Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota DPRD Kalimantan Timur Andarias P Sirenden meminta Pemerintah Provinsi Kaltim menghentikan konversi lahan hutan menjadi areal perkebunan atau pertambangan yang masih terjadi hingga saat ini.
Menurut Andarias yang ditemui di Samarinda, Kamis, saat ini areal hutan yang menjadi aset kekayaan alam Kaltim terus mengalami penyusutan akibat pembukaan lahan perkebunan dan kegiatan pertambangan batu bara.
"Yang menjadi persoalan, pengalihan fungsi hutan akan menurunkan kualitas lingkungan hidup Kaltim sebagai wilayah hutan tropis, bahkan dianggap sebagai paru-paru dunia," ujar legislator dari Fraksi Hanura itu.
Saat ini, lanjut Andarias, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi Kaltim sekitar 75,24 persen atau masih di bawah target yang dicanangkan sebesar 78,29 persen.
"Kami meminta pemerintah dapat membatasi pembukaan lahan untuk pertambangan dan perkebunan, karena dua sektor itu turut menyebabkan kerusakan hutan dan lahan hingga mencapai 41.817 hektare per tahunnya," tambahnya.
Menurut ia, fraksinya juga prihatin dengan semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku perusak lingkungan atau hutan.
Hal itu juga didasari dengan semakin banyaknya laporan masyarakat di sekitar perusahaan besar pertambangan dan perkebunan yang mengeluhkan tercemarnya air sungai oleh limbah perusahaan.
"Belum lagi banyaknya warga yang menjadi korban akibat kelalaian perusahaan pertambangan dalam mengelola lingkungan hidup, karena membiarkan bekas lubang tambang tanpa melakukan reklamasi," paparnya.
Menurut Andarias, moratorium pembukaan tambang dan perkebunan yang dikeluarkan Pemprov Kaltim hingga kini juga belum ampuh untuk mengatasi bencana dan kerusakan lingkungan, karena lemah dalam implementasi dan pengawasan di lapangan.
Hal ini terbukti dari posisi Kaltim sebagai provinsi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar nomor empat di Indonesia.
"Peringkat tersebut harusnya menjadi lampu merah bagi pemerintah provinsi untuk lebih serius mengatasi kerusakan lingkungan hidup di Kaltim," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Menurut Andarias yang ditemui di Samarinda, Kamis, saat ini areal hutan yang menjadi aset kekayaan alam Kaltim terus mengalami penyusutan akibat pembukaan lahan perkebunan dan kegiatan pertambangan batu bara.
"Yang menjadi persoalan, pengalihan fungsi hutan akan menurunkan kualitas lingkungan hidup Kaltim sebagai wilayah hutan tropis, bahkan dianggap sebagai paru-paru dunia," ujar legislator dari Fraksi Hanura itu.
Saat ini, lanjut Andarias, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi Kaltim sekitar 75,24 persen atau masih di bawah target yang dicanangkan sebesar 78,29 persen.
"Kami meminta pemerintah dapat membatasi pembukaan lahan untuk pertambangan dan perkebunan, karena dua sektor itu turut menyebabkan kerusakan hutan dan lahan hingga mencapai 41.817 hektare per tahunnya," tambahnya.
Menurut ia, fraksinya juga prihatin dengan semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku perusak lingkungan atau hutan.
Hal itu juga didasari dengan semakin banyaknya laporan masyarakat di sekitar perusahaan besar pertambangan dan perkebunan yang mengeluhkan tercemarnya air sungai oleh limbah perusahaan.
"Belum lagi banyaknya warga yang menjadi korban akibat kelalaian perusahaan pertambangan dalam mengelola lingkungan hidup, karena membiarkan bekas lubang tambang tanpa melakukan reklamasi," paparnya.
Menurut Andarias, moratorium pembukaan tambang dan perkebunan yang dikeluarkan Pemprov Kaltim hingga kini juga belum ampuh untuk mengatasi bencana dan kerusakan lingkungan, karena lemah dalam implementasi dan pengawasan di lapangan.
Hal ini terbukti dari posisi Kaltim sebagai provinsi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar nomor empat di Indonesia.
"Peringkat tersebut harusnya menjadi lampu merah bagi pemerintah provinsi untuk lebih serius mengatasi kerusakan lingkungan hidup di Kaltim," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016