Di jantung Kota Samarinda, terselip sebuah permata arsitektur yang menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Villa Annie. Itulah nama bangunan tua asli dan terawat sejak era penjajahan Belanda.

Nama Villa Annie  terpampang pada tulisan timbul di bagian atas rumah. Bangunan bersejarah ini berdiri kokoh dengan pesona etnik Kutai-Banjar yang tak lekang oleh zaman.

Seolah melintasi lorong waktu, Villa Annie mengajak untuk menyelami kisah-kisah masa silam yang terukir di setiap sudutnya. Rumah ini dibangun pada awal tahun 1897 oleh Edward, anak tertua dari Major HK Lim, seorang keturunan Tionghoa Dayak Barito yang berasal dari Banjarmasin, seorang Assistent Resident Belanda yang dimandatkan bertugas di Samarinda, Kalimantan Timur.

Bangunan Villa Annie yang langsung berhadapan dengan Sungai Mahakam itu  terinspirasi dari nama istri Edward, Annie. Rumah ini kemudian dibeli oleh Anwar Lo Beng Long, ipar Edward, pada tahun 1921. Anwar adalah seorang pengusaha yang menikahi adik Edward, Dorinawatie Helena Louise.

Begitu memasuki halaman, Villa Annie yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso Samarinda, pengunjung disambut oleh taman yang asri dengan aneka pepohonan dan bunga yang menyejukkan mata. Di tengah taman, kolam ikan berbentuk heksagonal yang dinaungi bangunan atap sirap itu menjadi pusat perhatian.

Langkah kaki kemudian menuntun pewarta menuju rumah bergaya Kutai-Banjar dengan warna khas bangunan kuno, yang dominan hijau dan kuning gading, kental dengan nuansa kayu ulin. Pintu dan jendela rumah masih mempertahankan keaslian, dihiasi dengan ukiran-ukiran khas Kalimantan yang memesona.

Di dalam rumah, ruang tamu dan ruang keluarga dilengkapi dengan perabotan antik yang bercerita tentang masa lalu. Kursi kayu yang kokoh, tempat di mana Anwar Lo Beng Long, Sultan Parikesit, dan rekannya sering duduk bersama, kala itu. Kemudian meja yang sarat kenangan, guci antik, hingga lemari yang menyimpan kisah-kisah keluarga, semuanya seakan berbisik tentang kehidupan yang pernah mewarnai Villa Annie.
 
Pintu serta daun jendela rumah ini juga masih terjaga, dirawat baik oleh anak cucu dari Anwar Lo Beng Long. ANTARA/Ahmad Rifandi
 
Sosok hebat 
 
Tak hanya arsitektur dan interiornya yang antik, Villa Annie juga menyimpan kisah menarik tentang pemiliknya, Anwar Lo Beng Long. Seorang pria keturunan Tionghoa Guangdong bercampur darah Kutai yang dikenal sebagai penangkar anggrek ternama di Kalimantan Timur.

Lebih dari sekadar rumah, Villa Annie adalah sebuah mozaik sejarah yang menyimpan banyak cerita. Di tempat inilah para pejabat Kesultanan Kutai, pejabat kepala daerah, hingga Gubernur Kalimantan Timur pernah kongkow dan berdiskusi tentang berbagai isu penting pada masanya.

Kesuksesan Anwar Lo Beng Long sebagai pengusaha tak lepas dari darah bisnis yang diturunkan ayahnya, Loa A Po.

"Loa A Po merupakan mitra bisnis yang kuat pada kerabat Kesultanan Kutai, dari Sultan Sulaiman sampai ke Sultan Alimuddin. Ia seorang pengusaha Tionghoa Suku Guangdong yang eksis membangun Kalimantan, diteruskan Lo Beng Long pada era Sultan AM Parikesit," cerita Iwan Lolang, cucu Anwar Lo Beng Long, generasi keempat yang mendiami Villa Annie.

Lo A Po memiliki perusahaan pertambangan, perkebunan, dan perikanan. Ia juga memiliki hubungan baik dengan pemerintah Belanda dan Inggris, serta menjadi perantara bagi Sultan Anom Alimuddin dalam bernegosiasi dengan kedua negara tersebut.

