Samarinda (ANTARA Kaltim) - Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur menyita narkoba jenis sabu-sabu seberat 1 kilogram yang didatangkan dari Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Minggu (24/5) malam.

Barang haram itu diamankan tim BNNP Kaltim dari seorang penumpang Kapal Motor Lambelu berinisial Er alias Bastek saat baru turun di Pelabuhan Semayang, Kota Balikpapan.

Dari tangan tersangka, petugas BNNP Kaltim juga menyita uang tunai senilai Rp1,3 miliar, sebuah telepon genggam, dan sejumlah makanan ringan buatan Malaysia.

"Awalnya pada hari Minggu (24/5) sekitar pukul 10.00 Wita, kami menerima informasi bahwa akan ada pengiriman narkoba dari Tarakan melalui jalur kapal laut di Pelabuhan Semayang, Balikpapan, kemudian kami langsung membentuk tim untuk menindaklanjuti laporan tersebut," ungkap Kepala BNNP Kaltim Brigjen Pol. Agus Gatot Purwanto kepada wartawan di Samarinda, Senin (25/5).

Dalam penangkapan itu, tersangka Er yang diduga sebagai kurir dari bandar besar menyembunyikan sabu-sabu dalam kaleng biskuit buatan Malaysia yang dimasukkan kardus.

Dari hasil pemeriksaan, Er mengaku sudah empat kali membawa sabu-sabu dari Tarakan dengan modus berbeda-beda. Dia selalu menggunakan kapal laut.

"Setiap sekali mengantar sabu-sabu dari Tarakan ke Balikpapan, Er mengaku diberi upah Rp15 juta, termasuk tiket dan penginapan selama di Balikpapan ditanggung oleh pemilik narkoba itu. Rencananya, sabu-sabu itu akan diserahkan Er ke seseorang di sebuah hotel berbintang sesuai dengan kesepakatan mereka," kata Agus Gatot.

Kasus pengungkapan ini hanya berselang empat hari dari penangkapan dua oknum TNI, yakni Prajurit Kepala AK dan Prajurit Kepala GW serta seorang warga sipil berinisial Sdr dengan kasus yang sama pada hari Kamis (21/5) siang pukul 13.30 Wita di sebuah hotel di Balikpapan.

Dalam kasus ini, petugas BNNP Kaltim menyita barang bukti berupa 10 paket sabu-sabu seberat 556,17 gram, uang tunai diduga hasil penjualan narkoba senilai Rp24 juta, satu pucuk senjata api jenis FN beserta 12 butir peluru, enam unit telepon genggam, serta sebuah mobil.

"Praka AK diduga sebagai otak sindikat pengedar narkoba ini," ungkap Agus Gatot Purwanto saat menggelar jumpa pers bersama Komandan Detasemen Polisi Militer (Denpom) VI/1 Samarinda Letkol CPM Zulkarnain.

Seperti halnya tersangka Er, sabu-sabu seberat lebih dari setengah kilogram itu juga dibawa dari Tarakan ke Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Bedanya, Praka GW dan Sdr menggunakan jalur darat menuju Balikpapan.

Di sebuah hotel di Kota Balikpapan, petugas BNNP yang menyamar sebagai pembeli bertransaksi dengan sindikat tersebut dengan harga sabu-sabu yang disepakati senilai Rp500 juta.

"Sebenarnya Praka AK sudah dalam pengawasan kami dan dia pernah dimintai keterangan terkait dengan penyalahgunaan narkoba. Akan tetapi, karena tidak terbukti, dia dilepas. Namun, kami menyerahkan pengawasan ke BNN Provinsi Kaltim," kata Komandan Denpom VI/1 Samarinda Letkol CPM Zulkarnain.

Dua kasus pengungkapan sabu-sabu itu menambah panjang daftar penyelundupan narkoba yang terjadi di Bumi Etam (julukan Provinsi Kaltim). Setidaknya selama lima bulan terakhir (Januari--Mei 2015), aparat kepolisian dan BNNP beberapa kali membongkar penyelundupan sabu-sabu dalam jumlah "jumbo".

Dari catatan Antara, BNNP Kaltim membongkar penyelundupan sabu-sabu dari Malaysia seberat 2 kilogram pada pertengahan Februari lalu dan menahan empat orang tersangka yang diduga terlibat jaringan internasional peredaran narkoba.

Kemudian, pada awal Maret, petugas kembali mengungkap kasus peredaran narkoba dengan barang bukti 200 pil ekstasi dan 50 gram sabu-sabu.

Selanjutnya, di pertengahan April, empat orang tersangka pengedar narkoba jaringan Malaysia dibekuk petugas BNNP dengan barang bukti 122,64 gram sabu-sabu.

