Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 3 Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, berkomitmen menciptakan wirausaha muda kreatif melalui penerapan model pembelajaran "Teaching Factory (Tefa)" atau pembelajaran yang berorientasi produksi.
Kepala Dinas Pendidikan Kaltim Dayang Budiati, Selasa, menyatakan proses pendekatan pengembangan pembelajaran wirausaha tersebut, yakni perpaduan metode "Competency Based Training" (CBT) dengan "Production Based Training" atau PBT.
Ia menjelaskan, CBT merupakan pelatihan yang didasarkan atas hal-hal yang diharapkan oleh siswa di tempat kerja.
"Metode CBT ini memberikan tekanan pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang sebagai hasil pelatihan bukan kuantitas dari jumlah pelatihan," ujar Dayang Budiarti.
Sementara metode PBT, lanjut Dayang Budiarti, adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan barang atau sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
"Pendekatan pembelajaran ini adalah suatu konsep pembelajaran dalam ruangan kelas dan laboratorium `Bisnis Center dan Restoran` atau menerapkan pelatihan dalam suasana sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan indusri dan pengetahuan dari sekolah," papar Dayang Budiati.
Melalui pendekatan pembelajaran tersebut maka etos kerja siswa dalam melaksanakan praktek produktif menurut ia akan lebih baik.
"Hal ini ditunjukan dengan adanya peningkatan waktu penyelesaian dan juga kualitas pekerjaan semakin baik. Misalnya, siswa program keahlian Patiseri dan Jasa Boga harus mampu membuat perencanaan produksi makanan dengan modal yang sudah ditentukan hingga memasarkan dan menghitung laba," tutur Dayang Budiarti.
Pengembangan pembelajaran tersebut, tambahnya, dilandasi oleh tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, pendekatan pembelajaran yang berbasis produksi dan pembelajaran di dunia kerja.
"Dukungan mutu pendidikan dan latihan yang berorentasi hubungan sekolah dengan dunia industri dan dunia usaha menerapkan Bisnis Center dan Restoran di sekolah," jelas Dayang Budiarti.
Landasan lain, kata Dayang Budiarti, adalah semakin mahalnya biaya bahan praktek siswa, peralatan yang harus terpelihara dalam kondisi standar, motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga sekolah serta menimbulkan kepercayaan diri dan juga kebanggaan bagi lulusan.
"Model ini adalah pembelajaran yang berorientasi bisnis dan produksi atau suatu proses keahlian atau keterampilan dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Di mana, siswa melaksanakan pembelajaran dengan presentase 30 persen teori dan 70 persen praktek," Jelas Dayang Budiarti.
Kepala SMKN 3 Samarinda Sitti Aisyah mengaku telah meneliti model pembelajaran tersebut.
"Karena itu, melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa yang lulus mampu menjadi SDM kreatif dan mandiri. Melalui model tersebut sekolah ini mampu menghasilkan SDM yang andal karena model ini menuntut kreatifitas siswa khususnya mampu mencari relasi yang luas dengan dunia industri sebagai pendukung dan mitra kerja," tuturnya.
"Inilah yang kami lakukan, sehingga dapat memiliki mitra kerja kegiatan sekolah. Karena, jaringan kemitraan yang luas dengan dunia industri adalah salah satu aset yang sangat penting bagi SMK Negeri 3 Samarinda," papar Sitti Aisyah.
Sistem pembelajaran tersebut lanjut Sitti Aisyah, telah berkembang di Pulau Jawa dan di Kaltim hanya SMK Negeri 3 Samarinda yang melaksanakan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Kepala Dinas Pendidikan Kaltim Dayang Budiati, Selasa, menyatakan proses pendekatan pengembangan pembelajaran wirausaha tersebut, yakni perpaduan metode "Competency Based Training" (CBT) dengan "Production Based Training" atau PBT.
Ia menjelaskan, CBT merupakan pelatihan yang didasarkan atas hal-hal yang diharapkan oleh siswa di tempat kerja.
"Metode CBT ini memberikan tekanan pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang sebagai hasil pelatihan bukan kuantitas dari jumlah pelatihan," ujar Dayang Budiarti.
Sementara metode PBT, lanjut Dayang Budiarti, adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan barang atau sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
"Pendekatan pembelajaran ini adalah suatu konsep pembelajaran dalam ruangan kelas dan laboratorium `Bisnis Center dan Restoran` atau menerapkan pelatihan dalam suasana sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan indusri dan pengetahuan dari sekolah," papar Dayang Budiati.
Melalui pendekatan pembelajaran tersebut maka etos kerja siswa dalam melaksanakan praktek produktif menurut ia akan lebih baik.
"Hal ini ditunjukan dengan adanya peningkatan waktu penyelesaian dan juga kualitas pekerjaan semakin baik. Misalnya, siswa program keahlian Patiseri dan Jasa Boga harus mampu membuat perencanaan produksi makanan dengan modal yang sudah ditentukan hingga memasarkan dan menghitung laba," tutur Dayang Budiarti.
Pengembangan pembelajaran tersebut, tambahnya, dilandasi oleh tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, pendekatan pembelajaran yang berbasis produksi dan pembelajaran di dunia kerja.
"Dukungan mutu pendidikan dan latihan yang berorentasi hubungan sekolah dengan dunia industri dan dunia usaha menerapkan Bisnis Center dan Restoran di sekolah," jelas Dayang Budiarti.
Landasan lain, kata Dayang Budiarti, adalah semakin mahalnya biaya bahan praktek siswa, peralatan yang harus terpelihara dalam kondisi standar, motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan bagi warga sekolah serta menimbulkan kepercayaan diri dan juga kebanggaan bagi lulusan.
"Model ini adalah pembelajaran yang berorientasi bisnis dan produksi atau suatu proses keahlian atau keterampilan dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Di mana, siswa melaksanakan pembelajaran dengan presentase 30 persen teori dan 70 persen praktek," Jelas Dayang Budiarti.
Kepala SMKN 3 Samarinda Sitti Aisyah mengaku telah meneliti model pembelajaran tersebut.
"Karena itu, melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa yang lulus mampu menjadi SDM kreatif dan mandiri. Melalui model tersebut sekolah ini mampu menghasilkan SDM yang andal karena model ini menuntut kreatifitas siswa khususnya mampu mencari relasi yang luas dengan dunia industri sebagai pendukung dan mitra kerja," tuturnya.
"Inilah yang kami lakukan, sehingga dapat memiliki mitra kerja kegiatan sekolah. Karena, jaringan kemitraan yang luas dengan dunia industri adalah salah satu aset yang sangat penting bagi SMK Negeri 3 Samarinda," papar Sitti Aisyah.
Sistem pembelajaran tersebut lanjut Sitti Aisyah, telah berkembang di Pulau Jawa dan di Kaltim hanya SMK Negeri 3 Samarinda yang melaksanakan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017