Lo A Po banyak mendatangkan tenaga kerja dari Sumatera dan Jawa. Juga mendatangkan dari Sulawesi.

Dari situlah, maka anaknya, Anwar Lo Beng Long, memiliki hubungan yang erat dengan Kesultanan Kutai. Ia pernah bersekolah bersama Sultan AM Parikesit di Jakarta, sebelum melanjutkan pendidikannya di Universitas Washington, Amerika Serikat.
 
 
Lo Beng Long pernah ditugaskan bekerja sebagai pengawas pada proyek Terusan Suez, di mana Kesultanan Kutai menjadi salah satu donatur di situ.

Anwar Lo Beng Long juga seorang olahragawan yang berprestasi. Ia hobi bermain speed boat, sepak bola l, dan layang-layang. Kegemarannya dalam sepak bola dan berkebun pun menambah sisi menarik dari sosoknya.

Anwar Lo Beng Long dikenal sebagai sosok yang cerdas dan berwibawa. Ia dipercaya oleh Sultan Kutai sebagai salah satu penasihatnya. Ia juga menjadi sahabat dan penasihat Gubernur APT Pranoto.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, ia banyak membantu pejuang dengan memasok logistik. Ia juga menjadi anggota Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Salah seorang sahabatnya, Muso Salim, pahlawan nasional asal Muara Kaman, Kutai Kartanegara.

Keluarga Lo Beng Long juga memiliki andil mendirikan Universitas Mulawarman (Unmul), kampus negeri kebanggaan Bumi Etam. Pada tahun 1962, Dorinawatie, yang juga dikenal sebagai Nyonya Lo Beng Long, menjadi bendahara Yayasan Perguruan Tinggi Mulawarman. Yayasan ini berperan penting dalam pendirian Unmul.

Berkat bantuan Nyonya Lo Beng Long, Unmul mendapat hibah rumah panggung untuk dijadikan kampus pertama. Rumah itu menjadi saksi bisu awal mula perjalanan Unmul.

"Dulu di situ ada sekretariat Dewan Mahasiswa," kata Iwan Lolang, cucu Nyonya Lo Beng Long.

Dalam perjalanannya, PTM ditingkatkan dan diubah namanya menjadi Universitas Kalimantan Timur (Unikat) oleh Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Thoyib Hadiwidjaja. Namun belakangan dikembalikan lagi jadi Universitas Mulawarman oleh Presiden Soekarno pada 23 April 1963, sedangkan tanggal 27 September 1962 ditetapkan sebagai berdirinya Unmul.

Pada awal pemerintahan Abdoel Moeis Hasan, Gubernur Kalimantan Timur periode 1962-1966, Unmul didatangi Abdul Samad bersama membawa rekannnya Ence Shamad terkait pengembangan pendidikan Kaltim. Mereka memikirkan kenapa anak-anak Kaltim kuliah harus ke luar Pulau Kalimantan, seperti Jawa dan Sulawesi.

Mereka kemudian diarahkan Abdoel Moeis Hasan bertemu Dorinawatie untuk mendiskusikan pendirian perguruan tinggi pertama Kalimantan Timur, yang belakangan dibentuk yayasan yang mengurusi itu.

Tanah yang dimiliki seorang Tionghoa yang kebetulan akan berpindah rumah, berlokasi di Jalan Flores Samarinda dibeli Anwar Lo Beng Long. Dorinawatie lantas menyumbangkannya untuk kampus pertama, cikal bakal berdirinya Unmul.

Lahan rumah panggung di Jalan Flores Samarinda kini menjadi kampus Fakultas Ilmu Budaya dan Balai Bahasa Kalimantan Timur.

Dorinawatie merupakan sosok perempuan yang aktif dalam pergerakan ekonomi, pendidikan, dan sosial masyarakat di Kalimantan Timur. Ia dan adiknya, Elly, adalah sahabat dari para tokoh pergerakan perempuan Indonesia seperti Aminah Syukur, Moegni Brotoadiasikusumo, E Samad, Riffadin, dan Djumantan Anang Hasyim.

