Penajam (ANTARA Kaltim) - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Penajam Paser Utara, akan memantau aksi perambahan di kawasan taman hutan raya (Tahura).
Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Penajam Paser Utara, Sugino, Jumat mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti surat dari Camat Sepaku, yang menyebutkan masih terjadi perambahan hutan di kawasan Tahura.
"Kami akan melakukan monitoring dan pengawasan, karena menurut laporan, aksi perambahan hutan di Tahura masih marak terjadi. Pengawasan hutan itu, bukan di Sepaku saja," ungkap Sugino.
Perambahan hutan, khususnya di kawasan Tahura, kata Sugino dilarang, karena melanggar Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.
"Lahan yang dirambah masyarakat itu, tidak termasuk permukiman penduduk transmigrasi sehingga wilayah tersebut harus dikembalikan ke negara. Jadi, perambahan hutan di wilayah Sepaku itu melanggar undang-undang kehutanan karena masuk ke wilayah Tahura," katanya.
"Tidak semua lahan seluas 3.000 hektare sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim Nomor 57 Tahun 1968 itu merupakan lahan transmigrasi. Jadi, tidak semua luasan tanah itu bisa dikelola oleh masyarakat karena masuk wilayah Tahura yang dilarang untuk digunakan," ungkap Sugino.
Penanganan perambahan hutan di kawasan Tahura menurut Sugino, merupakan kewenangan Unit Pelaksana Teknis Daerah atau UPTD Tahura Provinsi Kalimantan Timur.
"Berdasarkan SK Mentari Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/2003, kawasan Tahura itu berada dilintas kabupaten antara Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Kutai Kartanegara," ujar Sugino.
Sementara, Kepala Seksi Pengelolah Tahura UPTD Tahura Provinsi Kaltim, Sahar mengatakan, pencegahan aksi perambahan hutan di Kecamatan Sepaku tersebut, terkendala akomodasi.
"Pencegahan perambahan Tahura dengan yang memiliki luas sekitar 67.766 hektare itu tidak didukung dengan pembiayan yang memadai dari pemerintah," kata Sahar.
Sebelumnya, Camat Sepaku, Risman Abdul meminta pengawasan hutan di kawasan Tahura lebih dipeketat karena aksi perambahan hutan di kawasan Tahura masih marak terjadi.
Menurut Risman Abdul, rentan terjadinya perambahan hutan di kawasan Tahura itu, karena kawasan tersebut berbatasan langsung dengan wilayah pemukiman masyarakat. Sesuai SK Gubernur Kaltim Nomor 57 Tahun 1968, Kelurahan Sepaku dan Semoi merupakan wilayah transmigrasi yang telah ditetapkan pemerintah dan secara tidak langsung berbatasan dengan Tahura. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Penajam Paser Utara, Sugino, Jumat mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti surat dari Camat Sepaku, yang menyebutkan masih terjadi perambahan hutan di kawasan Tahura.
"Kami akan melakukan monitoring dan pengawasan, karena menurut laporan, aksi perambahan hutan di Tahura masih marak terjadi. Pengawasan hutan itu, bukan di Sepaku saja," ungkap Sugino.
Perambahan hutan, khususnya di kawasan Tahura, kata Sugino dilarang, karena melanggar Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.
"Lahan yang dirambah masyarakat itu, tidak termasuk permukiman penduduk transmigrasi sehingga wilayah tersebut harus dikembalikan ke negara. Jadi, perambahan hutan di wilayah Sepaku itu melanggar undang-undang kehutanan karena masuk ke wilayah Tahura," katanya.
"Tidak semua lahan seluas 3.000 hektare sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim Nomor 57 Tahun 1968 itu merupakan lahan transmigrasi. Jadi, tidak semua luasan tanah itu bisa dikelola oleh masyarakat karena masuk wilayah Tahura yang dilarang untuk digunakan," ungkap Sugino.
Penanganan perambahan hutan di kawasan Tahura menurut Sugino, merupakan kewenangan Unit Pelaksana Teknis Daerah atau UPTD Tahura Provinsi Kalimantan Timur.
"Berdasarkan SK Mentari Kehutanan Nomor 107/Kpts-II/2003, kawasan Tahura itu berada dilintas kabupaten antara Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Kutai Kartanegara," ujar Sugino.
Sementara, Kepala Seksi Pengelolah Tahura UPTD Tahura Provinsi Kaltim, Sahar mengatakan, pencegahan aksi perambahan hutan di Kecamatan Sepaku tersebut, terkendala akomodasi.
"Pencegahan perambahan Tahura dengan yang memiliki luas sekitar 67.766 hektare itu tidak didukung dengan pembiayan yang memadai dari pemerintah," kata Sahar.
Sebelumnya, Camat Sepaku, Risman Abdul meminta pengawasan hutan di kawasan Tahura lebih dipeketat karena aksi perambahan hutan di kawasan Tahura masih marak terjadi.
Menurut Risman Abdul, rentan terjadinya perambahan hutan di kawasan Tahura itu, karena kawasan tersebut berbatasan langsung dengan wilayah pemukiman masyarakat. Sesuai SK Gubernur Kaltim Nomor 57 Tahun 1968, Kelurahan Sepaku dan Semoi merupakan wilayah transmigrasi yang telah ditetapkan pemerintah dan secara tidak langsung berbatasan dengan Tahura. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015