Samarinda (ANTARA Kaltim) - DPRD Samarinda, Kalimantan Timur, masih menggodok Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok.

"Saat ini, Raperda KTR sudah masuk Program Legislasi Daerah (Prolegda). Proses penggodokan kemungkinan berlangsung selama dua bulan dan semoga hingga akhir tahun ini, Raperda KTR tersebut sudah selesai," ujar Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Samarinda Jasno pada Media Diskusi yang digelar Bisnis Indonesia di Queen Marry Aston Samarinda Hotel, Rabu.

Selain dihadiri Ketua Baleg DPRD, Media Diskusi dengan tema `Menuju Perda Kawasan Tanpa Rokok yang Adil dan Implementatif` yang dibuka Asisten III Bidang Sosial Kemasyarakatan Sekretariat Kota Samarinda, Ridwan Tassa, juga dihadiri Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo, pengamat Hukum Samarinda, Wahyuni Safitri.

Turut hadir, Ketua Ansor Kaltim Fajri Alfaroby, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Kerja 30, Carolus Tuah serta dari Dinas Kesehatan setempat.

Jasno menyatakan, Raperda KTR harus menyerap aspirasi semua pihak, karena banyak yang menggantungkan nasib pada industri rokok di Indonesia.

"Raperda itu nantinya diharapkan dapat mengayomi semua pihak sehingga kami perlu menyerap aspirasi berbagai elemen karena industri rokok di Indonesia juga terkait berbagai kepentingan, termasuk ekonomi. Jadi, raperda itu diharapkan paling tidak mendekati rasa keadilan bagi semua pihak, seperti yang disampaikan Asisten III Sekkot Samarinda, Ridwan tassa," kata Jasno.

Sementara, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo berharap, Raperda KTR yang saat ini sudah masuk dalam Prolegda DPRD Kota Samarinda, tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tentang Tembakau.

Ia juga berharap, penggodokan Raperda KTR itu segera rampung untuk memberikan kepastian hukum dan usaha bagi semua pihak.

"Memang dibutuhkan regulasi yang memberikan kepastian hukum dan kepastian usaha sehingga dapat melindungi memberi kejelasan pada semua pihak, baik perokok maupun yang bukan perokok. Tentunya, perda itu nantinya harus selaras dengan PP 109 bukan justru melampauinya," ujar Budidoyo.

AMTI lanjut Budidoyo sepakat, derajad kesehatan masyarakat harus ditingkatkan.

"Tentu, kami sepakat bahwa derajat kesehatan masyarakat harus ditingkatkan. Pada perda itu nantinya kami harapkan, tidak ada diskriminasi dan kriminalisasi sebab ada 6,1 juta orang b ergantung pada industri rokok. Apalagi, cukai rokok kepada negara cukup besar yakni pada 2015 mencapai 173 triliun sehingga regulasi tersebut harus betul-betul memenuhi rasa keadilan semua pihak," tutur Budidoyo.

Asisten III Bidang Sosial Kemasyarakatan Sekretariat Kota Samarinda, Ridwan Tassa menyatakan, pemerintah tidak akan melakukan diskriminasi kepada masyarakat termasuk pada Perda KTR tersebut.

"Pada prinsipnya, pemerintah melayani semua kepentingan baik yang perokok maupun yang tidak. Jadi, perda itu nantinya akan mengayomi para perokok maupun melindungi bagi yang tidak merokok. Tentu, harus ada toleransi yang saling memahami sehingga semua pihak tidak merasa saling dirugikan," kata Ridwan Tassa.

Dalam memenuhi rasa keadilan, Perda KTR itu lanjut Ridwan Tassa, harus mengatur secara rinci dikawasan mana yang boleh merokok dan yang tidak boleh.

"Regulasi itu dibuat harus benar-benar mendapat kajian yang baik sehingga nantinya tidak merugikan salah satu kepentingan, dalam hal ini perokok dan yang bukan perokok. Jaid, harus ditentukan, kawasan mana yang boleh dan yang tidak sehingga ada rasa aman dan nyaman antara dua kepentingan itu," tuturnya.

"Apalagi, industri rokok banyak elemen yang harus dipertimbangkan termasuk dari aspek ekonomi juga tentunya aspek kesehatan bagi masyarakat. Jadi, pada Perda KTR itu nantinya harus diselarskan sehingga tidak menimbulkan permasalahan," kata Ridwan Tassa. (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016