Sangata (ANTARA News Kaltim) - Keberadaan satwa langka di Taman Nasional Kutai (TNK), Kutai Timur, Kaltim kian terdesak akibat bertambah memburuknya hutan yang menjadi habitat berbagai jenis penghuni kawasan sekitar 198.000 hektare itu.

"Salah satu indikator memburuknya kondisi alam di TNK menyebabkan kita sulit melihat penghuni TNK, antara lain rusa sambar, orangutan (Pongo pygmaues Mario), uwauwa dan bekantan," kata Iskandar, salah seorang petugas Balai TNK di Sangata, Selasa.

Kawasan TNK yang disebut-sebut sebagai "benteng terakhir hutan tropis dataran rendah di Kaltim" juga berfungsi untuk kawasan wisata alam,   pusat kegiatan penelitian dan pendidikan alam.

TNK tercatat sebagai salah satu dari tiga kawasan konservasi di Indonesia untuk pusat rehabilitasi orangutan.

Menurut Iskandar, sekitar dua tahun lalu, warga masih bisa menyaksikan kehidupan liar berbagai jenis satwa langka, misalnya orangutan, uwauwa dan beruang madu.

Namun, kini sangat sulit mendapati satwa penghuni kawasan yang memiliki hutan damar terluas di dunia itu.

Ia menduga bahwa selain terdesak karena habitatnya terus berkurang juga karena ditangkap oleh pemburu liar.

Iskandar mengatakan, kerusakan kawasan taman nasional kutai TNK mengalami kerusakan paling parah sekitar tiga tahun lalu. Masyarakat melakukan penyerobotan lahan serta melakukan praktik tebangan liar.

Meskipun dari pihak TNK telah melakukan pencegahan dan pengawasan, namun kelompok masyarakat  tidak menghentian akifitasnya, namun justru semakin sulit dihentikan.

"Jadi semenjak hutan dala kawasan TNK dijarah dan rusak, mengakibatkan seluruh penghuni hutan seperti orang utan, owa-owa, rusah, beruang hilang dan lari hingga sekaran tidak ada lagi," katanya.

Taman Nasional Kutai  terbagi atas tipe vegetasi hutan pantai atau mangrove, hutan awa air tawar, hutan keranga, hutan genangan dataran rendah dan hutan campuran, serta hutan ulin, meranti dan hutan kapur.

TNK juga memiliki tumbuhan, seperti bakau, tancang, cemara laut, simpur, meranti, enuang, kapur, ulin, bunga raflesia, dan berbagai jenis anggrek hutan. Serta aneka ragam satwa, seperti orangutan, owa Kalimantan, bekantan, ker ekor panjang, beruk, kukang.

Iskandar mengatakan bahwa sebagai petugas polisi hutan tidak mengetahui persis berapa persen kerusakannya.  

"Saya hanya menjaga saja, kalau kerusakan saya tidak mengerti silahkan tanyakan kepada  pimpinan," katanya.

Hambatan pengamanan kawasan itu, antara lain kurangnya kesadaran warga, serta keterbatasan personil pengamanan dibandingkan luas wilayah serta kelemahan infrastruktur untuk mengawasinya. (*)

Pewarta: Adi Sagaria

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011