Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Pemprov Kaltim memprogramkan pembangunan sembilan menara komunikasi di kawasan perbatasan pada 2013 yang masing-masing senilai Rp2,5 miliar, sehingga total pembangunannya akan menghabiskan anggaran Rp22,5 miliar.
"Dana sebesar itu sudah mendapat kesepakatan dalam rapat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov Kaltim," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim, M Jauhar Efendi, di Samarinda, Minggu.
Ia mengatakan kawasan perbatasan yang akan dibangun sembilan menara itu berada di tiga kabupaten yang lokasinya berbatasan langsung antara Provinsi Kaltim dan negeri Jiran, Malaysia.
Rinciannya adalah, tiga menara di Kabupaten Malinau, tiga menara di Nunukan, dan tiga menara lagi akan dibangun di Kabupaten Kutai Barat.
Sementara itu, pada 2012 juga segera dibangun menara komunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) yang juga di kawasan perbatasan dengan nilai Rp2 miliar.
Menara ini tepatnya di Desa Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Malinau. Jika semua proyek ini terealisasi, maka pada 2013 di perbatasan Kaltim akan berdiri sebanyak 10 menara komunikasi.
Menurut dia, keberadaan menara BTS di kawasan perbatasan bukan hanya sebatas keinginan masyarakat, melainkan sudah menjadi kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi pemerintah.
Secara umum, lanjut dia, pembangunan menara BTS dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi. Namun hal itu dapat dilakukan hanya untuk kawasan yang memiliki padat penduduk, seperti di daerah perkotaan.
Sedangkan di daerah perbatasan dan perdesaan yang penduduknya sedikit, maka perusahaan telepon seluler tidak mau membangunnya karena beralasan akan merugi, yakni biaya pembangunannya mahal, sedangkan penggunanya sedikit sehingga tidak akan kembali modal.
Ia mengatakan prinsip pelayanan adalah jika pihak swasta tidak bersedia memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pemerintah harus turun tangan untuk memenuhinya, makanya kebutuhan masyarakat terhadap komunikasi ini harus dipenuhi karena sudah menjadi kebutuhan.
Upaya ini dilakukan untuk membuka keterisolasian akses jaringan telekomunikasi, pasalnya tidak ada satu pun operator seluler yang bersedia membangun menara sendiri, alasan adalah biaya tinggi dan tidak sesuai dengan jumlah calon pelanggan.
Jika menara sudah berdiri, lanjutnya, maka hal itu akan memancing para operator selular agar mau membuka akses jaringan telekomunikasi di kawasan perbatasan, karena operator tinggal meletakkan BTS di menara yang sudah tersedia.
Pemanfaatan menara oleh operator atau perusahaan telekomunikasi akan diterapkan sistem sewa, namun hingga kini pihaknya belum memasang harga sewa karena harus dibicarakan dulu dengan semua pihak terkait.
"Jika menara sudah berdiri dan disewa oleh maksimal tiga operator di masing-masing menara, maka hal ini akan dapat menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kaltim," ujar Jauhar mengakhiri. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Dana sebesar itu sudah mendapat kesepakatan dalam rapat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov Kaltim," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim, M Jauhar Efendi, di Samarinda, Minggu.
Ia mengatakan kawasan perbatasan yang akan dibangun sembilan menara itu berada di tiga kabupaten yang lokasinya berbatasan langsung antara Provinsi Kaltim dan negeri Jiran, Malaysia.
Rinciannya adalah, tiga menara di Kabupaten Malinau, tiga menara di Nunukan, dan tiga menara lagi akan dibangun di Kabupaten Kutai Barat.
Sementara itu, pada 2012 juga segera dibangun menara komunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) yang juga di kawasan perbatasan dengan nilai Rp2 miliar.
Menara ini tepatnya di Desa Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Malinau. Jika semua proyek ini terealisasi, maka pada 2013 di perbatasan Kaltim akan berdiri sebanyak 10 menara komunikasi.
Menurut dia, keberadaan menara BTS di kawasan perbatasan bukan hanya sebatas keinginan masyarakat, melainkan sudah menjadi kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi pemerintah.
Secara umum, lanjut dia, pembangunan menara BTS dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi. Namun hal itu dapat dilakukan hanya untuk kawasan yang memiliki padat penduduk, seperti di daerah perkotaan.
Sedangkan di daerah perbatasan dan perdesaan yang penduduknya sedikit, maka perusahaan telepon seluler tidak mau membangunnya karena beralasan akan merugi, yakni biaya pembangunannya mahal, sedangkan penggunanya sedikit sehingga tidak akan kembali modal.
Ia mengatakan prinsip pelayanan adalah jika pihak swasta tidak bersedia memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pemerintah harus turun tangan untuk memenuhinya, makanya kebutuhan masyarakat terhadap komunikasi ini harus dipenuhi karena sudah menjadi kebutuhan.
Upaya ini dilakukan untuk membuka keterisolasian akses jaringan telekomunikasi, pasalnya tidak ada satu pun operator seluler yang bersedia membangun menara sendiri, alasan adalah biaya tinggi dan tidak sesuai dengan jumlah calon pelanggan.
Jika menara sudah berdiri, lanjutnya, maka hal itu akan memancing para operator selular agar mau membuka akses jaringan telekomunikasi di kawasan perbatasan, karena operator tinggal meletakkan BTS di menara yang sudah tersedia.
Pemanfaatan menara oleh operator atau perusahaan telekomunikasi akan diterapkan sistem sewa, namun hingga kini pihaknya belum memasang harga sewa karena harus dibicarakan dulu dengan semua pihak terkait.
"Jika menara sudah berdiri dan disewa oleh maksimal tiga operator di masing-masing menara, maka hal ini akan dapat menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kaltim," ujar Jauhar mengakhiri. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012