Samarinda,   (Antara Kaltim) - Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 kilometer persegi atau satu setengah kali luas Pulau Jawa dan Madura, tak hanya kaya dengan minyak dan gas (migas) serta batubara, tetapi juga sektor perkebunan.

Di sektor perkebunan, "Benua Etam" memiliki potensi jutaan hektare lahan untuk pengembangan kelapa sawit. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah menetapkan potensi lahan perkebunan sawit seluas 40,7 juta hektare.

Provinsi Kaltim yang terkenal dengan julukan bumi "emas hitam" serta minyak dan gas (migas) itu kini telah menjadi salah satu produsen sawit terbesar di Indonesia. Secara perlahan tapi pasti "Bumi Borneo" ini menjadi "raja sawit".

Lahan perkebunan sawit di Kaltim terus bertambah sejalan dengan kian meningkatnya minat masyarakat untuk mengembangkan komoditas perkebunan dan kehadiran para pemodal berkantong tebal mengembangkan sawit secara besar-besaran.

Luas lahan sawit pada 2008 mencapai 409.564 hektare yang menghasilkan 1,6 juta ton tandan buah segar (TBS) dan 366.149 ton minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Lima tahun kemudian, atau pada 2013, luas lahan perkebunan sawit bertambah dua kali lipat atau mencapai 1,002 juta hektare, demikian juga produksi TBS juga meningkat drastis menjadi 6,5 juta ton dan 1,4 juta ton CPO.

Perkebunan kelapa sawit seluas 1,002 juta hektare itu, kata dia, seluas 838.855,31 hektare merupakan perkebunan inti atau milik perusahaan, seluas 171.587,63 hektare milik plasma, dan 124.130 hektare berupa perkebunan sawit rakyat.

Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kaltim itu juga berdampak terhadap nilai ekspor nonmingas dan perolehan devisa dari ekspor CPO pada 2013 mencapai 1,26 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp12,659 triliun.

"Apabila kondisi di Kaltim selalu kondusif untuk berinvestasi, maka di akhir 2018, sektor perkebunan terutama sawit bisa menjadi tulang punggung dan dalam upaya transformasi ekonomi berbasis sumberdaya alam terbarukan," ujar Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Etnawati Usman.

Kebun sawit yang sudah menghasilkan CPO itu tersebar di tujuh kabupaten di Kaltim, antara lain Berau, Penajam Paser Utara, dan Kutai Kartanegara, sedangkan yang terluas berada di Kutai Timur dan Kabupaten Paser.

Menurut Etnawati Usman, jumlah perusahaan yang sudah mengantongi izin perkebunan di Kaltim mencapai 344 perusahaan dengan luas areal yang dimohon seluas 3,924 juta hektare.

Dari 344 perusahaan yang telah mengajukan izin usaha perkebunan di Izin Usaha Perkebunan (IUP), izin yang sudah diterbitkan baru 215 perusahaan dengan luas areal 3,13 juta hektare. Sebanyak 127 perusahaan memegang Hak Guna Usaha (HGU) dengan lahan seluas 1,136 juta hektare.

"Realisasi penanaman oleh perusahaan yang sudah mengantongi HGU sudah maksimal. Pengembangan sawit akan terus dilakukan oleh perusahaan yang sudah mengantongi izin," katanya.

Lahan perkebunan kelapa sawit seluas jutaan hektare itu tampaknya tak disia-siakan oleh Pemprov Kaltim. Lahan perkebunan itu juga dimanfaatkan untuk peternakan sapi dengan pola intertgrasi sapi-sawit.



Intergrasi sapi-sawit



Pola integrasi sapi-sawit atau pengembangan peternakan sapi dalam perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kaltim sudah masuk dalam rencana strategis (renstra) pengembangan peternakan jangka menengah 2013-2018.

"Prospek pengembangan sapi-sawit ke depan sangat besar seiring dengan pengembangan perkebunan sawit yang luas di wilayah Kaltim yang luasnya sudah mencapai 1 juta hektare lebih," ujar Etnawati Usman.

Untuk mewujudkan pola dan keberhasilan integrasi sapi-sawit, hingga kini Dinas Perkebunan Kaltim terus melakukan komunikasi dengan perusahaan sawit lokal maupun nasional, karena masih ada beberapa perusahaan yang belum memahami manfaat pola tersebut.

Menurut dia, ada satu hal yang membanggakan dalam pengembangan integrasi sapi-sawit, karena Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menginstruksikan agar perusahaan milik negara yang bergerak di bidang perkebunan melakukan integrasi dengan sapi, tujuannya adalah agar Indonesia bisa mampu swasembada daging.

Pada tahap awal rencana kerja sama integrasi itu baru dilakukan dengan perusahaan milik negara, sementara dengan perusahaan swasta akan dilakukan setelah integrasi sapi dan sawit dengan perusahaan negara berjalan sukses.

Untuk pola integrasi sapi-sawit secara sederhana yang dilakukan oleh peternak dengan pekebun sawit, sudah berjalan di beberapa daerah di Kabupaten Paser, tetapi untuk pola integrasi secara besar dengan kebijakan pemerintah, baru mulai dilakukan pola kerjasamanya.

Program integrasi sapi-sawit digulirkan pemerintah karena keduanya saling menguntungkan, karena kegiatan ini akan saling menguntungkan dua pihak, atau terjadi simbiosis mutualisme.

Dua subsektor bidang pertanian ini punya keterkaitan erat, yakni limbah peternakan secara langsung bisa menjadi pupuk kandang untuk perkebunan sawit, sedangkan limbah sawit bisa dimanfatkan sebagai pakan ternak.

