Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Hetifah Sjaifudian menyatakan penentuan kursi di DPR seharusnya bukan hanya berdasarkan jumlah penduduk, mengingat dua wilayah yang diwakilinya sangat luas namun penduduknya sedikit.
"Pembagian kursi dapil hendaknya tidak berdasarkan pada jumlah penduduk semata, tetapi harus melihat luas wilayah suatu dapil, karena luasnya wilayah dengan jumlah penduduk yang sedikit, pasti sebaran penduduknya terpencar sehingga ini harus diperhatikan," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Selasa.
Hetifah yang juga anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu ini mengaku telah menyampaikan permasalahan ini ketika rapat kerja dengan Kemendagri, Kemenkumham, dan Kemenkeu di Jakarta, Senin (13/2).
Dalam rapat kerja itu, ia menyampaikan hasil kunjungan kerja Pansus RUU Pemilu ke Provinsi Kaltim dan Kaltara yang dilaksanakan pada 9-11 Februari 2017 di Balikpapan, Kaltim.
Menurut ia, sejumlah pihak terkait dari Kaltim dan Kaltara meminta agar Pansus RUU Pemilu mempertimbangkan luas wilayah Kaltim dan Kaltara dalam menentukan besaran jumlah kursi di daerah pemilihan (dapil) Kaltim dan Kaltara yang pada Pemilu tahun 2019 akan dipisah.
Dalam kunjungan kerja dengan Pemprov Kaltim dan Kaltara, lanjutnya, Pansus mendapat banyak masukan terkait berbagai isu penting dalam RUU Pemilu.
Menurut Hetifah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim memberikan sejumlah masukan terkait sistem pemilu, apakah menggunakan proporsional terbuka atau tertutup.
"Pada dasarnya kedua sistem ini mengandung konsekuensi. Sistem proporsional terbuka, misalnya, harus disertai dengan seleksi kader parpol yang baik. Begitu pula dengan penerapan sistem proporsional tertutup," katanya.
Mengenai pengawasan pemilu, Hetifah mengatakan ada masukan Bawaslu Kaltim yang mendukung upaya mengubah Panwaslu kabupaten/kota menjadi Bawaslu yang bersifat permanen, karena hal ini sejalan dengan upaya penguatan Bawaslu dari tingkat pusat hingga daerah.
Terkait keterwakilan perempuan dalam politik, ia mengatakan KPU dan Bawaslu Kaltim serta Kaltara mendukung keterwakilan perempuan dalam penyelenggara Pemilu.
"Seluruh Panwaslu kabupaten/kota se-Kaltim telah terpenuhi 30 persen keterwakilan di Panwaslu. Demikian juga KPU se-Kaltara juga telah terpenuhi 30 persen keterwakilan perempuan," ujar politisi Partai Golkar ini.
Ia juga menyampaikan kepada pemerintah agar isu keterwakilan perempuan menjadi perhatian dalam pembahasan RUU Pemilu, karena dirinya telah mendapat masukan dari berbagai komunitas perempuan dan anggota Pansus seperti sistem `Blocking Seat` atau `Reserve Seat`.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
"Pembagian kursi dapil hendaknya tidak berdasarkan pada jumlah penduduk semata, tetapi harus melihat luas wilayah suatu dapil, karena luasnya wilayah dengan jumlah penduduk yang sedikit, pasti sebaran penduduknya terpencar sehingga ini harus diperhatikan," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Selasa.
Hetifah yang juga anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu ini mengaku telah menyampaikan permasalahan ini ketika rapat kerja dengan Kemendagri, Kemenkumham, dan Kemenkeu di Jakarta, Senin (13/2).
Dalam rapat kerja itu, ia menyampaikan hasil kunjungan kerja Pansus RUU Pemilu ke Provinsi Kaltim dan Kaltara yang dilaksanakan pada 9-11 Februari 2017 di Balikpapan, Kaltim.
Menurut ia, sejumlah pihak terkait dari Kaltim dan Kaltara meminta agar Pansus RUU Pemilu mempertimbangkan luas wilayah Kaltim dan Kaltara dalam menentukan besaran jumlah kursi di daerah pemilihan (dapil) Kaltim dan Kaltara yang pada Pemilu tahun 2019 akan dipisah.
Dalam kunjungan kerja dengan Pemprov Kaltim dan Kaltara, lanjutnya, Pansus mendapat banyak masukan terkait berbagai isu penting dalam RUU Pemilu.
Menurut Hetifah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim memberikan sejumlah masukan terkait sistem pemilu, apakah menggunakan proporsional terbuka atau tertutup.
"Pada dasarnya kedua sistem ini mengandung konsekuensi. Sistem proporsional terbuka, misalnya, harus disertai dengan seleksi kader parpol yang baik. Begitu pula dengan penerapan sistem proporsional tertutup," katanya.
Mengenai pengawasan pemilu, Hetifah mengatakan ada masukan Bawaslu Kaltim yang mendukung upaya mengubah Panwaslu kabupaten/kota menjadi Bawaslu yang bersifat permanen, karena hal ini sejalan dengan upaya penguatan Bawaslu dari tingkat pusat hingga daerah.
Terkait keterwakilan perempuan dalam politik, ia mengatakan KPU dan Bawaslu Kaltim serta Kaltara mendukung keterwakilan perempuan dalam penyelenggara Pemilu.
"Seluruh Panwaslu kabupaten/kota se-Kaltim telah terpenuhi 30 persen keterwakilan di Panwaslu. Demikian juga KPU se-Kaltara juga telah terpenuhi 30 persen keterwakilan perempuan," ujar politisi Partai Golkar ini.
Ia juga menyampaikan kepada pemerintah agar isu keterwakilan perempuan menjadi perhatian dalam pembahasan RUU Pemilu, karena dirinya telah mendapat masukan dari berbagai komunitas perempuan dan anggota Pansus seperti sistem `Blocking Seat` atau `Reserve Seat`.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017