Samarinda (ANTARAKaltim) - Oknum aparat kepolisian dilaporkan memukul dua orang dari 103 warga Suku Laut (Suku Bajau) atau sehari-hari disebut "manusia perahu" di Kabupaten Berau (Kalimantan Timur) hanya karena persoalan sepele.
"Kami mendapatkan laporan bahwa polisi memukul dua warga Suku Laut itu sekitar pukul 04.50 Wita di Batu Putih, Kecamatan Bidukbidukm Kabupaten Berau karena masalah sepele, yakni karena manusia perahu itu dianggap lamban saat menjalankan perintah oknum petugas untuk mengangkat satu mesin perahu bermotor," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Isal Wardhana di Samarinda, Senin.
Pemukulan itu dilaporkan oleh oknum polisi yang bertugas di Pos Batu Putih berinisial Sw. Kasus itu berawal ketika dua warga itu disuruh Sw untuk mengangkat satu unit mesin perahu yang relatif berat.
Dua warga Suku Laut yang memang tidak memiliki identitas diri itu karena sehari-hari hidup di perahu sudah menjalankan perintah Sw.
Namun, ketika keduanya sedang keletihan mengangkat mesin perahu bermotor itu, oknum petugas itu langsung memukul mereka karena dianggap lamban menjalankan perintah.
Dua orang Suku Laut itu adalah bagian dari 103 warga Bajau yang selama ini hidup di perairan Berau dan sempat ditahan Pemkab Berau sejak awal April 2010 karena dianggap tidak memiliki identitas atau kewarganegaraan.
Warga Suku Laut itu sempat mendekam di aula Kantor Dinas Sosial Kabupaten Berau selama 20 hari.
Menjelang pembebasan mereka kembali ke laut, mereka diangkut dengan menggunakan enam unit kendaraan menuju Kampung Batu Putih yang berada di kawasan pantai.
Selama berada Batu Putih, salah seorang tokoh masyarakat, Darmi dibantu sejumlah sukarelawan membantu persiapan untuk melepaskan mereka karena dari 16 kapal yang dimiliki Suku Laut itu, lima di antaranya rusak sehingga butuh waktu untuk diperbaiki.
Banyak pihak menilai bahwa penahanan 103 orang Suku Laut dengan alasan kartu identitas itu dianggap kurang tepat, mengingat selain warga yang hidup terasing di laut, di belantara Kalimantan Timur sendiri terdapat ribuan warga dari masyarakat terasing, yakni Suku Punan yang juga sebagian masih hidup secara nomaden sehingga tidak memiliki KTP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010
"Kami mendapatkan laporan bahwa polisi memukul dua warga Suku Laut itu sekitar pukul 04.50 Wita di Batu Putih, Kecamatan Bidukbidukm Kabupaten Berau karena masalah sepele, yakni karena manusia perahu itu dianggap lamban saat menjalankan perintah oknum petugas untuk mengangkat satu mesin perahu bermotor," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Isal Wardhana di Samarinda, Senin.
Pemukulan itu dilaporkan oleh oknum polisi yang bertugas di Pos Batu Putih berinisial Sw. Kasus itu berawal ketika dua warga itu disuruh Sw untuk mengangkat satu unit mesin perahu yang relatif berat.
Dua warga Suku Laut yang memang tidak memiliki identitas diri itu karena sehari-hari hidup di perahu sudah menjalankan perintah Sw.
Namun, ketika keduanya sedang keletihan mengangkat mesin perahu bermotor itu, oknum petugas itu langsung memukul mereka karena dianggap lamban menjalankan perintah.
Dua orang Suku Laut itu adalah bagian dari 103 warga Bajau yang selama ini hidup di perairan Berau dan sempat ditahan Pemkab Berau sejak awal April 2010 karena dianggap tidak memiliki identitas atau kewarganegaraan.
Warga Suku Laut itu sempat mendekam di aula Kantor Dinas Sosial Kabupaten Berau selama 20 hari.
Menjelang pembebasan mereka kembali ke laut, mereka diangkut dengan menggunakan enam unit kendaraan menuju Kampung Batu Putih yang berada di kawasan pantai.
Selama berada Batu Putih, salah seorang tokoh masyarakat, Darmi dibantu sejumlah sukarelawan membantu persiapan untuk melepaskan mereka karena dari 16 kapal yang dimiliki Suku Laut itu, lima di antaranya rusak sehingga butuh waktu untuk diperbaiki.
Banyak pihak menilai bahwa penahanan 103 orang Suku Laut dengan alasan kartu identitas itu dianggap kurang tepat, mengingat selain warga yang hidup terasing di laut, di belantara Kalimantan Timur sendiri terdapat ribuan warga dari masyarakat terasing, yakni Suku Punan yang juga sebagian masih hidup secara nomaden sehingga tidak memiliki KTP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010