Samarinda (Antaranews Kaltim) - Kecamatan Long Pahangai, salah satu kawasan perbatasan dengan Malaysia di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, sedang berkonsentrasi mengembangkan perekonomian berbasis kerakyatan seperti industri gula, kopi, dan kakao.
"Dulu warga kami bisa membuat gula sendiri dari tebu, tapi seiring dengan banyaknya pedagang sembako yang masuk, kemudian pola pikir warga yang konsumtif, maka warga lebih suka membeli ketimbang memproduksi," ujar Camat Long Pahangai Lawing Ngau dihubungi dari Samarinda, Minggu.
Ia juga mengaku bahwa warganya masih banyak yang berubah gaya hidupnya, yakni jika tidak membeli produksi dari luar berarti tidak keren, sehingga ia mulai mengubah gaya hidup tersebut dengan membangkitkan kembali semangat mencukupi kebutuhan pangan seperti tempo dulu.
Sekarang, lanjutnya, secara perlahan di tiap kesempatan, ia memberikan pengertian kepada warga dan kepala kampung bahwa hal yang paling benar adalah dengan menggali potensi lokal desa, sehingga cara ini secara perlahan akan bisa mengurangi ketergantungan produk dari luar yang sesungguhnya barang tersebut bisa diproduksi di desa sendiri.
Ia menuturkan bahwa mahalnya bahan pangan yang dijual di Long Pahangai karena barang tersebut didatangkan dari luar daerah yang memerlukan biaya angkut tinggi. Jika bahan pangan tersebut diproduksi sendiri seperti dulu, tentu harganya tidak semahal sekarang, bahkan dari Long Pahangai bisa jadi menjual ke luar daerah.
Hal ini bisa terjadi karena besarnya potensi yang ada, misalnya ikan ya masih didatangkan dari luar, padahal di Long Pahangai ada sungai besar dan banyak anak sungai yang memungkinkan dibuat keramba, sehingga mulai 2018 kegiatan yang mengarah pengembangan ekonomi lokal perlahan diterapkan di sejumlah kampung.
Potensi lain adalah banyak tanaman kakao dan kopi yang memiliki peluang bukan hanya dijual mentah, namun bisa diolah menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi karena pola seperti ini sudah pernah dilakukan di zaman dulu, sebelum ramainya perdagangan sembako yang masuk ke Long Pahangai.
"Dulu warga kami juga membuat gula putih sendiri dengan cara sederhana dari tebu yang mereka tanam. Potensi semacam inilah yang coba kami bangkitkan, tentunya dengan meningkatkan mesin pengolah gula yang lebih besar dan lebih baik agar bisa untuk skala produksi, bukan sekedar untuk mencukupi kebutuhan lokal," katanya.
Ia menuturkan bahwa sejak 2015 hingga saat ini pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk mempercepat pembangunan sekaligus perputaran ekonomi dari pinggiran, yakni berupa pemberian dana desa sehingga anggaran ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk untuk membangun perkampungan.
Di sisi lain, lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu juga terus memberikan anggaran dengan nama Alokasi Dana Kampung (ADK), sehingga antara dana desa dan ADK ini bisa disinergikan untuk mempercepat pengembangan kampung.
"Jika dana desa digunakan membuat atau membeli mesin pengolah gula, maka dari ADK bisa digunakan untuk pengembangan tebu sekaligus pelatihan penanganan tanaman tebu hingga pelatihan memproduksi gula, jadi sinergitas dua anggaran ini akan saling mendukung," ucap Lawing.
Sedangkan untuk mewujudkan keinginan tersebut, kata dia lagi, maka pengelolaannya harus diserahkan ke Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) untuk dikelola profesional agar usahanya benar-benar berjalan optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Dulu warga kami bisa membuat gula sendiri dari tebu, tapi seiring dengan banyaknya pedagang sembako yang masuk, kemudian pola pikir warga yang konsumtif, maka warga lebih suka membeli ketimbang memproduksi," ujar Camat Long Pahangai Lawing Ngau dihubungi dari Samarinda, Minggu.
Ia juga mengaku bahwa warganya masih banyak yang berubah gaya hidupnya, yakni jika tidak membeli produksi dari luar berarti tidak keren, sehingga ia mulai mengubah gaya hidup tersebut dengan membangkitkan kembali semangat mencukupi kebutuhan pangan seperti tempo dulu.
Sekarang, lanjutnya, secara perlahan di tiap kesempatan, ia memberikan pengertian kepada warga dan kepala kampung bahwa hal yang paling benar adalah dengan menggali potensi lokal desa, sehingga cara ini secara perlahan akan bisa mengurangi ketergantungan produk dari luar yang sesungguhnya barang tersebut bisa diproduksi di desa sendiri.
Ia menuturkan bahwa mahalnya bahan pangan yang dijual di Long Pahangai karena barang tersebut didatangkan dari luar daerah yang memerlukan biaya angkut tinggi. Jika bahan pangan tersebut diproduksi sendiri seperti dulu, tentu harganya tidak semahal sekarang, bahkan dari Long Pahangai bisa jadi menjual ke luar daerah.
Hal ini bisa terjadi karena besarnya potensi yang ada, misalnya ikan ya masih didatangkan dari luar, padahal di Long Pahangai ada sungai besar dan banyak anak sungai yang memungkinkan dibuat keramba, sehingga mulai 2018 kegiatan yang mengarah pengembangan ekonomi lokal perlahan diterapkan di sejumlah kampung.
Potensi lain adalah banyak tanaman kakao dan kopi yang memiliki peluang bukan hanya dijual mentah, namun bisa diolah menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi karena pola seperti ini sudah pernah dilakukan di zaman dulu, sebelum ramainya perdagangan sembako yang masuk ke Long Pahangai.
"Dulu warga kami juga membuat gula putih sendiri dengan cara sederhana dari tebu yang mereka tanam. Potensi semacam inilah yang coba kami bangkitkan, tentunya dengan meningkatkan mesin pengolah gula yang lebih besar dan lebih baik agar bisa untuk skala produksi, bukan sekedar untuk mencukupi kebutuhan lokal," katanya.
Ia menuturkan bahwa sejak 2015 hingga saat ini pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk mempercepat pembangunan sekaligus perputaran ekonomi dari pinggiran, yakni berupa pemberian dana desa sehingga anggaran ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk untuk membangun perkampungan.
Di sisi lain, lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu juga terus memberikan anggaran dengan nama Alokasi Dana Kampung (ADK), sehingga antara dana desa dan ADK ini bisa disinergikan untuk mempercepat pengembangan kampung.
"Jika dana desa digunakan membuat atau membeli mesin pengolah gula, maka dari ADK bisa digunakan untuk pengembangan tebu sekaligus pelatihan penanganan tanaman tebu hingga pelatihan memproduksi gula, jadi sinergitas dua anggaran ini akan saling mendukung," ucap Lawing.
Sedangkan untuk mewujudkan keinginan tersebut, kata dia lagi, maka pengelolaannya harus diserahkan ke Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) untuk dikelola profesional agar usahanya benar-benar berjalan optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017