Balikpapan (ANTARA Kaltim) -  Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak diharapkan segera menandatangani Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, yang telah disahkan DPRD setempat sejak dua bulan lalu.

"Perda itu sudah disahkan DPRD Kaltim pada 8 Agustus 2015, tetapi kenapa hingga sekarang gubernur belum menandatangani," kata Direktur Eksekutif LSM Stabil, Jufriansyah, saat ditemui di Balikpapan, Jumat.

Ia mengaku tidak mengetahui alasan Gubernur Awang Faroek Ishak belum menandatangani perda yang cukup penting tersebut.

"Tapi, kami berharap beliau segera meluangkan waktu untuk membubuhkan tanda tangannya di perda tersebut," tambah Jufri, panggilan Jufriansyah.

Menurut ia, pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat menjadi sangat penting dan mendesak, karena saat ini ada sejumlah konflik sedang terjadi antara masyarakat adat dengan sejumlah pihak terkait sejumlah kepentingan.

Aktivis perempuan dari Komando Pertahanan Adat Dayak Kalimantan Timur (KPADKT) Lampang Bilung menambahkan akibat kepentingan-kepentingan itu, sesama masyarakat diadu domba atau masyarakat adat melawan pemerintah, dan sering kali masyarakat berhadapan dengan perusahaan yang didukung aparat keamanan.

"Semua mempertanyakan, bahkan menafikkan keberadaan kami masyarakat yang berhukum adat ini," kata Lampang Bilung.

Jufriansyah mengakui bahwa keberadaan dan kemunculan Perda Masyarakat Hukum Adat itu tidak serta merta dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat adat selama ini.

"Tetapi, setidaknya perda itu menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut, yaitu persoalan konflik tata ruang dan penguasaan sumber daya alam," katanya.

Juru bicara Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kaltim Syarifah Masitah Assegaf menjelaskan secara sosiologis pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat di Kaltim merupakan kebutuhan yang mendesak untuk menempatkan mereka pada harkat dan martabat sebagai anak bangsa.

"Dengan adanya aturan tersebut, masyarakat diharapkan bisa menikmati hak-hak yang melekat dan bersumber pada sistem politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya, tradisi keagamaan, sejarah dan pandangan hidup, khususnya yang menyangkut hak-hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam," kata Syarifah saat rapat paripurna pengesahan perda tersebut beberapa waktu lalu. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015