Samarinda (ANTARA Kaltim) - Partisipasi pemilih di Kota Samarinda tercatat paling rendah di antara sembilan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur yang menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015.
Data yang dihimpun Antara dari rekapitulasi form C1 di laman resmi Komisi Pemilihan Umum, Sabtu, mencatat partisipasi pemilih pilkada di Kota Samarinda hanya 49,76 persen dari total pemilih sebanyak 379.893 jiwa.
Terpaut sedikit dari Kota Samarinda adalah Kabupaten Kutai Timur dengan partisipasi pemilih hanya 50,13 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) sejumlah 152.372 jiwa.
Sementara tingkat partisipasi pemilih tertinggi tercatat di Kabupaten Mahakam Ulu mencapai 76,51 persen. Daerah otonomi baru hasil pemekaran Kabupaten Kutai Barat ini memiliki DPT hanya sebanyak 18.903 jiwa.
Adapun partisipasi pemilih di enam kabupaten/kota lainnya, masing-masing Kota Balikpapan 60,11 persen, Bontang 65,18 persen, Kabupaten Kutai Barat 67,75 persen, Kutai Kartanegara 58,89 persen, Berau 63,57 persen, dan Paser 67,60 persen.
Sejak Jumat (11/12) hingga 16 Desember mendatang, KPU di sembilan kabupaten/kota di Provinsi Kaltim melakukan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, dan sesuai jadwal dilanjutkan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota sehari berikutnya untuk penetapan hasil akhir pilkada.
Ketua KPU Kota Samarinda Ramaon Dearnov Saragih dikonfirmasi sebelumnya mengakui tingginya angka golongan putih atau golput (pemilih yang tidak mencoblos) pada pilkada serentak ini.
"Rendahnya partisipasi pemilih atau tingginya angka golput tidak hanya terjadi di Samarinda, tapi juga beberapa daerah lain. Sebagai penyelenggara, KPU Samarinda telah bekerja keras melakukan sosialisasi kepada masyarakat," katanya.
Awalnya, KPU Samarinda sempat menyatakan optimistis partisipasi pemilih pada pilkada serentak bisa mencapai 75 persen atau lebih tinggi dari partisipasi pemilih saat Pemilu dan Pilpres 2014.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah menuturkan tingginya angka golput di beberapa daerah, salah satunya disebabkan sikap pesimistis masyarakat terhadap hasil pilkada bisa menyelesaikan persoalan sosial.
"Seperti di Kota Samarinda, sebagian warga berpikir apapun hasil hasil pilkada tidak akan menyelesaikan berbagai masalah yang ada saat ini, seperti banjir, pembenahan infrastruktur, air bersih, pemadaman listrik bergilir, dan masalah lainnya," ujarnya.
Selain itu, lanjut pria yang akrab disapa Castro ini, munculnya anggapan "calon boneka" terhadap pasangan Mudiyat Noor-Iswandi sebagai penantang calon petahana Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail juga turut berkontribusi pada rendahnya partisipasi pemilih.
"Warga enggan datang ke TPS dan menyalurkan hak pilih, karena sejak jauh hari sudah tahu hasil akhir pilkada adalah petahana yang menang," tambah Castro. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
Data yang dihimpun Antara dari rekapitulasi form C1 di laman resmi Komisi Pemilihan Umum, Sabtu, mencatat partisipasi pemilih pilkada di Kota Samarinda hanya 49,76 persen dari total pemilih sebanyak 379.893 jiwa.
Terpaut sedikit dari Kota Samarinda adalah Kabupaten Kutai Timur dengan partisipasi pemilih hanya 50,13 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) sejumlah 152.372 jiwa.
Sementara tingkat partisipasi pemilih tertinggi tercatat di Kabupaten Mahakam Ulu mencapai 76,51 persen. Daerah otonomi baru hasil pemekaran Kabupaten Kutai Barat ini memiliki DPT hanya sebanyak 18.903 jiwa.
Adapun partisipasi pemilih di enam kabupaten/kota lainnya, masing-masing Kota Balikpapan 60,11 persen, Bontang 65,18 persen, Kabupaten Kutai Barat 67,75 persen, Kutai Kartanegara 58,89 persen, Berau 63,57 persen, dan Paser 67,60 persen.
Sejak Jumat (11/12) hingga 16 Desember mendatang, KPU di sembilan kabupaten/kota di Provinsi Kaltim melakukan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, dan sesuai jadwal dilanjutkan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota sehari berikutnya untuk penetapan hasil akhir pilkada.
Ketua KPU Kota Samarinda Ramaon Dearnov Saragih dikonfirmasi sebelumnya mengakui tingginya angka golongan putih atau golput (pemilih yang tidak mencoblos) pada pilkada serentak ini.
"Rendahnya partisipasi pemilih atau tingginya angka golput tidak hanya terjadi di Samarinda, tapi juga beberapa daerah lain. Sebagai penyelenggara, KPU Samarinda telah bekerja keras melakukan sosialisasi kepada masyarakat," katanya.
Awalnya, KPU Samarinda sempat menyatakan optimistis partisipasi pemilih pada pilkada serentak bisa mencapai 75 persen atau lebih tinggi dari partisipasi pemilih saat Pemilu dan Pilpres 2014.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah menuturkan tingginya angka golput di beberapa daerah, salah satunya disebabkan sikap pesimistis masyarakat terhadap hasil pilkada bisa menyelesaikan persoalan sosial.
"Seperti di Kota Samarinda, sebagian warga berpikir apapun hasil hasil pilkada tidak akan menyelesaikan berbagai masalah yang ada saat ini, seperti banjir, pembenahan infrastruktur, air bersih, pemadaman listrik bergilir, dan masalah lainnya," ujarnya.
Selain itu, lanjut pria yang akrab disapa Castro ini, munculnya anggapan "calon boneka" terhadap pasangan Mudiyat Noor-Iswandi sebagai penantang calon petahana Syaharie Jaang-Nusyirwan Ismail juga turut berkontribusi pada rendahnya partisipasi pemilih.
"Warga enggan datang ke TPS dan menyalurkan hak pilih, karena sejak jauh hari sudah tahu hasil akhir pilkada adalah petahana yang menang," tambah Castro. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015