Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Para aktivis lingkungan meyakini pengurukan atau reklamasi pantai dan pembukaan lahan yang sedang dilakukan PT Asia Aditama Shipyard di Teluk Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, dilakukan tanpa dukungan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdal.

"Kami yakin juga reklamasi itu tanpa UKL dan UPL atau izin lingkungan lainnya," kata Koordinator Forum Peduli Teluk Balikpapan, Husen, saat dihubungi di Balikpapan, Selasa.

UKL adalah Upaya Kelola Lingkungan dan UPL adalah Upaya Pemantauan Lingkungan, yaitu perizinan yang diperlukan berdasarkan rencana pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan akibat aktivitas perusahaan.

Menurut Husen, dengan beraktivitas tanpa didasari izin lingkungan, PT Asia Aditama Shipyard telah melanggar ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 pada Pasal 36, yang mewajibkan setiap perusahaan atau kegiatan memiliki izin Amdal dan izin lingkungan.

"Tanpa Amdal, perusahaan itu bisa dipidana, dihukum denda sedikitnya Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar, penanggung jawabnya bisa juga dipidana penjara mulai dari satu tahun hingga tiga tahun," papar Husen.

Para aktivis dari Forum Peduli Teluk Balikpapan telah melaporkan kasus ini kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Balikpapan dan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (P3EK).

Namun, BLH Kota Balikpapan menyatakan tidak ada kerusakan lingkungan yang dilakukan dari aktivitas reklamasi tersebut, seperti yang dilaporkan Forum Peduli Teluk Balikpapan.

"Lagipula, areal itu bagian dari Kawasan Industri Kariangau atau KIK," kata Kepala BLH Balikpapan Suryanto saat dikonfirmasi terpisah.

PT Asia Aditama Shipyard adalah perusahaan galangan kapal yaitu tempat pembuatan dan perawatan kapal.

Dari gambar satelit yang dikirimkan Stanislav Lhota, peneliti kehidupan satwa liar di Teluk Balikpapan, perusahaan ini membuka hutan mangrove di antara Sungai Berenga dan Sungai Tempadung di sisi utara Teluk Balikpapan.

"Kawasan itu ditetapkan sebagai kawasan lindung sesuai Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang RTRWK Balikpapan Tahun 2012-2032," jelas Husen.

Lhota dan Husen juga memaparkan pembukaan dan reklamasi lahan yang dilakukan PT Asia Aditama tersebut telah merusak hutan mangrove di antara Sungai Berenga dan Sungai Tempadung, serta menimbulkan kebakaran hutan.

Akibat dari pembukaan lahan tersebut, habitat bekantan (Nasalis larvatus) terus tertekan. Kera berhidung besar dan berbulu oranye itu pun semakin sempit tempat hidupnya.

"Di sekitar Kawasan itu juga tempat hidup ikan duyung dan pesut laut," tambah Lhota yang sudah meneliti kehidupan liar di Teluk Balikpapan selama 10 tahun terakhir.

Kawasan ini juga sangat penting sebagai kawasan perikanan, karena nelayan dari Pantai Lango, Gersik, dan Jenebora dari sisi selatan Teluk Balikpapan yang merupakan bagian dari Kabupaten Penajam Paser Utara menangkap ikan di sekitar perairan ini.

"Perusakan hutan mangrove berarti menghancurkan tempat berkembang biak dan habitat ikan yang biasa ditangkap nelayan," tambahnya. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016