Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono, mendorong pemerintah Provinsi untuk melakukan penggalian pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak alat berat. 

"Pajak alat berat dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi daerah," ujar Sapto di Samarinda, Selasa.

Ia mengatakan pemerintah daerah harus memperhatikan aspek keadilan dalam pengenaan pajak alat berat. Pajak harus dikenakan secara proporsional dan tidak memberatkan pihak tertentu.

Saat ini katanya, PAD dari pajak alat berat di Kalimantan Timur masih tergolong rendah. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah dapat meningkatkan penggalian PAD dari pajak alat berat agar dapat membiayai pembangunan dan program-program pemerintah yang lainnya.

"Banyak alat berat di Kalimantan Timur yang tidak terdaftar, tidak membayar pajak bahan bakar alat berat (PBB HB), dan menggunakan nomor polisi dari luar Kaltim," ucap Sapto.

Ia menjelaskan Rancangan Perda Pajak dan Retribusi Pajak yang telah disahkan tahun ini akan menjadi solusi untuk menertibkan alat-alat berat ini, termasuk melakukan proses balik nama dan registrasi ulang. Pihak kepolisian, perhubungan, dan lain-lain akan dilibatkan untuk membangun sistem yang efektif.

Sapto menuturkan pajak dari alat berat sangat berdampak bagi pembangunan Kaltim. 

Menurutnya, penarikan pajak kendaraan alat berat untuk daerah yang biasa digunakan oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan diberlakukan pada awal 2024 . 

Ia menjelaskan pada tahun 2017 hingga 2020 tidak ada namanya pembayaran pajak berkaitan dengan alat berat. Terkait Perda tentang penarikan pajak tersebut masih menunggu PP, dengan turunnya aturan yang mewajibkan bahwa alat berat yang dioperasikan oleh perusahaan harus membayar retribusi atau pajak daerah.

Senada dengan itu, M. Udin, anggota DPRD Kaltim Komisi III menuturkan selama ini pihak perusahaan pemilik alat berat memiliki faktur pajak per tahun jadi kalau orang mau membeli kendaraan membeli alat berat, satu tahun sekali datang untuk memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), beserta faktur pajaknya.

 “Parahnya lagi selama ini tidak ada kontribusi yang masuk ke daerah sebagai pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” katanya.

Dikemukakannya, selama ini tidak bisa dipungkiri kendaraan alat berat hanya digunakan saat pembelian dan setelah pembelian tidak ada lagi dikenakan pajak. Padahal banyak kendaraan berat yang digunakan berpotensi merusak infrastruktur.
 
"Ketika regulasi ini disahkan maka pembeli sudah dikenakan PPh dan PPN 11,5 persen, kemudian setahun sekali dilakukan perpanjangan faktur  sehingga menambah PAD bagi daerah," tutur M. Udin. (Adv/DPRD Kaltim)
 

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023