Sebelum itu, sekitar akhir Maret, Kepolisian Daerah Kaltim menangkap pasangan suami istri, AB dan Sut, karena kedapatan membawa narkoba jenis sabu-sabu seberat 1 kilogram. Keduanya ditangkap di depan pertokoan Cemara Rindang, Jalan Jenderal Sudirman, Balikpapan.

Di luar pengungkapkan kasus-kasus besar itu, aparat kepolisian dan BNN juga membongkar kasus peredaran narkoba dalam skala kecil yang terjadi hampir di semua kabupaten/kota di Kaltim.



Mencemaskan

Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak saat menghadiri acara Deklarasi Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba di Samarinda, beberapa waktu lalu, mengakui bahwa bencana narkoba kini mengancam Provinsi Kaltim seiring dengan tingginya kasus peredaran dan penyelundupan barang haram itu.

Dalam kasus penyalahgunaan narkoba, lanjut Gubernur, Kaltim sudah sangat mencemaskan dan berada pada peringkat empat nasional dengan prevalensi sekitar 3,1 persen dari jumlah penduduk.

Awang Faroek menyadari bahwa target Pemprov Kaltim untuk mewujudkan "zero narkoba" pada tahun 2015 tidak mungkin bisa tercapai.

"Zero narkoba tidak mungkin bisa dicapai pada tahun 2015. Akan tetapi, jika kita bisa turunkan dari prevalensi 3,1 persen, itu sudah prestasi," tegas Awang.

Kasus penyalahgunaan narkoba di Bumi Etam yang dalam kondisi mencemaskan itu tampaknya cukup masuk akal karena narkoba itu sudah "menyerang" hampir semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, pelajar, buruh bangunan, pegawai negeri sipil, atlet, petugas lapas, hingga oknum aparat penegak hukum.

Di kalangan anak-anak pelajar SD dan SMP, dalam beberapa tahun terakhir marak kebiasaan "ngelem" atau menghirup bahan kimia dari lem atau inhalan yang bisa menyebabkan halusinasi. Kebiasaan itu diyakini menjadi cikal bakal bagi generasi penerus tersebut untuk mengonsumsi narkoba.

Dari kalangan atlet, seorang petinju berinisial FP (24) yang meraih medali perak pada Pekan Olahraga Provinsi Kaltim tahun 2014 ikut dibekuk polisi karena diduga menjadi pengedar narkoba.

Sementara itu, di Balikpapan, seorang PNS di Dinas Perhubungan ikut diamankan petugas saat terlibat pesta sabu-sabu. Begitu pula, PNS di Kabupaten Penajam Paser Utara menjadi tersangka kasus yang sama.

"Saya sangat prihatin karena peredaran narkotika telah melibatkan semua kalangan, termasuk remaja, bahkan anak sekolah. Bahkan, saat ini anak jadi modus dalam peredaran narkoba. Ada yang disuruh mencuri motor, dengan imbalan LL (sejenis pil koplo)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta, Kutai Timur, Tety Syam saat menghadiri acara pemusnahan barang bukti narkoba, beberapa waktu lalu.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim Kiai Haji Hamri Haz mengemukakan bahwa narkoba merupakan barang terlarang sehingga siapa saja yang mengedarkan harus mendapatkan hukuman setimpal.

Apalagi, dampak penyalahgunaan narkoba sangat parah karena bisa melemahkan syaraf dan mengganggu aktivitas, termasuk mengganggu lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu, menurut K.H. Hamri, hukuman mati bagi pengedar narkoba kelas kakap diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.

"Hukuman mati itu tidak menjadi masalah diterapkan asalkan dilaksanakan dalam rangka menegakkan keadilan, bukan merupakan tindakan balas dendam. Hal ini perlu dilakukan sebagai efek jera agar orang lain tidak melakukan kesalahan yang sama," katanya saat menanggapi eksekusi mati terhadap beberapa terpidana kasus narkoba.

Ia menegaskan, "Saya kira ini wajar dilakukan karena melihat besarnya kehancuran akibat penyalahgunaan narkoba."

Ketua BNNP Kaltim Agus Gatot Purwanto menekankan bahwa masalah narkoba sebenarnya bukan terletak pada pengedarnya, melainkan pada pengguna atau pencandunya yang harus mendapat penanganan intensif melalui program rehabilitasi.

"Selama pecandu masih ada, berapa pun harga narkoba itu tetap dicari. Oleh karena itu, para pecandu narkoba harus diobati dan ditangani dengan intensif," katanya. (*)

Pewarta: Amirullah & Didik Kusbiantoro

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015