Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Serikat Pekerja Mathilda, organisasi pekerja PT Pertamina (Persero) yang berpusat di Balikpapan, Kalimantan Timur, kembali menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah menggabungkan PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan Perusahaan Gas Negara.
"SP Mathilda sebagai bagian dari 18 SP yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu atau FSPB menolak rencana merger, sinergi, integrasi, peleburan, apa pun namanya, Pertagas dengan PGN," kata Ketua Umum SP Mathilda Mugiyanto di Balikpapan, Senin.
Menurut ia, penggabungan kedua perusahaan itu tidak hanya akan merugikan Pertamina, tapi pada hakikatnya justru akan merugikan negara dan bangsa Indonesia sebagai pemilik Pertamina.
Saat ini, dari sisi kepemilikan, Pertagas adalah milik Pertamina 100 persen dan Pertamina milik negara. Sedangkan PGN, sebanyak 43 persen sahamnya dimiliki oleh swasta dan asing, walaupun 57 persennya tetap dikuasai oleh pemerintah.
"Jadi, kalau meleburkan Pertagas ke PGN, sama saja dengan menghapus kepemilikan negara, menghilangkan aset, dan itu bisa dipidana," kata Mugiyanto.
Seandainya pemerintah masih ngotot juga melakukan penggabungan itu, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan SP-SP yang tergabung dalam FSBPB akan membawa masalahnya ke ranah hukum.
"Merugikan keuangan negara itu sama dengan korupsi," katanya.
Ia menambahkan, dari sisi bisnis, usaha Pertagas dan PGN juga berbeda.
Pertagas berada di industri hulu migas, di mana gas yang dikelola berasal langsung dari sumur-sumur dan kemudian dikirim untuk kebutuhan industri.
Adapun PGN berada di hilir usaha migas, yang mendapatkan gasnya dari beberapa pihak, termasuk Pertagas, untuk kemudian menjualnya bagi kebutuhan rumah tangga dan bahan bakar kendaraan.
"Stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) adalah salah satu bisnis PGN yang umum terlihat masyarakat," ujar Mugiyanto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"SP Mathilda sebagai bagian dari 18 SP yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu atau FSPB menolak rencana merger, sinergi, integrasi, peleburan, apa pun namanya, Pertagas dengan PGN," kata Ketua Umum SP Mathilda Mugiyanto di Balikpapan, Senin.
Menurut ia, penggabungan kedua perusahaan itu tidak hanya akan merugikan Pertamina, tapi pada hakikatnya justru akan merugikan negara dan bangsa Indonesia sebagai pemilik Pertamina.
Saat ini, dari sisi kepemilikan, Pertagas adalah milik Pertamina 100 persen dan Pertamina milik negara. Sedangkan PGN, sebanyak 43 persen sahamnya dimiliki oleh swasta dan asing, walaupun 57 persennya tetap dikuasai oleh pemerintah.
"Jadi, kalau meleburkan Pertagas ke PGN, sama saja dengan menghapus kepemilikan negara, menghilangkan aset, dan itu bisa dipidana," kata Mugiyanto.
Seandainya pemerintah masih ngotot juga melakukan penggabungan itu, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan SP-SP yang tergabung dalam FSBPB akan membawa masalahnya ke ranah hukum.
"Merugikan keuangan negara itu sama dengan korupsi," katanya.
Ia menambahkan, dari sisi bisnis, usaha Pertagas dan PGN juga berbeda.
Pertagas berada di industri hulu migas, di mana gas yang dikelola berasal langsung dari sumur-sumur dan kemudian dikirim untuk kebutuhan industri.
Adapun PGN berada di hilir usaha migas, yang mendapatkan gasnya dari beberapa pihak, termasuk Pertagas, untuk kemudian menjualnya bagi kebutuhan rumah tangga dan bahan bakar kendaraan.
"Stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) adalah salah satu bisnis PGN yang umum terlihat masyarakat," ujar Mugiyanto. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015