Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sejumlah Anggota DPRD Kalimantan Timur menolak rencana pembangunan Trans Studio, yang rencananya akan dibangun di lokasi bekas Hotel Lamin Indah, Samarinda, Kalimantan Timur, karena kemungkinan adanya dampak sosial seperti kemacetan dan banjir.
Anggota DPRD Kaltim Martinus di Samarinda, Selasa, secara tegas menolak rencana pembangunan Trans Studio, dan menilai masih banyak hal-hal yang harus dibenahi oleh Pemerintah Provinsi Kaltim terhadap persoalan yang langsung menyentuh ke masyarakat.
"Kalau memang dampaknya akan membuat macet, maka saya orang yang pertama menolak Trans Studio di Jalan Bhayangkara," tegas Martinus pada rapat dengar pendapat membahas rencana pembangunan trans studio, di gedung D DPRD Kaltim.
Pada rapat tersebut, sebelumnya ada pemaparan dari Pusat Kajian Pengembangan Wilayah (PWKP) Universitas Mulawarman (Unmul), yang telah melakukan penelitian kelayakan Trans Studio di eks Lamin Indah dari beberapa faktor kemacetan dan lingkungan, serta persepsi masyarakat.
Ketua PKWP Unmul Mulyadi memaparkan pembangunan Trans Studio di eks Lamin Indah akan menimbulkan kemacetan luar biasa di Jalan Bhayangkara.
Menanggapi paparan lembaga Kajian Unmul tersebut, Ketua Fraksi PKB Syafruddin mengatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda, sarana hiburan dan rekreasi diarahkan ke wilayah Samarinda Utara, dan bukan di bekas Lamin Indah, Kecamatan Samarinda Ulu.
"Saat SMAN 1 dan SMPN 1 dipindah dari Jalan Bhayangkara ke Jalan Kadrie Oening untuk mengurai kemacetan di Jalan Bhayangkara. Lantas mengapa sekarang Trans Studio mau dibangun di sana," tegas Syafruddin.
Ia mengatakan bahwa tidak selamanya Dewan harus menuruti keinginan Pemprov Kaltim, apalagi dampak yang ditimbulkan akan merugikan masyarakat.
"Sekali-kali kita tolak permintaan Pemprov, Kita ini wakil rakyat, bukan tukang stempel eksekutif," tegasnya.
Ketua DPRD Kaltim, H Syahrun pun terlihat tidak sependapat dengan rencana pembangunan Trans Studio di eks Hotel Lamin Indah.
"Semula jalan layang mau dibangun dari Kantor Pos (Jalan Awang Long) ke Trans Studio. Tapi karena Pemkot Samarinda juga ingin membangun Jembatan Mahakam V, di lokasi itu, akhirnya jalan layang Pemprov mau dipindah dari Teluk Lerong - Jalan Merbabu - Jalan Arga Mulya - Trans Studio," ungkap Alung.
Menurut Syahrun, biaya pembangunan jalan layang untuk Trans Studio ini lebih baik diarahkan untuk penyertaan modal kepada perusahaan daerah (Perusda).
Pandangan berbeda disampaikan oleh Rusman Yaqub, Dahri Yasin dan Siti Qomariah. Ketiganya meminta agar dilakukan kajian akademik lainnya sebagai tambahan referensi bagi DPRD Kaltim, sebelum mengambil keputusan.
Sementara Ketua Komisi II DPRD Kaltim Eddy Kurniawan mengatakan Trans Studio tidak hanya bisa dilihat aspek lalu lintas semata.
"Apabila Trans Studio dibangun bukan di aset Pemprov, maka Pemprov tidak dapat apa-apa untuk meningkatkan penerimaan daerah. Hanya Pemkot Samarinda saja yang dapat pajak dan retribusinya," kata Eddy. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
Anggota DPRD Kaltim Martinus di Samarinda, Selasa, secara tegas menolak rencana pembangunan Trans Studio, dan menilai masih banyak hal-hal yang harus dibenahi oleh Pemerintah Provinsi Kaltim terhadap persoalan yang langsung menyentuh ke masyarakat.
"Kalau memang dampaknya akan membuat macet, maka saya orang yang pertama menolak Trans Studio di Jalan Bhayangkara," tegas Martinus pada rapat dengar pendapat membahas rencana pembangunan trans studio, di gedung D DPRD Kaltim.
Pada rapat tersebut, sebelumnya ada pemaparan dari Pusat Kajian Pengembangan Wilayah (PWKP) Universitas Mulawarman (Unmul), yang telah melakukan penelitian kelayakan Trans Studio di eks Lamin Indah dari beberapa faktor kemacetan dan lingkungan, serta persepsi masyarakat.
Ketua PKWP Unmul Mulyadi memaparkan pembangunan Trans Studio di eks Lamin Indah akan menimbulkan kemacetan luar biasa di Jalan Bhayangkara.
Menanggapi paparan lembaga Kajian Unmul tersebut, Ketua Fraksi PKB Syafruddin mengatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda, sarana hiburan dan rekreasi diarahkan ke wilayah Samarinda Utara, dan bukan di bekas Lamin Indah, Kecamatan Samarinda Ulu.
"Saat SMAN 1 dan SMPN 1 dipindah dari Jalan Bhayangkara ke Jalan Kadrie Oening untuk mengurai kemacetan di Jalan Bhayangkara. Lantas mengapa sekarang Trans Studio mau dibangun di sana," tegas Syafruddin.
Ia mengatakan bahwa tidak selamanya Dewan harus menuruti keinginan Pemprov Kaltim, apalagi dampak yang ditimbulkan akan merugikan masyarakat.
"Sekali-kali kita tolak permintaan Pemprov, Kita ini wakil rakyat, bukan tukang stempel eksekutif," tegasnya.
Ketua DPRD Kaltim, H Syahrun pun terlihat tidak sependapat dengan rencana pembangunan Trans Studio di eks Hotel Lamin Indah.
"Semula jalan layang mau dibangun dari Kantor Pos (Jalan Awang Long) ke Trans Studio. Tapi karena Pemkot Samarinda juga ingin membangun Jembatan Mahakam V, di lokasi itu, akhirnya jalan layang Pemprov mau dipindah dari Teluk Lerong - Jalan Merbabu - Jalan Arga Mulya - Trans Studio," ungkap Alung.
Menurut Syahrun, biaya pembangunan jalan layang untuk Trans Studio ini lebih baik diarahkan untuk penyertaan modal kepada perusahaan daerah (Perusda).
Pandangan berbeda disampaikan oleh Rusman Yaqub, Dahri Yasin dan Siti Qomariah. Ketiganya meminta agar dilakukan kajian akademik lainnya sebagai tambahan referensi bagi DPRD Kaltim, sebelum mengambil keputusan.
Sementara Ketua Komisi II DPRD Kaltim Eddy Kurniawan mengatakan Trans Studio tidak hanya bisa dilihat aspek lalu lintas semata.
"Apabila Trans Studio dibangun bukan di aset Pemprov, maka Pemprov tidak dapat apa-apa untuk meningkatkan penerimaan daerah. Hanya Pemkot Samarinda saja yang dapat pajak dan retribusinya," kata Eddy. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015