Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) menetapkan penahanan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pembayaran tambahan penghasilan pegawai (TPP) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Sjahranie (AWS), Samarinda.
"Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp4.977.339.000," sebut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim Toni Yuswanto di Samarinda, Jumat.
Dia mengungkapkan bahwa penahanan ini merupakan hasil dari penyidikan mendalam yang telah dilakukan oleh tim penyidik.
"Penyidikan yang kami lakukan termasuk pemeriksaan saksi dan penggeledahan. Kami telah menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan ketiga orang ini sebagai tersangka," ujar Toni.
"Penyidikan yang kami lakukan termasuk pemeriksaan saksi dan penggeledahan. Kami telah menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan ketiga orang ini sebagai tersangka," ujar Toni.
Tiga tersangka yang ditahan adalah FT selaku bendahara pengeluaran pada periode 2018, 2021, dan 2022 di RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Kemudian HJA yang menjabat sebagai bendahara pengeluaran pada periode 2019 dan 2020 di rumah sakit yang sama.
Selanjutnya YO yang bertugas sebagai pengelola administrasi keuangan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie.
Baca juga: Kejati Kaltim geledah rumah kediaman soal dugaan korupsi TPP RSUD AWS
Selanjutnya YO yang bertugas sebagai pengelola administrasi keuangan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie.
Baca juga: Kejati Kaltim geledah rumah kediaman soal dugaan korupsi TPP RSUD AWS
Menurut Toni, modus yang digunakan dalam kasus ini adalah manipulasi daftar unggah yang berisi nama, nominal TPP yang diterima, dan nomor rekening pegawai RSUD AWS.
"Manipulasi dilakukan dengan cara memasukkan nama-nama yang seharusnya tidak berhak menerima TPP, seperti pegawai yang sedang tugas belajar atau yang sudah pensiun. Rekening yang digunakan untuk pencairan dana adalah rekening atas nama YO dan EH, suami YO," jelasnya.
Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1), pasal 3 Jo. pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, serta pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Disampaikan Toni bahwa penahanan dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
"Tindakan ini juga didasarkan pada pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP, mengingat perbuatan yang dilakukan oleh tersangka merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih," tambahnya.
Penahanan ini, imbuhnya, berlangsung selama 20 hari ke depan, dimulai dari tanggal penetapan surat perintah penahanan oleh Kepala Kejati Kaltim.
Kejati Kaltim berkomitmen untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, mengingat kasus ini menjadi sorotan publik dikarenakan besarnya jumlah kerugian negara yang terlibat.
Baca juga: Kejari Kutim tahan tiga tersangka korupsi dana Bumdes Desa Kandolo
Baca juga: Kejari Kutim tahan tiga tersangka korupsi dana Bumdes Desa Kandolo
Toni menegaskan bahwa Kejati Kaltim tidak akan mentolerir segala bentuk korupsi. Pihaknya terus bekerja keras untuk memberantas korupsi di wilayah Kaltim.
"Tidak ada tempat bagi koruptor di Kalimantan Timur," tegasnya.
"Tidak ada tempat bagi koruptor di Kalimantan Timur," tegasnya.
Ia menyatakan bahwa dengan penahanan ini, dapat memberikan efek jera kepada para pelaku dan menjadi peringatan bagi pegawai lain untuk tidak terlibat dalam praktik korupsi.
Kejati Kaltim juga mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan jika mengetahui adanya indikasi korupsi di lingkungan mereka.
"Penyidikan kasus ini terus berlanjut, dan Kejati Kaltim akan memberikan informasi terbaru kepada publik seiring dengan perkembangan yang ada. Masyarakat diharapkan dapat memberikan dukungan kepada pihak kejaksaan dalam upaya pemberantasan korupsi di Kaltim," ujar Toni.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024