Samarinda (Antaranews Kaltim) - Warga Kampung Ongko Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur, lebih memilih mempertahankan kebun karet rakyat seluas 66 hektare ketimbang menjualnya untuk dijadikan industri tambang batu bara.

"Jika PT Kencana Wilsa, perusahaan tambang bara, memaksakan masuk ke kampung kami, maka akan ada 66 hektare perkebunan milik rakyat yang musnah karena akan berganti dengan tambang batu bara, makanya kami sepakat menolak tambang," ujar Bagun, Petinggi Kampung Ongko Asa di Samarinda, Selasa.

Bagun mengungkapkan, pernyataan ini ketika melakukan konferensi pers di Samarinda yang difasilitasi oleh Dinamisator Jaringan Advokat Tambang (Jatam) Kaltim. Konferensi tersebut juga dihadiri Ketua Adat Ongko Asa, Ketua Badan Permusyawaratan Kampung, perwakilan pemuda, dan sejumlah masyarakat Ongko Asa.

Bagun menjelaskan, lahan di kampung yang dipimpinnya itu diperkirakan ada sekitar 5.000 hektare, termasuk 66 hektare kebun karet yang akan rusak jika pemerintah daerah mengizinkan PT Kencana Wilsa menambang di kampung tersebut.

Padahal, lanjutnya, selama ini warga sudah hidup berkecukupan dari hasil berladang dan berkebun, terutama perkebunan karet sehingga mereka tidak mau terusik dengan kehadiran tambang batu bara.

Ia menjelaskan, kampung tersebut dihuni oleh 101 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 300 jiwa. Sebanyak 95 persen warganya bermata pencaharian sebagai petani baik petani kebun maupun ladang. Terdapat dua kelompok tani karet yang ada di kampung ini dengan total anggota 66 orang.

Dalam kaitan penolakan kehadiran perusahaan tambang, lanjutnya, warga bahkan sudah menggelar musyawarah adat yang hasil keputusannya adalah menolak tambang.

Hasil musyawarah tentang penolakan tambang itu, Selasa ini akan diserahkan kepada Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, namun sayangnya saat ini masih suasana cuti bersama sehingga mereka menunda penyerahan surat tersebut.

"Isi surat yang sudah kami sepakati dan akan diserahkan kepada gubernur adalah penolakan warga terhadap kegiatan pertambangan di kampung kami, termasuk minta kepada Bapak Gubernur mengeluarkan wilayah Kampung Ongko Asa dari konsesi izin pertambangan batu bara PT Kencana Wilsa," ucap Bagun.

Sementara Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang, dalam kesempatan itu mengatakan bahwa pihaknya menjunjung tinggi hak peto rakyat yang menolak pertambangan, sehingga pemerintah juga harus berpihak pada suara bulat masyarakat tersebut.

"Suara bulat masyarakat ini dapat dibuktikan dengan beberapa hal, diantaranya melalui rapat adat besar yang sepakat menolak kehadiran tambang batu bara. Kemudian mereka kemarin jauh-jauh dari Kutai Barat ke Samarinda agar hari ini bisa bertemu wartawan untuk menyuarakan hak mereka," ucap Rupang.

Bahkan, lanjut ia, mereka yang datang ke Samarinda untuk menyatakan kebulatan tekad bukan hanya petinggi, tapi juga Ketua dan Wakil Ketua BPK, Ketua Adat Ongko Asa, perwakilan pemuda, hingga beberapa warga kampung turut mendampingi.

"Warga Ongko Asa sangat mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan. Ini terbukti dari selama ini mereka yang melakukan cocok tanam berbasis ekonomi rakyat yang berkelanjutan terutama dari perkebunan, jadi wajar mereka kemudian menolak kehadiran tambang. Apalagi mereka sadar bahwa tambang akan merusak lingkungan," kata Rupang. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018