Samarinda (ANTARA Kaltim) - Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III tidak akan menurap bagian hulu Sungai Karang Mumus, karena bagian hulu bisa dijadikan hutan kota, termasuk untuk mempertahankan daerah aliran sungai agar tidak terdegradasi.

"Tahun ini kami memang mendapat anggaran Rp24 miliar untuk menurap SKM, tapi penurapannya untuk kawasan tengah ke hilir, bukan untuk menurap di bagian hulu," ujar Kepala BWS Kalimantan III Arief Rachman di Samarinda, Sabtu.

Hal itu dikatakan Arief ketika mengunjungi Posko Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) di Jalan Abdul Muthalib, Samarinda.

Tujuan kunjungan salah satunya untuk memantau persiapan peringatsn Hari Air se-Dunia XXV tahun 2017 yang akan dipusatkan di kawasan itu pada 22 Maret.

Ia menilai persiapan acara peringatsn Hari Air sudah mencapai 70 persen.

Menurut ia, tidak diturapnya hulu SKM didasarkan pada fungsi konservasi guna mempertahankan kondisi lingkungan agar bagian hulu tetap berfungsi sebagai tutupan vegetasi lahan DAS, mempertahankan kualitas air, kemampuan menyimpan air, dan curah hujan tidak langsung melimpas ke sungai.

Sedangkan penurapan yang dilakukan di kawasan tengah hingga hilir sungai, lanjutnya, selain untuk kenyamanan masyarakat kota, juga untuk menjaga jangan sampai luapan air sungai melimpah ke sisi darat karena telah dihambat oleh turap.

"Untuk bagian hulu, kita harus sama-sama mengamankan daerah aliran sungai (DAS)-nya. DAS yang masih menghampar luas di hulu harus dipertahankan, begitu pula dengan aneka tumbuhan juga harus dirawat, bila perlu harus ditambah penghijauannya. Termasuk di Keinan Kanopi yang indah di hulu itu harus ditambah agar lebih panjang kanopinya," ucap Arief.

Ia juga mengatakan perilaku masyarakat yang tinggal di bantaran sungai memang kurang bersahabat dengan sungai, sehingga sungai dijadikan tempat pembuangan sampah, termasuk pembuangan tinja karena mereka tidak menyadari bahwa hal itu sama saja mengotori sumber kehidupan.

"Sejarah pemukiman penduduk diawali dari sungai, sehingga hampir seluruh peradaban di dunia diawali dari sungai. Namun sayangnya di Indonesia umumnya, termasuk yang terjadi di Kaltim, banyak warga yang tidak ramah terhadap sungai, padahal sungai harus dirawat, bukan dijadikan tempat sampah," ujarnya.

Kehadiran Arief di Posko GMSS-SKM sekaligus mengalungkan stiker ke salah satu pohon yang bertuliskan namanya plus paraf, dengan maksud untuk merawat pohon tersebut dan jangan sampai ditebang. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017