Merekalah yang mendirikan Sekolah TK Dharma Bahagia, beberapa sekolah rakyat di Tenggarong dan Samarinda, juga SD/SMP Muhammadiyah Samarinda, SMP1/SMA1/SMEA Negeri Samarinda, dan Universitas Mulawarman. Dorinawatie juga ikut mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) di Kalimantan Timur, membantu pendirian beberapa langgar, rumah sakit Islam, pemugaran asrama perawat, dan gereja.

Ronald Lolang, anak bungsu dari Lo Beng Long, mendiami dan melanjutkan merawat Villa Annie. Ronald Lolang merupakan pengusaha dan pemerhati lingkungan, juga pecinta seni. Ia pemilik Bioskop Mahakama yang sohor di era 1980-an, dan merupakan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1960-an.

Anwar Lo Beng Long dan Dorinawatie Helena Louise adalah pasangan suami istri yang menginspirasi. Mereka menunjukkan bahwa perbedaan suku dan agama bukanlah penghalang untuk bekerja sama dan membangun bangsa. Keduanya adalah pahlawan yang telah berjasa bagi Kalimantan Timur.

Hal itu karena mereka menyadari sebagai keturunan campuran serta sangat bangga dan peduli sebagai putra daerah Kalimantan Timur.


Rumah kuno paling orisinal di Samarinda

Villa Annie kini berdiri sebagai bukti sejarah yang tak tergantikan. Ia menjadi pengingat akan masa lalu, sekaligus inspirasi untuk melestarikan budaya dan sejarah Kota Samarinda.

Villa Annie memiliki nilai sejarah yang tinggi karena merupakan salah satu bangunan rumah tua yang paling orisinal di Kota Samarinda.

Sejarawan publik asal Kalimantan Timur, Muhammad Sarip, menyatakan bahwa Villa Annie--meskipun tanpa papan nama cagar budaya oleh pemerintah--, rumah antik itu pada hakikatnya adalah cagar budaya jenis bangunan rumah yang paling orisinal di Kota Samarinda.
 
 
"Level orisinalitasnya jauh melebihi keaslian bangunan rumah tua di Samarinda Seberang. Rumah tua di Samarinda Seberang, meskipun diberi SK oleh Pemkot, konstruksi dan interiornya sudah berbeda dengan bangunan awalnya," tutur Sarip.

Bahkan, keaslian Villa Annie dari aspek konstruksi juga mengungguli Masjid tertua Shirathal Mustaqiem di Samarinda Seberang. Masjid tersebut konstruksinya mayoritas hasil pemugaran dengan penggantian bahan bangunan yang mengalami pelapukan, sedangkan Villa Annie, bangunannya memang orisinal sebagaimana kali pertama dibangun.

Sejarawan Sarip mengapresiasi komitmen keluarga Tionghoa yang turun-temurun melestarikan orisinalitas Villa Annie.

Hal itu menunjukkan bahwa mereka menghargai warisan budaya yang mereka miliki.

"Ini adalah contoh yang baik bagi kita semua, bahwa kita harus menjaga dan melestarikan bangunan-bangunan bersejarah yang ada di kota kita. Bangunan ini (Villa Annie) adalah saksi bisu perkembangan kota di tanah Kalimantan Timur, dan juga cerminan keberagaman budaya yang kita miliki," papar Sarip.

Kisah-kisah yang terukir di Villa Annie menyerukan untuk menghargai perjalanan waktu dan memaknai setiap jejak yang ditinggalkan. Di tengah hiruk pikuk perkotaan, Villa Annie hadir sebagai oasis yang memberi ketenangan, membawa insan menyusuri lorong waktu, dan menemukan kembali nilai-nilai yang tak lekang oleh zaman.

Villa Annie juga sebuah ajakan untuk menapak tilas jejak sejarah, untuk mengapresiasi  keindahan arsitektur khas kuno Kalimantan, sekaligus menyelami kisah-kisah masa silam.

Bangunan yang tetap lestari beserta kisah di dalamnya merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya.










 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: "Villa Annie", saksi bisu perkembangan Kaltim era kolonial

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : M.Ghofar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024