Samarinda (ANTARA Kaltim) - berdasarkan Pemberitaan surat kabar harian Tribun Kaltim edisi Kamis, 8 Oktober 2015, khususnya untuk berita utama pada halaman satu yang berjudul "Kajati Pertanyakan Honor untuk Awang"  dan sub judul “Bersama Tokoh Kaltim Masuk Pengurus Yayasan Melati” adalah berita yang tidak jelas dan tidak berdasar. Penulisan berita ini hanya akan menciptakan konflik antara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dengan Kajati Kaltim, Achmad Djainuri.

Penulisan berita ini hanya akan membuat hubungan baik yang sudah terbangun dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kaltim akan terganggu. Pemprov Kaltim melalui Asisten Kesejahteraan Rakyat, Bere Ali menegaskan, pemberitaan dengan judul tersebut di atas, sama sekali tidak mencerdaskan. Sebaliknya, terlihat jelas pemberitaan dengan judul itu dipaksakan hanya untuk membangun opini buruk tentang Gubernur Awang Faroek Ishak dalam persoalan konflik pengelolaan lahan di SMA Negeri 10 Samarinda.

Sangat disesalkan karena kerja wartawan dan media sebagai kontrol sosial masyarakat, diharapkan mampu menghadirkan pemberitaan yang profesional dan objektif sesuai kode etik jurnalistik. Tapi berita yang ditulis wartawan Tribun Kaltim berinisial bud justru mengabaikan kode etik.

Seharusnya berita dibuat secara berimbang (cover both side) dan bukan hanya sesuai selera si wartawan. Celakanya, berita yang sangat tidak layak tersebut lolos dari proses editing redaktur dan pemimpin redaksi Tribun Kaltim sebelum diterbitkan dan menjadi konsumsi publik.

"Memang benar, wartawan itu berfungsi sebagai kontrol sosial, bukan pembangun opini buruk dengan opininya sendiri. Silahkan kontrol, tapi wartawan juga harus bekerja secara profesional, bukan semaunya sendiri. Silahkan kreatif, tapi jangan abaikan kode etik," kata Bere Ali.

Saat menulis berita, seharusnya wartawan juga langsung melakukan konfirmasi kepada gubernur atau kepada para pembantu gubernur yang membidangi persoalan yang dipersoalkan. Tapi ini tidak dilakukan.

Soal honor yang diangkat menjadi isu utama dalam judul "Kajati Pertanyakan Honor untuk Awang", Bere Ali menjelaskan, bahwa pemberitaan wartawan Tribun Kaltim sangat ngawur.

"Pak Gubernur itu sudah mengundurkan diri sejak beliau akan mencalonkan diri sebagai gubernur. Jadi saat terpilih menjadi gubernur untuk periode pertama, Pak Gubernur sudah bukan pengurus di Yayasan Melati," jelas Bere Ali.

Jika Gubernur Awang Faroek Ishak sudah tidak menjadi pengurus Yayasan Melati, maka sangat tidak profesional wartawan Tribun Kaltim, bud memaksa untuk 'menyerang' gubernur soal honor.

Apalagi bud,  secara langsung sudah membenturkan Kajati dengan gubernur. Wartawan yang profesional yang mematuhi kode etik tentu akan mengonfirmasi masalah pertanyaan soal honor itu kepada gubernur, sebelum menulis berita dan menjadikannya konsumsi publik. Ini bukti ketidakprofesionalan wartawan, bud yang merasa benar dengan opininya sendiri, padahal jelas melanggar kode etik jurnalistik.

Kepala SMA Negeri 10 Samarinda, Armin menambahkan, sepengetahuannya sejak dia masih menjadi guru SMA Negeri 10 Samarinda puluhan tahun lalu, dalam berbagai kesempatan Ketua Yayasan Melati, H Rusli selalu mengatakan bahwa menjadi pengurus itu tidak ada honornya, jadi semua harus menganggap tugas pengurus sebagai ibadah.

"Pesan itu selalu disampaikan H. Rusli. Kerja pengurus itu ibadah," kata Armin.

Bukan hanya di Yayasan Melati, saat akan bertarung dalam pemilihan gubernur 2008 lalu, Gubernur Awang Faroek Ishak juga mundur dari kepengurusan di Universitas 17 Agustus Samarinda dan Dewan Pendidikan. Jadi intinya, pemberitaan Tribun Kaltim edisi Kamis, 8 Oktober 2015 berjudul

"Kajati Pertanyakan Honor untuk Awang" sama sekali tidak berdasar, tidak berimbang, mengabaikan kode etik jurnalistik dan hanya mendorong opini wartawan bud, untuk memaksakan opini buruk terhadap Gubernur Awang Faroek Ishak. Sama sekali tidak layak dan tidak profesional. Cara penulisan berita semacam ini justru mencederai kemurnian kebebasan pers. (humasprov kaltim)

 

Pewarta:

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015