Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Serikat Pekerja Mathilda Pertamina siap berperan lebih aktif di luar organisasi, selain fokus mengurusi berbagai persoalan keanggotaan, kata Ketua Umum SP Mathilda Mugiyanto.

"Kami sekarang melihat bahwa SP juga tidak bisa hanya berkutat di persoalan-persoalan internal organisasi, sementara banyak masalah pekerja yang ditimbulkan dari persoalan-persoalan eksternal atau dari luar perusahaan," kata Mugiyanto saat dihubungi di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin.

SP Mathilda adalah serikat pekerja para karyawan PT Pertamina (Persero) untuk wilayah Kalimantan yang berpusat di Balikpapan dan merupakan anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang memiliki anggota sekitar 1.600 pekerja.

Mugiyanto mengatakan saat ini para pekerja perkapalan Pertamina sedang dilanda keresahan, seiring rencana direksi untuk membentuk unit usaha atau anak perusahaan Pertamina Shipping.

"Dengan menjadi bisnis anak perusahaan, tentu berbeda perlakuan manajemen perusahaan yang baru kepada karyawan. Dari bisnis utama perusahaan menjadi bisnis anak perusahaan, itu bisa mengubah banyak dan jelas meresahkan," katanya.

Namun, lanjut Mugiyanto, karena juga jelas terlihat bahwa direksi tidak memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai pembentukan anak perusahaan tersebut, SP menduga direksi menerima tekanan berat dari sejumlah pihak yang berkepentingan di luar Pertamina.

"Untuk itulah, kami melihat SP perlu juga berperan aktif di luar hal-hal yang biasa kami urusi di SP," tegasnya.

Selain isu pembentukan anak perusahaan baru, lanjut Mugiyanto, hal lain yang juga dianggap penting oleh SP untuk turut campur adalah mengenai rencana pemerintah untuk menggabungkan Pertagas (Pertamina Gas) dengan Perusahaan Gas Negara (PGN).

"Kami harus menjelaskan bagaimana bisnis Pertagas dan bagaimana bisnis PGN itu. FSPPB sampai mendatangi Kementerian ESDM untuk menjelaskan hal tersebut," ujarnya.

Mugiyanto menjelaskan Pertagas adalah anak perusahaan Pertamina yang sahamnya 100 persen dikuasai negara, sementara PGN meski ada kata "negara" dalam namanya, tetapi sekitar sepertiga sahamnya dikuasai swasta dan asing.

Menurut ia, melikuidisi Pertagas dan menggabungkannya dengan PGN sama saja dengan menghilangkan aset negara.

"Hal seperti itu pasti merugikan negara dan bisa dibawa ke ranah hukum," tegas Mugiyanto. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015