Penajam (ANTARA Kaltim) - Ketua DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara Nanang Ali meminta aturan tentang perkeretaapian harus diubah agar tidak menghambat pembangunan infrastruktur di daerah.

"Regulasi perkeretaapian harus dibahas lebih lanjut dengan kementerian terkait karena dinilai cukup menghambat proses pembangunan di daerah," kata Nanang Ali saat dihubungi di Penajam, Selasa.

Sejak diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada akhir 2015, rencana pembangunan rel Kereta Api Borneo di Kawasan Industri Buluminung, Kecamatan Penajam, hingga saat ini belum bisa dilaksanakan.

"Pemerintah daerah terhambat aturan dari pemerintah pusat untuk melaksanakan pembangunan rel kereta api itu sehingga sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo akhir tahun lalu sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya,"ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Ia menegaskan, pemerintah daerah bersama pemerintah provinsi harus mendesak pemerintah pusat untuk mengubah aturan tentang perkeretaapian tersebut.

Pelaksanaan pembangunan rel Kereta Api Borneo dengan nilai investasi sekitar Rp72 triliun tersebut terkendala Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 19 Tahun 2011 terkait Perkeretaapian.

Pada regulasi itu disebutkan kereta api khusus harus memiliki tambang sendiri atau harus mengangkut hasil tambang sendiri dan tidak boleh hasil tambang perusahaan lain.

"Keberadaan kereta api itu untuk mengangkut atau memfasilitasi hasil tambang dari seluruh perusahaan di Kalimantan Timur. Jadi, jika merujuk pada regulasi itu, tentu pembangunan rel Kereta Api Borneo tidak bisa dilakukan. Inilah yang harus dibahas lebih lanjut dengan pemerintah pusat," kata Nanang Ali.

Sebelumnya, Bupati Penajam Paser Utara Yusran Aspar juga menyampaikan usulan perubahan aturan tentang perkeretaapian tersebut.

"Rencana pembangunan rel Kereta Api Borneo masih terkendala regulasi dari pemerintah pusat sehingga kami berencana mengajukan usulan agar aturan tersebut bisa diubah sebab menghambat rencana pembangunan infrastruktur daerah," ujar Yusran Aspar.

Ia menilai baik Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri terkait perkerataapian tersebut tidak relavan karena tidak mungkin satu perusahaan tambang memiliki jalur rel kereta api sendiri untuk mengangkut hasil tambangnya.

"Jika investor dari Rusia diminta untuk mengakuisisi atau mengambil alih seluruh perusahaan tambang di daerah jelas tidak mungkin," kata Yusran Aspar.

Ia berharap investasi bernilai sekitar Rp72 triliun dari Russian Railways untuk pembangunan rel Kereta Api Borneo yang menghubungkan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dan pembangunan "Technopark" tersebut dapat dipermudah segala proses perizinannya.

"Kami berharap perizinan pembangunan rel kereta api dan berbagai infrastruktur lainnya dapat dipermudah demi kemajuan daerah. Apalagi, nilai investasinya cukup besar sehingga kami berharap pembangunan Kereta Api Borneo dapat terealisasi," kata Yusran Aspar.      (*)

Pewarta: Bagus Purwa

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016