Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Para aktivis lingkungan dan pencinta alam di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, melakukan kampanye menolak pertunjukan sirkus lumba-lumba keliling dengan mendatangi sekolah-sekolah untuk mengabarkan kekejaman yang diterima satwa langka itu.

"Akhir pekan lalu kami ke SDN 001 Gunung Pasir dan SDN 011 Sumber Rejo Balikpapan," kata koordinator Koalisi Penyelamat Satwa Balikpapan (KPSB) Maulana Malik ditemui di Balikpapan, Senin.

KPSB menjadi wadah para aktivis lingkungan dan pencinta alam di Kalimantan Timur untuk melawan eksploitasi satwa lumba-lumba di sirkus keliling yang saat ini sedang berpentas di Transmart-Carrefour di Jalan MT Harjono, Balikpapan.

"Pertengahan pekan ini kami berencana ke Sekolah Alam Balikpapan," tambah Maulana.

Menurut Maulana, sambutan di sekolah-sekolah itu sangat antusias. Murid-murid dan guru menjadi sadar bahwa pertunjukan lumba-lumba di sirkus sama sekali bukan edukasi atau pendidikan, tetapi justru eksploitasi.

"Lumba-lumba mestinya kan hidup di laut lepas, bukan di dalam kolam kecil," kata Zahra, seorang murid kelas VI.

Dari kampanye itu, anak-anak juga menjadi tahu bahwa lumba-lumba mau menuruti perintah instrukturnya, karena akan diberi hadiah ikan makanannya. Artinya lumba-lumbanya bekerja dalam keadaan lapar.

"Kami juga sambil menunggu rekomendasi Dinas Pendidikan Kota Balikpapan agar bisa berkunjung ke lebih banyak sekolah," tambah Maulana.

KPSB juga sudah berbicara dengan Himpunan Pendidik Anak Usia Dini (Himpaudi), organisasi para guru taman kanak-kanan dan taman bermain, mengenai kegiatan kampanye itu.

Pertunjukan sirkus lumba-lumba di Balikpapan menghadirkan dua individu lumba-lumba dan satwa-satwa lain dari Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.

Lumba-lumba itu tampil selama 45 menit dalam lima jadwal pertunjukan setiap hari dan dijadwalkan berlangsung hingga 19 Februari atau selama sekitar satu bulan.

Pada Jumat (20/1), Koalisi Penyelamat Satwa melakukan unjuk rasa di depan tempat acara Sirkus Lumba-lumba di halaman parkir Transmart di Daun Village, Jalan MT Harjono Balikpapan.

Para aktivis menentang sebutan penyelenggara bahwa sirkus lumba-lumba itu adalah bagian dari pendidikan atau edukasi.

"Pertunjukkan itu bisnis murni dan mengeksploitasi lumba-lumba," kata Husain Suwarno, yang juga koordinator KPSB.

Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi sebagai pribadi menyatakan sepakat dengan niat Koalisi Penyelamat Satwa, namun sebagai wali kota masih perlu koordinasi dengan pihak yang mengeluarkan izin, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Kami akan melakukan koordinsi dengan semua pihak yang berwenang agar ke depan ada tindakan nyata sehingga pertunjukkan satwa itu tidak ada lagi," kata Rizal Effendi.

Aksi penolakan terhadap pertunjukan sirkus lumba-luma di Balikpapan sudah dimulai sejak 15 Januari lalu.

Sebelumnya, saat pertunjukan di Samarinda pada Oktober 2016, para aktivis yang tergabung dalam Komunitas Stop Sirkus Lumba-lumba juga berunjuk rasa di depan tempat pertunjukan dan meminta orangtua untuk tidak membawa anak-anaknya menonton pertunjukan itu.



Menyiksa Lumba-Lumba



Menurut Koalisi Penyelamat Satwa, sirkus lumba-lumba justru menjadi tempat menyiksa mamalia laut itu. Penyiksaan kepada lumba-lumba atau dolphin itu sudah dimulai dari saat pengangkutan dengan pesawat terbang hingga sehari-hari dalam pertunjukan.

"Saat diangkut, mereka dihimpit, namun tidak diberi air. Kulitnya hanya diolesi margarin atau sejenisnya dengan tujuan menjaga kelembabannya. Namun, itu justru bisa membuat kulitnya iritasi," terang Maulana Malik.

Setelah tiba di tempat acara, lumba-lumba akan tinggal di kolam yang dangkal dan sempit dengan kedalamannya 3 meter dan diameternya 10 meter. Luasan kolam itu tidak sebanding dengan lautan, dimana lumba-lumba biasa menjelajah hingga 100 km sehari.

Menurut Maulana, kolam yang sempit itu menyakitkan lumba-lumba karena sonar, gelombang suara yang dikirimnya untuk mendeteksi objek di sekelilingnya, kembali sangat cepat.

"Akibatnya, lumba-lumba menjadi pusing," tambahnya.

Air kolam sebagai tempat hidupnya juga dicampur dengan klorin atau garam yang bisa membutakan mata lumba-lumba.

"Agar lumba-lumba mau menurut apa kata instruktur atau pelatihnya, mereka dilatih dengan metode lapar. Mereka baru mendapat ikan makanannya bila sudah melakukan instruksi pelatihnya dengan benar. Begitu pula dalam pertunjukan," jelas Husain.

Padahal, kata Husain, lumba-lumba termasuk hewan yang dilindungi Pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.

Husain juga mengutip penyataan IUCN (Interntional Union Conservation of Nature) yang melarang keras sirkus lumba-lumba karena di sirkus itu hewan tidak mendapat asupan gizi dan perawatan medis yang baik, berada dalam kualitas air yang tidak sehat dan tidak diberikan perawatan yang tepat serta ruang gerak yang cukup.

"Itu membuat lumba-lumba stres dan cepat mati, dan pada gilirannya akan terus memicu penangkapan lumba-lumba di alam untuk sirkus ini," kata Husain. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017