Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sedikitnya 50 orang yang mengatasnamakan dirinya Forum Masyarakat Adat Kalimantan Timur (FMAKT) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Sekretariat DPRD Kaltim di Karang Paci, Senin (18/8). Mereka menuntut dewan mempercepat pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat sebelum masa jabatan dewan berakhir.
Sebanyak 15 orang perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim Yahya Anja dan Anggota DPRD Kaltim Very Diana Wang serta didampingi Sekwan Ahmadi. Sementara yang lainnya meneruskan orasinya di halaman depan gedung utama.
Korlap FMAKT Hengki menyatakan, pihaknya mempersoalkan surat yang dilayangkan oleh Pemprov Kaltim dengan Nomor 188.34/4214-HK/2014 yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur Kaltim tentang penundaan Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat dengan alasan menunggu pengesahan Rancangan Undang-undang Adat yang kini tengah dibahas di DPR.
“Surat tersebut ditujukan kepada Ketua DPRD Kaltim. Sehingga kami melihat adanya intervensi dari pemerintah kepada dewan, mengingat raperda yang dimaksud merupakan inisiatif dewan. Ini bisa mencederai hati masyarakat adat di Kaltim,â€tutur Hengki didampingi Simon, Thresia, Hartoyo dan lainnya.
Dikatakannya, presiden pernah mengatakan hak adat harus dilindungi. Selain itu hakim MK juga pernah mengatakan pentingnya adanya payung hukum berupa undang-undang yang dapat melindungi masyarakat adat atau seminimalnya setingkat peraturan daerah.
â€Pertemuan dengan pemerintah pusat yang dalam hal ini Wakil Menteri Hukum dan Ham RI menyatakan mendukung penuh adanya perda yang dapat mengakui dan melindungi masyarakat adat di daerah,†tegas Hengki.
Oleh sebab itu kata Hengki pemerintah sebenarnya tidak memiliki alasan kuat terkait hal tersebut. Karenanya, pihaknya memberikan deadline selama tiga hari untuk dewan bisa mengesahkan raperda yang sempat terhenti tersebut sebelum masa jabatan berakhir. â€Kalau dalam tiga hari ternyata tidak ada tanda-tanda terang maka kami akan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dilakukan,â€jelasnya.
Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua DPRD Kaltim Yahya Anja menuturkan secara kelembagaan urusan pembahasan rancangan peraturan daerah diserahkan sepenuhnya kepada panitia khusus (Pansus). Dalam tatip dewan dijelaskan bahwa Pansus akan bubar dengan sendirinya setelah menyampaikan laporannya melalui mekanisme rapat paripurna, terkecuali adanya permintaan perpanjangan waktu kerja pansus dan mendapat persetujuan dari seluruh peserta rapat paripurna.
“Secara pribadi saya sangat mendukung apa yang menjadi semangat perjuangan dari masyarakat adat di Kalimatan Timur. Oleh sebab itu dewan akan segera melakukan rapat internal guna membahas persoalan ini lalu kemudian akan melakukan pertemuan terbuka dengan memanggil pemerintah provinsi guna mendalami maksud dari surat penundaan perda dimaksud,†ungkap Yahya.
Dijelaskannya, dewan akan mengundang Pemprov Kaltim, BPKH Kaltim, BPN Kaltim dan Forum Masyarakat Adat Kaltim dalam sebuah pertemuan guna duduk satu meja khusus membicarakan tentang tindak lanjut pembahasan Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat yang akan dilaksanakan pada 19 Agustus mendatang.
Hal senada dikatakan oleh Veridiana Wang, mantan Anggota Pansus tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat DPRD Kaltim. Ia mengatakan dewan pada prinsipnya sepakat untuk melanjutkan pembahasan raperda tersebut untuk segera disahkan menjadi peraturan daerah yang definitif.
“Saya sangat memahami bagaimana kondisi masyarakat adat yang ada sejumlah daerah di Kalimatan Timur yang selama seakan masih menjadi tamu di daerah sendiri karena disebabkan penguasaan tanah oleh perusahaan yang mendapat izin legal dari pemerintah tanpa menghiraukan bagaimana hak-hak wilayah adat yang bagi mereka sangat sakral,â€kata Verdiana.
Ia berharap agar dalam pertemuan dengan semua pihak terkait nantinya ada terdapat titik terang dan kesepakatan bersama yang berujung kepada kepentingan masyarakat Kalimantan Timur khususnya masyarakat adat yang selama ini selalu terpinggirkan.
