Samarinda (ANTARA Kaltim) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim menilai bahwa perlu kemauan politik (political will) Pemkot Balikpapan dan Pemkab Penajam Paser Utara untuk menyelamatkan satwa langka bekantan (Nasalis larvatus) di Teluk Balikpapan.
        
"Tinggal kemauan politik dari Pemda (Pemkot Balikpapan dan Pemkab PPU) agar bersungguh-sungguh dalam upaya pelestarian alam, baik habitat  maupun bekantannya, mengingat dari sisi peraturan mulai dari UU (undang-undang), PP  (peraturan pemerintah) sampai Perda (peraturan daerah) sudah lengkap, cuma terbentur dengan penerapannya," kata Direktur Walhi Kaltim, Ical Wardhana di Samarinda, Minggu.
         
Hal itu menanggapi tentang hasil survei dan penelitian  seorang  peneliti dari Departemen Zoologi, Universitas South Bohemia Republik Chechnya, Stanislav Lhota terhadap kehidupan liar bekantan atau monyet hidung panjang di Teluk Balikpapan yang ternyata terus terdesak.
         
Ia menambahkan bahwa kemauan politik dibutuhkan karena hutan di kawasan pesisir pada  dua daerah itu (Balikpapan dan PPU) terus dibabat untuk berbagai aktifitas baik pemerintah maupun pihak swasta.
         
Ical memaparkan bahwa dari sisi suprastruktur maka keberadaan satwa langka dan ekosistemnya memiliki peraturan yang jelas dalam upaya perlindungannya, antara lain oleh UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yakni terdapat ancaman  dengan hukuman pidana kurungan selama lima tahun atau denda mencapai Rp100 juta bagi pelaku kejahatan terhadap lingkungan hidup itu.
         
Dari sisi peraturan, maka dianggap sudah memadai misalnya hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mempunyai sifat khusus (lex specialis) yang berazaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang (vide pasal 2 UU RI No. 5 tahun 1990).
         
Selain itu, terdapat pula PP (Peraturan Pemerintah)  No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 No. 132, Tambahan Lembaran Negara No. 3776).
          
"Jadi sebenarnya tinggal political will dari Pemkot Balikpapan dan Pemkab PPU, misalnya bagaimana merancang ulang terhadap berbagai kegiatan dalam membuka kawasan hutan mangrove sebagai habitat satwa langka itu, termasuk mengoptimalkan berbagai lembaga atau instansi terkait bidang lingkungan hidup maupun pihak lain yang sifatnya memberikan dukungan penuh bagi program penyelamatan lingkungan," ujar Ical menambahkan.
          
"Kenyataan yang kita lihat berbagai program pembangunan telah mengorbankan habitat satwa langka itu,  misalnya pengembangan kawasan industri,  pelabuhan dan terminal peti kemas di Kariangau, serta proyek jalan Lintas Kalimantan di Kaltim serta jembatan yang menghubungkan Balikpapan dan PPU," papar dia. 
           
Sebelumnya, berdasarkan survei dan penelitian Stanislav Lhota sejak 2006 menemukan di kawasan Teluk Balikpapan terdapat sekitar 1.400 ekor bekantan, masing-masing sekitar 1.000 ekor di pesisir PPU dan 400 ekor di pesisir Balikpapan.
          
Berdasarkan hal itu, maka posisi Teluk Balikpapan  sangat strategis dalam upaya penyelamatan satwa langka itu karena mewaliki lima persen dari total primata berbulu kuning keemasan itu atau terbanyak ke lima di dunia.
          
Primata langka itu selain terdesak akibat pembukaan lahan oleh program pembangunan yang dilakukan pemerintah, juga akibat aktifitas perusahaan, misalnya rencana untuk membangun 20 m lebar jalan penebangan oleh PT. ITCI Hutani Manunggal (IHM), serta kegiatan PT. Mekar Bumi Andalas (MBA) untuk pabrik CPO (crude palm oil) dan PT. Dermaga Kencana Indonesia (DKI) yang membabat hutan mangrove tersebut.
          
"Berdasarkan analisa status populasi dan habitat (Population and Habitat Viability Analysis/PHVA) menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan, yakni jika tidak ada tindakan perlindungan yang diambil maka populasi bekantan di Teluk Balikpapan akan punah dalam jangka 14 tahun," kata Stanislav Lhota.

Pewarta:

Editor : Iskandar Zulkarnaen


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010