Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Sebagian hutan dan perairan di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, kini rusak oleh berbagai aktivitas, padahal kawasan itu menjadi habitat berbagai jenis satwa langka yang hidup di daratan maupun lautnya.

"Kawasan Teluk Balikapan menyimpan keanekaragaman hayati luar biasa sehingga penting sekali menjaga kelestariannya," ujar Stanislav Lhota, peneliti primata di Teluk Balikpapan dari Universitas Southern Bohemia, Republik Ceko di Balikpapan, Rabu.

Kerusakan di kawasan hutan tropis dataran rendah itu antara karena aktifitas perusahaan tambang batu bara, sawit serta proyek pengerukan utara Balikpapan.

Teluk Balikpapan  memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 211.456 hektar dan perairan seluas 16.000 hektar.

Tercatat juga ada 54 sub-DAS menginduk di wilayah teluk ini, termasuk salah satunya adalah DAS Sei Wain yang sudah menjadi hutan lindung, yakni Hutan Lindung Sungai Wain.

Hutan bakau di Teluk Balikpapan menjadi habitat untuk populasi bekatan atau monyet hidung panjang (Nasalis larvatus) paling strategis karena jumlah primata langka di kawasan itu mewakili lima persen dari total seluruh dunia.

Di perairannya, Teluk Balikpapan ditemukan juga beberapa jenis satwa langka antara lain Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) dan Duyung (dugongdugong).

"Kerusakan yang sudah terjadi di kawasan Teluk Balikpapan juga menjadi dasar penolakan atas perluasan hingga 3.000 Ha ke utara Kawasan Industri Kariangau (KIK)," ujarnya.

"Sekarang terjadi sedimentasi hingga 7 ton per hektare per tahun," kata peneliti asing yang akrab dipanggil Stan itu.

Dengan kecepatan sedimentasi seperti itu kini kedalaman Teluk   Balikpapan di bagian yang terdalam tinggal 22 meter. Sampai tahun 2005, kedalaman tersebut masih mencapai 39 meter.

"Itu ancaman serius bagi operasional Pelabuhan Peti Kemas Kariangau. Kalau tidak dikeruk tentu akan bias bikin kandas kapal. Kalau dikeruk, biaya berlabuh pasti jadi mahal karena ada ongkos keruk alur pelayaran," katanya menambahkan.

Terkait program Pemkot Balikpapan dan Pemprov Kaltim itu, pihak Konsorsium  Lembaga Swadaya Masyarakat Balikpapan dan Penajam Paser Utara menolak perluasan KIK tersebut.

Dampak kerusakan lingkungan akibat berbagai aktifitas itu kini sudah terjadi, dibuktikan oleh Stan melalui beberapa foto tentang terumbu karang yang mati dan ketika masih hidup saat diabadikan beberapa waktu silam.

Jufriansyah Koordinator Konsorsium  Lembaga Swadaya Masyarakat Balikpapan menyatakan bahwa matinya terumbu karang akan mengancam  budidaya rumput laut yang dikembangkan masyarakat di Jenebora, Maridan, di Penajam Paser Utara PPU).

"Lebih terancam lagi kelangsungan hidup nelayan dan perikanan, baik oleh nelayan Balikpapan atau pun nelayan warga (PPU). Lebih luas dampaknya akan bisa memicu konflik antara Penajam dan Balikpapan," kata Jufri khawatir.  (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011