Menanam bakau atau mangrove ternyata tidak asal tancap bibit ke lumpur saat air surut.

“Memang bisa saja begitu, tapi tingkat harapan hidupnya kecil,” tutur Agus Bei, pengelola Mangrove Center Graha Indah, Balikpapan, awal Desember 2023.

Bibit yang baru ditanam itu akan segera menghadapi air pasang. Air pasang datang bersama gelombang.

Satu jam pertama mungkin bibit masih bertahan. Tapi kemudian ombak datang bersama sampah plastik, sampah kain, bahkan yang paling sering menyebabkan kerusakan; batang kayu yang diombang-ambing gelombang.

“Itu seperti buldozer meratakan lahan,” kata Agus, penerima piala emas Kalpataru tahun 2017 sebagai penyelamat lingkungan.

Untung saja untuk meningkatkan harapan hidup yang kecil itu tak susah. Pada praktik langsung menanam mangrove yang diikuti puluhan peserta dari kelurahan-kelurahan di Balikpapan Barat awal Desember lalu, Agus mengambil sebatang kayu sebesar jempol dan panjangnya lebih daripada tinggi bibit tersebut. Kayu itu ditancapkannya di sebelah bibit yang baru ditanam itu, dan diikat jadi satu dengan bibit mangrove yang baru ditanam itu.

“Pastikan turusnya kuat dan dalam sehingga bibit jadi lebih kokoh menghadapi gelombang,” ujar Agus lagi.

Setelah itu, bakaunya harus rajin ditengok. Blok tanam harus sering-sering dilihat. Setelah dua minggu akan kelihatan bibit yang gagal bertahan hidup meski sudah disangga turus. Kata Agus, bibit demikian ya tinggal diganti dengan bibit baru.

“Begitu terus, pokoknya harus sering-sering dilihat,” tegasnya. Sering didatangi juga membuat kawasan mangrove terawasi. Kesempatan itu juga digunakan untuk memunguti sampah-sampah dari laut yang terbawa saat pasang dan sangkut di pohon yang masih muda itu.

“Saya juga punya satu cara lagi, yang juga akan kita praktikkan bersama,” senyum Agus.

“Siap Pak Agus,” kata Karmila, satu peserta dari Kampung Atas Air Margasari. “Ilmu dari Pak Agus segera kami praktikkan di tempat kami.”

Kampung Atas Air di Kelurahan Margasari memang pemukiman di atas air, dibangun di pantai di atas tiang-tiang kayu ulin yang menjorok ke laut. Kampung itu bersebelahan dan berbatas langsung dengan Kilang Pertamina Balikpapan di sisi timur.

“Maka itu untuk keamanan kita semua, mesti ada pembatas antara kilang dengan kampung,” kata Manajer Kesehatan Keselamatan Keamanan Lingkungan (Health Safety Security Environment) PT Kilang Pertamina International (KPI) Unit Balikpapan Binsar Butar Butar dalam kesempatan terpisah.

Dan tidak ada buffer atau pembatas paling baik selain pagar hidup tanaman. Pagar hidup memberi jarak antara kilang dan perumahan warga sambil juga memberi jasa lingkungan, yaitu diantaranya udara segar dan pemandangan hijau.

“Maka kami tanami dengan mangrove batas tersebut. Saat ini sudah selesai kami tanam 400 bibit Rhizopora apiculata dan akan terus berlanjut hingga target seribu bibit di akhir Desember nanti,” kata Binsar. Penanaman itu dilakukan di lahan seluas 2.250 meter persegi.

Bukan kebetulan pula ada momen Hari Menanam Pohon Indonesia. Biar tambah semangat dan tambah sehat, panitia dari PT KPI Unit Balikpapan menggabungkan acara tanam pohon dengan jalan sehat dan mengajak masyarakat, terutama warga Kampung Atas Air Margasari, mengambil peran utama.

Hari Minggu 17 Desember pagi, jalan sehat digelar. Para peserta adalah para karyawan kilang Pertamina, warga, dan beberapa pejabat kota. Jalan sehat dimulai dari halaman Gedung Balai Diklat Pertamina di Jalan R Soeprapto, langsung menuju ke Kampung Atas Air lewat Jalan Pandanwangi ke jembatan beton Kampung Atas Air.

“Di depan Gazebo Kampung Atas Air kami lakukan penanaman bibit mangrove, baru kemudian lanjut jalan santai hingga berakhir di SMPN 25 Balikpapan,” kata Binsar.

Di bagian ini penanaman tidak menancapkan bibit langsung ke lumpur. Sesuai saran Agus Bei, digunakan metode planter bag 1,5 meter per bibit pohon. Artinya bibit yang sebelum ini sudah ditanam di dalam polibag, kantong plastik khusus, cukup diletakkan sekaligus dengan polibagnya di atas titik tanam dengan jarak tanam antar bibit 1,5 meter.

Tanah di dalam polibag yang menjadi media tanam sejak awal sudah dicukupkan nutrisinya sesuai kebutuhan tanaman agar bisa tumbuh sampai nanti akarnya bisa mencapai lumpur di bawahnya sehingga bisa kuat kokoh.

Cara ini, jelas Agus, terbukti meningkatkan harapan hidup mangrove, sebab selain nutrisinya cukup, juga akar dan batangnya bebas dari kemungkinan disapu sampah yang terbawa air pasang.

Planter bag yang disangga dan diganjal turus dengan sendirinya juga mencegah pasang surut air laut menyeret bibit yang baru ditanam. Bila tanaman sudah cukup kuat, polibagnya bisa dibuka dan mangrovenya tumbuh bebas.   

Saat ini juga sedang dibangun jembatan panjang yang berfungsi sebagai akses jalan untuk monitoring dan perawatan bibit=bibit yang sudah ditanam.

“Jembatan itu yang kita butuhkan untuk mengawasi dan memelihara mangrove,” kata Ketua Pengelola Kampung Atas Air Arbain Side. Seperti juga Agus Bei, Arbain Side adalah juga penerima Hadiah Kalpataru sebagai pengabdi lingkungan.

Dalam kesempatan itu juga, meski sudah pakai metode planter bag, sekali lagi Agus Bei mengingatkan agar mangrove yang baru ditanam jangan sampai tersapu gelombang dan tertutup sampah yang dibawa arus. Sampah plastik yang tersangkut di batang mangrove yang masih kecil, atau terikat di akar mangrove dewasa bisa jadi pencekik yang mematikan. Karena itu agar mangrove tumbuh baik, pengelola harus sering patroli. Segera sampah terlihat, segera juga diambil. Begitu pula kalau ada bibit mangrove yang mati, segeralah diganti.

“Semoga dengan sering dilihat dan ditengok itu, mangrovenya tumbuh baik dan pesan kepedulian lingkungan dari kami tersampaikan. Semoga juga bisa meningkatkan kecintaan kita terhadap lingkungan yang lestari,” kata Pejabat Sementara General Manager PT KPI Unit Balikpapan Novie Handoyo Anto. *

Pewarta: Novi Abdi

Editor : M.Ghofar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023