Samarinda, 20/7 (ANTARA Kaltim) - Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) marah terhadap oknum kepala sekolah jenjang SD, SMP, SMA dan yang sederajat terkait pendaftaran siswa baru (PSB) yang orang tua siswa dimintai sejumlah uang agar bisa diterima di sekolah terkait.
“Saya sudah marah ketika mendengar laporan masyarakat bahwa untuk masuk ke sekolah tertentu harus membayar antara tiga jutaan hingga belasan juta,†kata Kadisdik Kota Samarinda Asli Nuryadin di Samarinda, Minggu.
Hal yang lebih membuat dia marah lagi adalah datang laporan lain bahwa uang yang diberikan kepada sekolah tersebut, sebagian merupakan jatah kepala dinas pendidikan dan pegawai dinas pendidikan yang membidangi masing-masing jenjang pendidikan.
“Saya tidak habis fikir mengapa oknum kepala sekolah membuat pernyataan bahwa seolah-olah dinas pendidikan melegalkan penarikan uang untuk PSB. Saya akan memberikan sock terapy kepada kepala sekolah yang nakal,†katanya.
Peringatan keras bahkan hingga pemindahan tugas itu akan dilakukan setelah Idul Fitri karena selama bulan puasa ini perlu menumbuhkan kesabaran atau menjaga amarah agar tidak sampai meledak.
“Salah satu dari masyarakat yang datang ke saya bahkan ada yang bilang, masa saya dimintai uang tiga juta oleh sekolah, saya ini kan hanya tukang ojek pak,†kata Asli menirukan laporan masyarakat tersebut.
Dia menegaskan bahwa untuk masyarakat yang kurang mampu supaya tidak dipungut biaya, sedangkan untuk kepentingan yang sangat prioritas, tentunya perencanaan dan perhitungannya harus diketahui oleh Disdik Kota Samarinda apabila ada bantuan dari masyarakat.
Dia meminta sekolah mengoptimalkan dulu dana yang tersedia seperti dari Bantuan Operasional Sekolah Nasional atau Daerah (Bosnas dan Bosda).
Apabila ada bantuan atau sumbangan masyarakat, itupun harus dikelola oleh Komite Sekolah tanpa harus mematok besaran bantuan orang tua siswa. Bantuan masyarakat juga harus dipertanggungjawabkan secara transparan, bila perlu dijurnalkan ke publik.
Terkait masalah buku kurikulum, maka untuk kelas 1, 2, 4, 5 SD, kelas 7 dan 8 SMP, serta kelas 10, 11 SMA/SMK, semuanya disediakan oleh pemerintah pusat melalui dana Bosnas dan BOS Buku yang tiga hari lalu sudah di proses pengirimannya ke sekolah.
Atas dasar itu, maka tidak perlu ada lagi jual beli buku wajib di sekolah. Selanjutnya, sambil menunggu buku kurikulum dari Jakarta, sekolah sudah diberikan kepingan CD yang berisi materi dan isi seperti yang ada di buku fisik untuk dipelajari oleh kepala sekolah dan guru.
"Begitu juga untuk kewajiban pakaian seragam dan kelengkapan siswa yang disiapkan oleh koperasi, hendaknya menggunakan prinsip membantu siswa, artinya harga tidak boleh lebih mahal dari harga pasaran atau koperasi tidak boleh mengambil untung banyak," kata Asli. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014