Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Pers Dewan Pers Imam Wahyudi mendorong awak media untuk mengutamakan verifikasi dalam membuat dan menulis berita yang akan dikonsumsi masyarakat.
"Rukun iman media adalah verifikasi," katanya pada diskusi Kilas Balik 2016 "Mengupas Jurnalisme Hoax" yang diselenggarakan oleh Galeri Foto Jurnalistik Antara di Jakarta, Sabtu.
Imam mengatakan pers harus mengedepankan jurnalisme verifikasi yang selalu mengutamakan verifikasi, memeriksa berulang kembali untuk mendapatkan suatu kebenaran dalam menyampaikan informasi atau berita kepada publik.
Dia mengatakan verifikasi adalah hal mutlak untuk dilakukan awak media, terutama dalam melawan berita palsu (hoax).
Imam menekankan media harus bersikap netral dan menghindari kepentingan yang dapat membuat bias berita yang dibuat.
Imam menuturkan saat ini terdapat sejumlah kecenderungan pada dunia media yang membuat berita, antara lain pembuatan judul berita yang bombastis, tapi tidak sesuai konteks.
"Dalam rangka untuk bertahan hidup media sekarang kecenderngan membuat judul provokatif, bombastis yang sama sekali tidak sesuai konteksnya, begitu saya buka isinya (isi berita) beda sekali," tuturnya.
Kecenderungan lain adalah masyarakat cenderung menyebar informasi atau berita tanpa membaca isinya.
Kemudian, media juga cenderung mengambil ide pemberitaan dari realitas media sosial, bukan realitas sosial, yang mana kebanyakan informasi di media sosial tidak dapat dipertanggungjawabkan dan jauh dari prinsip verifikasi.
Media yang mengambil atau menentukan nara sumber beritanya dari media sosial, selebritas media sosial. Tidak masalah sepanjang media taat dengan prinsip jurnalistik, yaitu verifikasi. Sekarang verifikasi jadi sesuatu yang mewah karena tidak punya waktu, karena (mengedepankan) speed (kecepatan berita tayang)," tuturnya.
Dia mengatakan wartawan harus mencari fakta yang telah diverifikasi terlebih dahulu.
"Salah satu yang harus nempel di benak wartawan yaitu wartawan harus skeptis, tidak mudah percaya, karena skeptis dia harus verifikasi," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Rukun iman media adalah verifikasi," katanya pada diskusi Kilas Balik 2016 "Mengupas Jurnalisme Hoax" yang diselenggarakan oleh Galeri Foto Jurnalistik Antara di Jakarta, Sabtu.
Imam mengatakan pers harus mengedepankan jurnalisme verifikasi yang selalu mengutamakan verifikasi, memeriksa berulang kembali untuk mendapatkan suatu kebenaran dalam menyampaikan informasi atau berita kepada publik.
Dia mengatakan verifikasi adalah hal mutlak untuk dilakukan awak media, terutama dalam melawan berita palsu (hoax).
Imam menekankan media harus bersikap netral dan menghindari kepentingan yang dapat membuat bias berita yang dibuat.
Imam menuturkan saat ini terdapat sejumlah kecenderungan pada dunia media yang membuat berita, antara lain pembuatan judul berita yang bombastis, tapi tidak sesuai konteks.
"Dalam rangka untuk bertahan hidup media sekarang kecenderngan membuat judul provokatif, bombastis yang sama sekali tidak sesuai konteksnya, begitu saya buka isinya (isi berita) beda sekali," tuturnya.
Kecenderungan lain adalah masyarakat cenderung menyebar informasi atau berita tanpa membaca isinya.
Kemudian, media juga cenderung mengambil ide pemberitaan dari realitas media sosial, bukan realitas sosial, yang mana kebanyakan informasi di media sosial tidak dapat dipertanggungjawabkan dan jauh dari prinsip verifikasi.
Media yang mengambil atau menentukan nara sumber beritanya dari media sosial, selebritas media sosial. Tidak masalah sepanjang media taat dengan prinsip jurnalistik, yaitu verifikasi. Sekarang verifikasi jadi sesuatu yang mewah karena tidak punya waktu, karena (mengedepankan) speed (kecepatan berita tayang)," tuturnya.
Dia mengatakan wartawan harus mencari fakta yang telah diverifikasi terlebih dahulu.
"Salah satu yang harus nempel di benak wartawan yaitu wartawan harus skeptis, tidak mudah percaya, karena skeptis dia harus verifikasi," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017