lain badannya lebih pendek dibanding dengan usianya.

Kebanyakan orang tua dan keluarga tidak menyadari adanya ketidakseimbangan antara tinggi badan anak dengan usianya sejak usia anak di bawah dua tahun (baduta) dan di bawah usia lima tahun (balita) yang keduannya perlakuan untuk stunting penangananya berbeda.

"Intervensi terhadap kasus stunting pada Baduta selama ini dainggap jauh lebih mudah dan sangat besar peluangnya untuk kembali normal dibanding untuk anak Balita yang dirasakan lebih sulit, disamping adanya perhatian terhadap asupan gizi dan kemungkinan adanya penyakit kronsi," kata dr. Aulia.

Selain harus ada kontrol terhadap asupan gizi sejak masa kehamilan dan usia anak yang bisa menimbulkan kekurangan energi dan kalori (KEK) juga yang juga perlu diperhatikan adalah gangguan penyakit kronis terhadap anak misalnya cacingan dan sering diare sehingga asupan gizi yang masuk tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.

Pewarta: AHM

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019