Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan masih mendalami indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan sejumlah nasabah Indonesia di Standard Chartered Plc, sehubungan dengan adanya transfer dana hingga Rp18,8 triliun dari wilayah Guernsey ke Singapura.

"Kami masih terus mendalami kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam hal ini," kata Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae kepada Antara saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Dian mengatakan pihaknya tidak bisa terburu-buru untuk menyimpulkan adanya modus pencucian uang. Yang pasti, kata Dian, yang terlibat dalam transfer dana fantastis tersebut terdiri dari entitas pengusaha (individu) dan juga korporasi.

Indikasi sementara lainnya, kata Dian, adalah pelanggaran perpajakan dengan menhindari atau menyembunyikan aset guna menghindari kewajiban pajak (tax evasion). Transfer dana tersebut dilakukan pada akhir 2015 atau tepat sebelum Guernsey menerapakan "Common Reporting Standard", sebuah kesepakatan global pertukaran informasi secara otomatis terkait pajak.

PPATK sudah menyerahkan hasil analisis ke Ditjen Pajak. Namun, Dian menegaskan, pelanggaran pajak masih bersifat dugaan sementara. Dia meminta untuk menunggu penjelasan resmi dari Ditjen Pajak.

"PPATK masih terus mendalami kemungkinan TPPU nya. Saya kira agar tidak menimbulkan simpang siur, dan tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu, lebih baik kita tunggu dulu hasil investigasi Ditjen Pajak," ujarnya.

Otoritas Jasa Keuangan RI (OJK) sudah meminta anak usaha Standard Chartered Plc di Indonesia untuk memberikan klarifikasi. OJK akan menentukan sikap setelah selesai mendalami penjelasan dari Standard Chartered Indonesia.

"Kami harus lihat otoritas mana yang berwenang atas masalah ini," kata Heru menjawab tindak lanjut kepada Standard Chartered.

Merujuk pada laporan Bloomberg dan South China Morning Post, regulator di Eropa dan Asia sedang melakukan investigasi terhadap Standard Chartered Plc atas transfer dana milik nasabah khusus sebesar 1,4 miliar dolar AS dari Guernsey, yang merupakan daerah kekuasaan Inggris, ke Singapura pada akhir 2015.

Dalam laporan itu disebutkan, aset yang ditransfer tersebut sebagian besar milik nasabah Indonesia.

Regulator juga mendapat laporan adanya kecurigaan terhadap staf bank mengenai transfer tersebut. Transfer tersebut dilakukan jelang Guernsey menerapakan "Common Reporting Standard", sebuah kesepakatan global pertukaran informasi secara otomatis terkait pajak.

Investigasi juga dikabarkan tengah dilakukan oleh bank sentral Singapura yaitu Monetary Authority of Singapura (MAS) dan otoritas keuangan Guernsey yaitu Guernseys Financial Service Commission. (*)

Pewarta: Indra Arief Pribadi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017