Samarinda, (ANTARA Kaltim) - Kepala Desa di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, minta Menteri Keuangan merevisi aturan pencairan dana desa dengan laporan penggunaan dana minimal 50 persen plus 1, karena hal ini menghambat desa yang aktif.

 

        

"Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 tahun 2016, salah satu isinya disebutkan sedikitnya kabupaten melaporkan penggunaan dana desa 50 persen plus 1 dari total desa yang ada di kabupaten," ujar Kades Loa Duri Ilir, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara, Fakhri Arsyad ditemui di desanya, Rabu.

 

        

Apabila hal ini tidak direvisi, maka sama saja pemerintah menghambat pembangunan desa dan tidak sesuai dengan semangat Nawacita ke-3 Presiden Joko Widodo, yakni Membangun Indonesia dari pinggiran, bahkan tidak sesuai dengan semangat terbitnya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

 

        

Coba pikir, katanya, BPKP sudah menetapkan Desa Loa Duri Ilir sebagai percontohan dalam pengelolaan dana desa sekaligus pelaporan keuangan penggunaan dana desa karena dinilai terbaik, harusnya desa yang mendapat predikat terbaik ini mendapat penghargaan, bukan malah dihambat membangun hanya karena desa lain yang tidak aktif.

 

        

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 49/PMK.07/2016, disebutkan dana desa tahap kedua akan diusulkan pencairannya jika 50 persen plus 1 dari jumlah desa yang ada telah menyerahkan laporan realisasi penggunaan dana desa tahap pertama.

 

        

Di Kutai Kartanegara, ujar Fakhri, terdapat 193 desa yang tersebar di 16 kecamatan dengan tingkat geografis terpencar, sementara pemahaman kades dalam penggunaan dana desa juga bervariasi, sehingga hal ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat.

 

        

Dari 193 desa tersebut, katanya, apabila mengacu pada PMK, maka setidaknya harus ada sekitar 98 desa yang sudah melaporkan realisasi penggunaan dana desa tahap pertama, tentu saja kondisi ini sulit.

 

        

Kesulitan yang muncul diantaranya ada beberapa kades yang tidak mau menggunakan dana desa karena alasan tertentu.

 

        

Misalnya takut bermasalah dengan hukum karena isu yang bergkembang selama ini banyak aparat hukum yang melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa, termasuk ada kades yang lebih memprioritaskan menggunakan alokasi dana desa dari kabupaten.

 

        

Apabila PMK tersebut tidak direvisi, maka sampai kapan pun penggunaan dana desa dari APBN di Kabupaten Kutai Kartanegara akan mendapat "rapor merah" atau tingkat penyalurannya rendah, karena pemerintah menerapkan sistem "pukul rata".

 

        

"Tahun 2016 desa kami mendapat dana desa Rp722 juta. Untuk 60 persen tahap pertama sudah lama kami tuntaskan sebagai kegiatan pengerasan jalan. Kami juga sudah melaporkan pertanggungjawaban keuangan dan minta pencairan 40 persen tahap kedua untuk kegiatan selanjutnya, tapi tidak cair karena terhambat oleh PMK Nomor 49 tersebut," ujar Fakhri lagi. *

Pewarta: Muhammad Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016