Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur pada tahun ini optimistis mampu menurunkan prevalensi stunting dari 14,8 persen menjadi 12 persen melalui beberapa program, baik sosialisasi, edukasi maupun pemberian gizi tambahan.
"Kami optimistis mampu menurunkan angka stunting, apalagi Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana bersama Bappelitbangda telah melaksanakan Rembuk Stunting Terintegrasi," kata Wakil Bupati Mahulu Yohanes Avun di Ujoh Bilang, Senin.
Target penurunan stunting di Mahulu ini untuk mendukung target nasional sebesar 14 persen pada 2024, sedangkan kasus stunting nasional saat ini sebesar 21,6 persen.
Saat ini, lanjutnya, prevalensi stunting di Mahulu masih lebih baik ketimbang kabupaten/kota lain di Kaltim) meski Mahulu masuk dalam kawasan 3T. karena berbatasan darat dengan Serawak, Malaysia bagian timur.
Sedangkan prevalensi stunting di seluruh Kaltim mencapai 23,9 persen dengan prevalensi tertinggi Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni 27,1 persen, disusul Kota Samarinda 25 persen, Kabupaten Paser 24,9 persen.
Kemudian, Kabupaten Kutai Timur 24,9 persen, Kabupaten Kutai Barat 23,1 persen, Kabupaten Penajam Paser Utara 21,8 persen, Kabupaten Berau 21,6 persen, Kota Bontang 21 persen, Kota Balikpapan 19,6 persen, dan Kabupaten Mahulu dengan prevalensi paling rendah, yakni 14,8 persen.
"Hingga kini Pemkab Mahulu terus berupaya menurunkan presentasi stunting di kawasan perbatasan secara bertahap, dimulai dengan target 12 persen tahun ini hingga ke titik nol di tahun-tahun mendatang,” katanya.
Ia menyatakan hal ini dapat dilakukan karena jumlah penduduk Mahulu yang relatif lebih sedikit ketimbang daerah lain di Kaltim, kemudian bahan pangan dengan aneka gizi lokal pun banyak tersedia, sehingga yang diperlukan adalah kesadaran masyarakat, terutama kaum ibu dalam pola konsumsi.
"Mahulu sangat kaya dengan aneka bahan pangan yang bergizi tinggi bagi kesehatan anak, ibu hamil dan ibu menyusui. Untuk itu, yang perlu diberikan pemahaman ke masyarakat adalah perubahan pola asuh yang menjadi salah satu indikator penentu kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Kemudian, perlu pemetaan penanganan stunting di masing-masing kecamatan maupun desa, sehingga pendampingan dari tenaga kesehatan bisa dilakukan secara tepat sasaran dan intensif dalam memberikan bantuan makanan bergizi maupun obat-obatan penunjang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
"Kami optimistis mampu menurunkan angka stunting, apalagi Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana bersama Bappelitbangda telah melaksanakan Rembuk Stunting Terintegrasi," kata Wakil Bupati Mahulu Yohanes Avun di Ujoh Bilang, Senin.
Target penurunan stunting di Mahulu ini untuk mendukung target nasional sebesar 14 persen pada 2024, sedangkan kasus stunting nasional saat ini sebesar 21,6 persen.
Saat ini, lanjutnya, prevalensi stunting di Mahulu masih lebih baik ketimbang kabupaten/kota lain di Kaltim) meski Mahulu masuk dalam kawasan 3T. karena berbatasan darat dengan Serawak, Malaysia bagian timur.
Sedangkan prevalensi stunting di seluruh Kaltim mencapai 23,9 persen dengan prevalensi tertinggi Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni 27,1 persen, disusul Kota Samarinda 25 persen, Kabupaten Paser 24,9 persen.
Kemudian, Kabupaten Kutai Timur 24,9 persen, Kabupaten Kutai Barat 23,1 persen, Kabupaten Penajam Paser Utara 21,8 persen, Kabupaten Berau 21,6 persen, Kota Bontang 21 persen, Kota Balikpapan 19,6 persen, dan Kabupaten Mahulu dengan prevalensi paling rendah, yakni 14,8 persen.
"Hingga kini Pemkab Mahulu terus berupaya menurunkan presentasi stunting di kawasan perbatasan secara bertahap, dimulai dengan target 12 persen tahun ini hingga ke titik nol di tahun-tahun mendatang,” katanya.
Ia menyatakan hal ini dapat dilakukan karena jumlah penduduk Mahulu yang relatif lebih sedikit ketimbang daerah lain di Kaltim, kemudian bahan pangan dengan aneka gizi lokal pun banyak tersedia, sehingga yang diperlukan adalah kesadaran masyarakat, terutama kaum ibu dalam pola konsumsi.
"Mahulu sangat kaya dengan aneka bahan pangan yang bergizi tinggi bagi kesehatan anak, ibu hamil dan ibu menyusui. Untuk itu, yang perlu diberikan pemahaman ke masyarakat adalah perubahan pola asuh yang menjadi salah satu indikator penentu kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Kemudian, perlu pemetaan penanganan stunting di masing-masing kecamatan maupun desa, sehingga pendampingan dari tenaga kesehatan bisa dilakukan secara tepat sasaran dan intensif dalam memberikan bantuan makanan bergizi maupun obat-obatan penunjang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024