â€Kami berharap secepat mungkin bisa selesai namun pada kenyataannya sebelum pansus bubar pada sendirinya beberapa waktu lalu, ada tiga hal yang belum dilakukan oleh pansus sehingga raperda yang dibahas belum bisa disahkan yakni uji publik, konsultasi ke Biro Hukum dan HAM Kementrian Dalam Negeri dan disahkan dalam paripurna,†katanya. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/oke)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
Sebanyak 15 orang perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim Yahya Anja dan Anggota DPRD Kaltim Very Diana Wang serta didampingi Sekwan Ahmadi. Sementara yang lainnya meneruskan orasinya di halaman depan gedung utama.
Korlap FMAKT Hengki menyatakan, pihaknya mempersoalkan surat yang dilayangkan oleh Pemprov Kaltim dengan Nomor 188.34/4214-HK/2014 yang ditandatangani oleh Wakil Gubernur Kaltim tentang penundaan Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat dengan alasan menunggu pengesahan Rancangan Undang-undang Adat yang kini tengah dibahas di DPR.
“Surat tersebut ditujukan kepada Ketua DPRD Kaltim. Sehingga kami melihat adanya intervensi dari pemerintah kepada dewan, mengingat raperda yang dimaksud merupakan inisiatif dewan. Ini bisa mencederai hati masyarakat adat di Kaltim,â€tutur Hengki didampingi Simon, Thresia, Hartoyo dan lainnya.
Dikatakannya, presiden pernah mengatakan hak adat harus dilindungi. Selain itu hakim MK juga pernah mengatakan pentingnya adanya payung hukum berupa undang-undang yang dapat melindungi masyarakat adat atau seminimalnya setingkat peraturan daerah.
â€Pertemuan dengan pemerintah pusat yang dalam hal ini Wakil Menteri Hukum dan Ham RI menyatakan mendukung penuh adanya perda yang dapat mengakui dan melindungi masyarakat adat di daerah,†tegas Hengki.
Oleh sebab itu kata Hengki pemerintah sebenarnya tidak memiliki alasan kuat terkait hal tersebut. Karenanya, pihaknya memberikan deadline selama tiga hari untuk dewan bisa mengesahkan raperda yang sempat terhenti tersebut sebelum masa jabatan berakhir. â€Kalau dalam tiga hari ternyata tidak ada tanda-tanda terang maka kami akan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dilakukan,â€jelasnya.
Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua DPRD Kaltim Yahya Anja menuturkan secara kelembagaan urusan pembahasan rancangan peraturan daerah diserahkan sepenuhnya kepada panitia khusus (Pansus). Dalam tatip dewan dijelaskan bahwa Pansus akan bubar dengan sendirinya setelah menyampaikan laporannya melalui mekanisme rapat paripurna, terkecuali adanya permintaan perpanjangan waktu kerja pansus dan mendapat persetujuan dari seluruh peserta rapat paripurna.
“Secara pribadi saya sangat mendukung apa yang menjadi semangat perjuangan dari masyarakat adat di Kalimatan Timur. Oleh sebab itu dewan akan segera melakukan rapat internal guna membahas persoalan ini lalu kemudian akan melakukan pertemuan terbuka dengan memanggil pemerintah provinsi guna mendalami maksud dari surat penundaan perda dimaksud,†ungkap Yahya.
Dijelaskannya, dewan akan mengundang Pemprov Kaltim, BPKH Kaltim, BPN Kaltim dan Forum Masyarakat Adat Kaltim dalam sebuah pertemuan guna duduk satu meja khusus membicarakan tentang tindak lanjut pembahasan Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat yang akan dilaksanakan pada 19 Agustus mendatang.
Hal senada dikatakan oleh Veridiana Wang, mantan Anggota Pansus tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat DPRD Kaltim. Ia mengatakan dewan pada prinsipnya sepakat untuk melanjutkan pembahasan raperda tersebut untuk segera disahkan menjadi peraturan daerah yang definitif.
“Saya sangat memahami bagaimana kondisi masyarakat adat yang ada sejumlah daerah di Kalimatan Timur yang selama seakan masih menjadi tamu di daerah sendiri karena disebabkan penguasaan tanah oleh perusahaan yang mendapat izin legal dari pemerintah tanpa menghiraukan bagaimana hak-hak wilayah adat yang bagi mereka sangat sakral,â€kata Verdiana.
Ia berharap agar dalam pertemuan dengan semua pihak terkait nantinya ada terdapat titik terang dan kesepakatan bersama yang berujung kepada kepentingan masyarakat Kalimantan Timur khususnya masyarakat adat yang selama ini selalu terpinggirkan.
â€Kami berharap secepat mungkin bisa selesai namun pada kenyataannya sebelum pansus bubar pada sendirinya beberapa waktu lalu, ada tiga hal yang belum dilakukan oleh pansus sehingga raperda yang dibahas belum bisa disahkan yakni uji publik, konsultasi ke Biro Hukum dan HAM Kementrian Dalam Negeri dan disahkan dalam paripurna,†katanya. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/oke)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014