Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui instansi terkait terus memberikan perhatian kepada anak berkebutuhan khusus (ABK), karena mereka adalah anak spesial yang meski memiliki kelemahan fisik, namun mempunyai kelebihan di bidang tertentu.


"Kondisi sosial dan budaya masyarakat terkadang masih diskriminatif terhadap ABK, maka kami terus melakukan berbagai langkah agar mereka diperlakukan adil," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim, Halda Arsyad di Samarinda, Senin (15/4).

Didampingi Kasi Perlindungan Anak Siti Khotijah, ia melanjutkan sejumlah langkah yang telah dilakukan pihaknya antara lain dengan melakukan pelatihan penanganan kepada ABK dan pendampingan kepada orang tua yang memiliki ABK.

Selain itu, pihaknya juga telah membentuk Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIK-PPD), sehingga forum ini bisa menjadi wadah konsultasi dalam penanganan ABK yang lebih baik.

"Forum ABK Provinsi Kaltim yang dibentuk oleh DKP3A Kaltim tahun 2018, hingga kini terus aktif. Forum ini juga merupakan satu-satunya yang ada di Indonesia hingga sekarang," tuturnya.

Selama ini, lanjutnya, masih banyak orang tua yang belum mengerti tentang ABK dan cara menanganinya. Bahkan ada orang tua yang memiliki ABK sebagai sebuah hukuman, kesalahan di masa lalu, dan ada yang berpendapat itu faktor magis.

Padahal, katanya, banyak faktor yang mempengaruhi sampai anak menjadi ABK, antara lain faktor lingkungan, trauma, infeksi, keracunan saat hamil, genetik atau kurang gizi.

Pihaknya juga mengaku sangat mendukung sistem pendidikan paling mutakhir bagi ABK, yakni dengan layanan pendidikan sekolah inklusi.

Siti menuturkan, tanggal 2 April diperingati sebagai World Autism Awareness Day atau Hari Kesadaran Autisme Sedunia. Penetapannya dilakukan PBB pada 2007, sehingga peringatan ini menjadi momentum menumbuhkan kesadaran dalam mendukung penyandang autis atau ABK dan menentang diskriminasi terhadap mereka.

ABK, katanya, merupakan anak berkarakter khusus yang memiliki kelainan baik fisik, emosional, mental, maupun sosial, yakni dalam proses pertumbuhannya berbeda jika dibandingkan dengan anak lain yang seusia dengannya.

"ABK memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang sesuai dengan kemampuan dan potensinya. Contoh, bagi tunanetra, maka memerlukan modifikasi bahan bacaan menjadi huruf braille (huruf timbul)," katanya.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019