Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengharapkan bahasa yang digunakan oleh media massa hendaknya dapat mencerdaskan pembacanya dan tidak menjadikan bahasa sebagai alat provokasi, sehingga bahasanya harus santun.

Demikian harapan Gubernur Kaltim dalam sambutan yang dibacakan oleh Plh Kepala Dinas Pendidikan Kaltim, Sudirman, saat membuka Seminar Nasional Literasi Bahasa di Samarinda, Selasa.

Menurutnya, dalam penulisan di media massa kerap dituding masyarakat sebagai salah satu alat yang dapat merusak dan menghasut pembacanya, padahal bahasa Indonesia di media massa adalah identitas dan pemersatu bangsa.

"Bahasa media massa hendaknya dapat mendidik dan mencerdaskan pembaca, pendengar dan pemirsanya. Bukan menjadikan bahasa di media massa sebagai alat untuk mencapai tujuan dengan bahasa yang provokatif dan tidak mendidik," katanya berharap.

Bahasa Indonesia merupakan kekayaan bangsa dan perekat akar budaya. Hal ini dibuktikan oleh para pemuda yang menuangkan dalam ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Sementara itu, Dewan Pakar Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski) Pusat Prof Dr Suminto A. Sayuti, saat menjadi narasumber dalam seminar itu menyatakan bahasa Indonesia lahir dari pemuda di seluruh penjuru tanah air melalui peristiwa Sumpah Pemuda 1928.

"Puisi besar dalam teks Sumpah Pemuda bukanlah pemikiran dari perseorangan, melainkan hasil kerja keras bersama ketika berbagai perkumpulan pemuda berhasil merumuskan kebangsaan, ketanahairan dan kebahasaan berbasis keindonesiaan," tegasnya.

Sementara pembicara lainnya, yakni Drs Tendy K Somantri yang merupakan Ketua Forum Bahasa Media Massa (FBMM) Pusat mengatakan, media massa merupakan perusahaan yang mencari keuntungan finansial, sehingga terkadang media massa mengabaikan pemanfaatan bahasa yang baik dan santun demi untuk meningkatkan oplah (tiras).

"Ketika saya berdialog dengan pemilik media massa, mereka mengatakan bahwa dewa kami adalah tiras. Jika dengan menggunakan bahasa sembarangan atau tidak menggunakan bahasa yang santun kemudian tiras kami naik, maka itulah yang kami lakukan. Itulah hasil dialog saya dengan pemilik media massa," katanya.

Ini berarti, lanjut dia, tinggal masyarakat yang memilah dan memilih, apakah mau membeli koran yang menggunakan bahasa yang santun, atau membeli koran yang menggunakan bahasa tidak sopan.

"Perlu diingat oleh para pemilik media massa, biasanya koran dengan bahasa yang santun dalam pemberitaannya, maka akan banyak warga atau lembaga yang akan mengkliping. Sebaliknya, koran dengan bahasa yang tidak sopan, biasanya setelah dibaca langsung dibuang," kata Tendy. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016