Jakarta (ANTARA Kaltim) - Batu akik yang dipamerkan di gerai Provinsi Kalimantan Timur dalam kaitan Gelar Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Budaya Expo dan Award 2015 Jakarta Covention Center, diminati banyak pengunjung dan pembeli dari berbagai daerah.
"Alhamdulillah batu akik yang saya pamerkan sudah banyak yang laku di hari pertama ini. Semua akik yang saya pamerkan merupakan batu khas Kalimantan, terutama terbanyak dari Kecamatan Tabang, Kabupaten Kutai Kartamegara," kata M Kirmani, perajin batu akik dari Kalimantan Timur saat ditemui di JCC, Kamis.
Kirmani adalah salah seorang perajin akik yang diajak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Kaltim untuk memamerkan berbagai jenis akik yang selama ini menjadi primadona bukan hanya oleh masyarakat Kaltim, tetapi juga digemari secara nasional.
Sejumlah batu akik yang dipamerkan tersebut berasal dari berbagai daerah, seperti dari Kutai Kartanegara dengan aneka jenis batu, di antaranya kecubung, akik lapis, fosil ulin, leban, pandan, yellow, badar besi, badar emas, dan labalador.
Kemudian ada akik jenis lapis banua asal Kabupaten Berau, cempaka dari Kabupaten Kutai Barat, dan ada red borneo dari Provinsi Kalimantan Selatan.
Dia menargetkan selama GPMB Expo dan Award yang berlangsung selama empat hari mulai 30 Juli hingga 2 Agutus 2015 tersebut, mampu menjual produknya senilai total Rp10 juta, sedangkan hasil yang diperoleh pada hari pertama pameran sudah terjual lebih dari Rp4 juta.
Harga batu akik yang dijual tersebut cukup terjangkau semua kalangan, karena rata-rata hanya Rp50 ribu untuk batu yang sudah dipoles dengan ukuran cincin.
Sedangkan batu bongkahan dengan berbagai jenis tersebut rata-rata hanya seharga Rp20 ribu/bongkahan, yang satu bongkahan bisa dipecah menjadi 7-8 akik ukuran cincin.
Menurut Kirmani, sebenarnya banyak batu akik yang harganya tinggi hingga puluhan juta rupiah yang tidak dipamerkan di JCC, karena di arena pameran tersebut tidak disediakan etalase sehingga akan rawan hilang.
"Saya kan khawatir akik dan batu mulia dengan harga mahal ini akan hilang akibat tidak ditaruh dalam etalase, karena pengunjungnya sangat padat sehingga rawan hilang. Ketimbang berisiko hilang, lebih baik batu bernilai tinggi seperti red borneo super dan jenis lain yang memiliki gambar serta serat unik, tidak saya pamerkan saja," tambah Kirmani. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"Alhamdulillah batu akik yang saya pamerkan sudah banyak yang laku di hari pertama ini. Semua akik yang saya pamerkan merupakan batu khas Kalimantan, terutama terbanyak dari Kecamatan Tabang, Kabupaten Kutai Kartamegara," kata M Kirmani, perajin batu akik dari Kalimantan Timur saat ditemui di JCC, Kamis.
Kirmani adalah salah seorang perajin akik yang diajak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Kaltim untuk memamerkan berbagai jenis akik yang selama ini menjadi primadona bukan hanya oleh masyarakat Kaltim, tetapi juga digemari secara nasional.
Sejumlah batu akik yang dipamerkan tersebut berasal dari berbagai daerah, seperti dari Kutai Kartanegara dengan aneka jenis batu, di antaranya kecubung, akik lapis, fosil ulin, leban, pandan, yellow, badar besi, badar emas, dan labalador.
Kemudian ada akik jenis lapis banua asal Kabupaten Berau, cempaka dari Kabupaten Kutai Barat, dan ada red borneo dari Provinsi Kalimantan Selatan.
Dia menargetkan selama GPMB Expo dan Award yang berlangsung selama empat hari mulai 30 Juli hingga 2 Agutus 2015 tersebut, mampu menjual produknya senilai total Rp10 juta, sedangkan hasil yang diperoleh pada hari pertama pameran sudah terjual lebih dari Rp4 juta.
Harga batu akik yang dijual tersebut cukup terjangkau semua kalangan, karena rata-rata hanya Rp50 ribu untuk batu yang sudah dipoles dengan ukuran cincin.
Sedangkan batu bongkahan dengan berbagai jenis tersebut rata-rata hanya seharga Rp20 ribu/bongkahan, yang satu bongkahan bisa dipecah menjadi 7-8 akik ukuran cincin.
Menurut Kirmani, sebenarnya banyak batu akik yang harganya tinggi hingga puluhan juta rupiah yang tidak dipamerkan di JCC, karena di arena pameran tersebut tidak disediakan etalase sehingga akan rawan hilang.
"Saya kan khawatir akik dan batu mulia dengan harga mahal ini akan hilang akibat tidak ditaruh dalam etalase, karena pengunjungnya sangat padat sehingga rawan hilang. Ketimbang berisiko hilang, lebih baik batu bernilai tinggi seperti red borneo super dan jenis lain yang memiliki gambar serta serat unik, tidak saya pamerkan saja," tambah Kirmani. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015