Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Berdasarkan data Dinas Sosial Kalimantan Timur, jumlah anak jalanan dan telantar di provinsi itu mencapai 39.924 anak yang sebagian datang dari luar daerah.
"Rata-rata dari anak jalanan dan telantar ini berada di daerah perkotaan, seperti Samarinda, Balikpapan dan Tarakan. Sedangkan tempat mereka mencari rizki kebanyakan di simpang empat jalan atau lampu merah," kata Kepala Dinas Sosial Kalimantan Timur (Kaltim) Berre Ali di Samarinda, Sabtu.
Menurut dia, anak-anak yang berada di jalan itu masih berusia emas, sedangkan pembentukan karakter generasi bangsa justru dimulai pada usia mereka yang saat ini banyak hidup di jalanan tersebut.
Jika kondisi ini dibiarkan tanpa solusi yang baik, maka hampir bisa dipastikan, masa depan Kaltim akan semakin suram. Karena itu pihaknya terus berupaya agar masalah tersebut tidak terus berlarut.
Selama ini, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan anak jalanan dan telantar kepada kehidupan mereka yang normal, yakni sebagai anak yang harus menjalani kehidupan anak, bukan mencari nafkah, apalagi di jalan raya yang panas dan banyak polusi dari berbagai jenis knalpot kendaraan.
"Sesuai `Convention on the right of the Child` (Konvensi Anak), 20 November 1989 di Jenewa, setiap anak memiliki hak yang sama untuk hidup, tumbuh kembang, memperoleh perlindungan dari kekerasan dan hak untuk berpartisipasi," ujarnya.
Sedangkan berbagai upaya yang dilakukan pihaknya agar mereka tidak tumbuh dan berkembang di jalan adalah penertiban, pembinaan dan memberikan berbagai program pelatihan keterampilan agar mereka memiliki keahlian untuk bekerja, bahkan mampu membuka lapangan kerja.
Upaya lain yang dilakukan adalah penguatan dari sisi keluarga hingga mengembalikan anak jalanan dan telantar yang merupakan kiriman (korban perdagangan anak), yakni dikembalikan ke daerah asal.
Selama ini, kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan advokasi untuk pengasuhan anak yang diarahkan kepada para orang tua dan keluarga jika masih memiliki keluarga.
Selain itu juga diupayakan pemenuhan kebutuhan dasar, bimbingan dan pelatihan keterampilan bagi anak putus sekolah serta memberikan bantuan peralatan sekolah, sedangkan upaya terakhir, yakni dengan pola pengasuhan di dalam panti asuhan.
"Sesuai Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka perlindungan dilakukan kepada mereka yang berusia di bawah usia 18 tahun dan tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental spiritual dan sosial," ujar Berre. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
"Rata-rata dari anak jalanan dan telantar ini berada di daerah perkotaan, seperti Samarinda, Balikpapan dan Tarakan. Sedangkan tempat mereka mencari rizki kebanyakan di simpang empat jalan atau lampu merah," kata Kepala Dinas Sosial Kalimantan Timur (Kaltim) Berre Ali di Samarinda, Sabtu.
Menurut dia, anak-anak yang berada di jalan itu masih berusia emas, sedangkan pembentukan karakter generasi bangsa justru dimulai pada usia mereka yang saat ini banyak hidup di jalanan tersebut.
Jika kondisi ini dibiarkan tanpa solusi yang baik, maka hampir bisa dipastikan, masa depan Kaltim akan semakin suram. Karena itu pihaknya terus berupaya agar masalah tersebut tidak terus berlarut.
Selama ini, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan anak jalanan dan telantar kepada kehidupan mereka yang normal, yakni sebagai anak yang harus menjalani kehidupan anak, bukan mencari nafkah, apalagi di jalan raya yang panas dan banyak polusi dari berbagai jenis knalpot kendaraan.
"Sesuai `Convention on the right of the Child` (Konvensi Anak), 20 November 1989 di Jenewa, setiap anak memiliki hak yang sama untuk hidup, tumbuh kembang, memperoleh perlindungan dari kekerasan dan hak untuk berpartisipasi," ujarnya.
Sedangkan berbagai upaya yang dilakukan pihaknya agar mereka tidak tumbuh dan berkembang di jalan adalah penertiban, pembinaan dan memberikan berbagai program pelatihan keterampilan agar mereka memiliki keahlian untuk bekerja, bahkan mampu membuka lapangan kerja.
Upaya lain yang dilakukan adalah penguatan dari sisi keluarga hingga mengembalikan anak jalanan dan telantar yang merupakan kiriman (korban perdagangan anak), yakni dikembalikan ke daerah asal.
Selama ini, kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan advokasi untuk pengasuhan anak yang diarahkan kepada para orang tua dan keluarga jika masih memiliki keluarga.
Selain itu juga diupayakan pemenuhan kebutuhan dasar, bimbingan dan pelatihan keterampilan bagi anak putus sekolah serta memberikan bantuan peralatan sekolah, sedangkan upaya terakhir, yakni dengan pola pengasuhan di dalam panti asuhan.
"Sesuai Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka perlindungan dilakukan kepada mereka yang berusia di bawah usia 18 tahun dan tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental spiritual dan sosial," ujar Berre. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012