Manfaat integrasi ini adalah peternak tidak perlu repot mencukupi kebutuhan pakan bagi sapi, karena dari limbah perkebunan saja sudah dapat mempercepat proses penggemukan hewan ternak.

Demikian juga perusahaan perkebunaan sawit tidak perlu membayar tenaga kerja untuk mengelola limbah atau membuang limbah sawit, sehingga akan bisa menekan biaya operasional perusahaan, termasuk biaya untuk pembelian pupuk.

Pupuk yang diperlukan untuk pemupukan kelapa sawit juga dapat ditekan perusahaan hingga 40 persen, karena sudah ada pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak yang mencari makan di bawah pohon sawit di areal perkebunan itu.

Menurut dia, setiap 1 hektare perkebunan sawit mampu memenuhi kebutuhan pakan 2 ekor sapi setiap hari. Jika perusahaan memiliki lahan 600 hektare, maka kebutuhan pakan dapat tercukupi untuk 1.200 ekor sapi per hari.

Berdasarkan penglaman di provinsi lain, pola integrasi sapi-sawit memiliki sejumlah keuntungan, seperti pemanfaatan pakan dari produk samping hasil perkebunan, pemanfaatan tenaga kerja ternak untuk angkutan tandan buah segar (TBS), yakni dari dalam perkebunan ke jalan yang ditarik sapi dengan menggunakan gerobak.

Manfaat lainnya adalah penyediaan kotoran sapi untuk salah satu sumber pupuk tanaman yang ramah lingkungan sehingga perusahaan perkebunan dapat menghemat untuk pembelian pupuk.

Pemerintah Provinsi Kaltim tampaknya akan terus memberikan peluang mengembangkan sektor perkebunan kelapa sawit menjadi lokomotif baru perekonomian menggantikan sektor pertambangan.

"Saat ini kita tidak bisa lagi mengandalkan batu bara, minyak dan gas. Sudah waktunya kita membuat lokomotif baru melalui pengembangan sektor pertanian dan perkebunan, khususnya kelapa sawit," kata Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pada panen sawit perdana di perkebunan PT Gupta Samba di Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur belum lama ini.

Batubara dan migas tidak akan bisa lagi diandalkan untuk mensejahterakan rakyak, tetapi perkebunan kelapa sawit yang dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.



Hilirisasi



Awang Faroek mengungkapkan potensi perkebunan kelapa sawit di Kaltim sangat besar. Karenanya, pengembangan produk-produk kelapa sawit harus mengarah pada kegiatan hilirisasi atau industrilisasi.

"Kita semua harus berpikir bagaimana kegiatan ekonomi Kaltim melalui industrilisasi bisa tumbuh. Produk kelapa sawit tidak saja CPO tetapi sudah diolah dan siap jual di pasaran," ujarnya pada Rapat Koordinasi Pembangunan Perkebunan Kaltim 2014.

Ia mengatakan dengan luasan kebun sawit 1,1 juta hektar saat ini saja telah berdiri 55 pabrik kelapa sawit dengan kapasitas terpasang sebesar 2.705 ton Tandan Buah Segar (TBS) sawit per jam atau mampu memproduksi CPO sebesar 5.221.016 ton.

Dengan pengembangan tahap kedua seluas 1,4 juta hektare hingga 2018 , maka Kaltim harus merubah kegiatan usaha yang hanya mengekspor CPO, tetapi kedepan lebih pada kegiatan industrialisasi yang menghasilkan produk hilir dengan daya saing tinggi.

Apalagi, Pemprov Kaltim didukung Pemkab Kutai Timur serta pemerintah pusat melalui kementerian terkait terus mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy menjadi Maloy Batuta Tranz Kalimantan Economic Zone (MBTKEZ).

"Kita bersyukur karena presiden sudah menyetujui terbentuknya kawasan ekonomi khusus Maloy Batuta Tranz Kalimantan Economic Zone. Ke depan, seluruh produk perkebunan khususnya sawit dan batubara akan diolah di sana dan kita hanya mengirim produk hilirnya saja," ujar Awang.

Dia berharap agar seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun batu bara memiliki komitmen yang sama, sehingga, di kawasan MBTKEZ tersebut terjadi sinergitas dan kegiatan yang saling menguntungkan pemerintah dan swasta.

Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun pabrik kelapa sawit diminta jangan hanya berhenti memproduksi CPO saja. Tetapi, diharapkan terus berupaya mengembangkan kearah industrilisasi untuk semua produk.

"Saya harap perusahaan agar benar-benar dalam menyusun business plan ke arah industrilisasi di kawasan MBTKEZ itu. Kita ingin agar kegiatan hilirisasi sawit tidak kalah Malaysia maupun Sumatera. Kita harus yang terbaik," kata Awang Faroek.

Salah satu dari pabrik kelapa sawit yang telah beroperasi di Kaltim adalah milik PT Fairco Agro Mandiri (FAM). Perkebunan kelapa sawit ini diintegrasikan dengan peternakan sapi potong yang berlokasi di Kecamatan Kaubun Kutai Timur.

Awang Faropek Ishak menilai kehadiran perusahaan ini selain menunjukkan bahwa Kaltim nyaman untuk investasi, juga menjadi bukti bahwa iklim investasi di Kaltim semakin memikat.

"Dengan adanya PT FAM dapat menstimulus semangat masyarakat khususnya Kaubun dan Kutim pada umumnya, untuk lebih giat mengelola kebunnya agar menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi," kata kata Gubernur Kaltim.

Sumber daya alam yang melimpah di Kaltim, seperti batu bara dan migas suatu saat nanti akan habis. Karena itu agribisnis kelapa sawit diharapkan mampu menjadi lokomotif baru perekonomian "Benua Etam".(*) 

Pewarta: Oleh Masnun Masud

Editor : Masnun


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014